Tahun 2007. Tokyo, Jepang.
Ada satu perempuan ... yang sedikit berbeda dari orang lain.
Gadis itu bangkit dari tidur dengan air mata mengalir. Napas tak beraturan, tubuh bergetar hebat. Ia mengusap wajah guna menyeka cairan bening itu. Kemudian memeluk kedua lutut.
“[Name]-chan! Ayoo, banguun.”
Nama gadis itu adalah Kouno [Name].
“Ah, iya.” Dia mengangguk. Lantas turun dari ranjang menuju pintu keluar kamar. Membuka. Menemukan pria tinggi mengenakan kimono di depan ruangannya.
“Lho? Kamu habis menangis? Kenapa?” tanya pria itu.
Namanya adalah Kouno Haruto.
[Name] menggeleng. “Tidak apa-apa.”
“Ingatan masa lalu, ya?”
Gadis itu membeku. Tercekat rasanya. Semua ingatan dari mimpi kembali terputar dalam kepala. Rasa sakit, perpisahan, juga tangisan.
“Maaf ....” [Name] menunduk. “Menyesakkan mengingat semua itu.”
“Yah, tak masalah.” Haruto tersenyum. “Tapi kamu harus kelihatan segar untuk memulai hari baru di Jepang!” Kedua tangannya terentang. Tersenyum begitu ceria.
“Iya.” [Name] mengangguk. “Kalau begitu aku akan bersiap.”
꒰꒰꒱꒱
[Name] menuruni tangga dengan lesu. Menghela napas panjang setelah kakinya memijak lantai satu.
Dia belum baik-baik saja, meski wajah tampak segar sehabis mandi. Namun, hati masih berat terasa. Kenapa?
“Mengingat kehidupan masa lalu tepat pada bagian tragis itu sangat menyedihkan.” [Name] mengernyit. Membeku. Pikiran kosong tiba-tiba setelah berkata begitu.
“Ayo, ayo. Jangan melamun!”
Haruto datang sembari bertepuk tangan guna menyadarkan sang keponakan dari lamunannya. Ia tersenyum lebar, menepuk-nepuk puncak kepala gadis itu dengan lembut.
“Mengenang sesuatu memang kadang menyakitkan, tapi itu adalah kejadian yang telah lewat,” kata Haruto lembut. “Yang kamu ingat itu ... kejadian 200 tahun lalu, bukan?”
[Name] mengangguk.
“Kamu jadi orang seperti apa saat itu?” Haruto bersedekap.
“Mmm ... jadi anak dari penasihat kerajaan.” [Name] mengulum bibir.
“Oh, keren juga, ya?” Haruto mengangguk.
“Sialnya ... aku hanya mengingat kisahku yang menyedihkan.” [Name] menghela napas lagi.
“Wekaweka, takdir memang jahat. Paman sangat setuju!”
“Yah.” [Name] menyungging senyum. “Kalau begitu aku berangkat dulu.”
Haruto mengangguk. “Hati-hati, yaa!”
[Name] menanggapi dengan senyuman. Lantas mengganti sandal rumah dengan sepatu kets. Melangkah ke pintu, membuka penghalang itu.
Angin berembus lembut menerpa wajah. Kelopak mata tertutup—menyembunyikan netra emerald. Surai hitam sepunggung sedikit berkibar. Siliran itu membawa kesejukan, juga ketenangan untuk hati yang masih gundah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pursuit of Love
FanfictionAda cinta yang tak terwujud di kehidupan masa lalu. Takdir memberi satu kesempatan pada mereka berdua untuk mewujudkan cinta itu di masa yang baru. Namun, hanya satu orang saja yang mengingat kehidupan masa lalu itu. "Kenapa kau terus membuatku bing...