“Uhh ... masih lama. Kenapa esok hari terasa lama banget?”
“Sabar.”
[Name] membaringkan kepala di atas meja makan. Mengabaikan masakannya yang sudah tertata rapi di sana. Tak bernafsu. Karena berbagai macam perasaan menyerang diri mengingat besok dia akan berangkat.
“Apa saat sampai di Jepang ... aku bisa langsung menemuinya?” [Name] menegakkan tubuh. Perkataan yang dia lontarkan baru-baru saja merupakan salah satu kekhawatiran yang cukup mengganggu sejak kemarin.
“Mungkin sebaiknya kamu ke sekolah Jujutsu dulu, bertanya pada orang di sana. Kalau paman tak salah ingat ... Kepala Sekolah saat kamu masih SMA tetap menjabat sampai sekarang.” Haruto mengapit dagu.
“Benarkah?” [Name] mengerjap. Jika yang diucapkan Haruto benar, maka besar kemungkinan dia dapat menemui Gojo dengan cepat.
Ia menyentuh dagu. Yaga-sensei dekat dengan Gojo. Tak mungkin juga mereka putus hubungan mengingat Beliau merupakan salah satu orang yang cukup dihargai Gojo, 'kan? batinnya serius.
“Paman serius.” Haruto menguap nasi.
“Baiklah. Terima kasih sarannya, ya.” Gadis itu menyungging senyum lebar.
“Nah, kalau begitu kamu makan juga. Makan bersama-sama itu lebih enak dibanding makan sendiri.” Haruto mendorong mangkuk nasi ke arah [Name]. “Selamat makan!”
[Name] menanggapi dengan kekehan kecil. Lantas menyatukan kedua tangan di depan dada. “Selamat makan!”
꒰❄️꒱
Gojo menatap kue vanilla yang baru saja diletakkan di meja oleh pelayan Cafe, disusul minuman dingin dengan float es krim di atasnya.
“Silakan dinikmati, Tuan,” kata pelayan itu ramah. Kemudian beranjak.
Gojo berdeham panjang. Mengalihkan pandangan dari makanan itu ke arah jendela kaca. Melihat suasana ramai di luar sana—meski suhu begitu dingin. Suara-suara bincangan orang lain dalam Cafe pun memasuki telinga. Berbagai macam nada dan topik.
Sementara ia sendiri.
Gojo memotong kue vanilla itu. Memakannya dan menikmati rasa manis. Yah, cukup membuat suasana hati membaik.
“Megumi menolakku saat kuajak keluar,” ucap Gojo dengan sebelah pipi mengembung. “Yuuji juga pergi bareng Nanami.”
Dia menelan makanannya. “Anak kelas dua juga sibuk. Nggak asik.” Ia menusuk vanilla cake dengan beringas.
Ekspresi pria itu berubah dongkol. Selain nama-nama yang disebutkan di atas, ia tak punya siapa pun lagi untuk diajak jalan. Entah kenapa, dia sulit menemukan seseorang yang benar-benar mau diajak pergi ketika ia meminta.
Mungkin juga, karena dia tak punya orang terdekat.
“Membosankan.” Gojo bersandar malas. Berhenti makan. Kemudian melihat keluar jendela kaca lagi.
Ia memasukkan kedua tangannya ke saku. Merasakan sesuatu di kantong bagian kanan, itu gelang, kemudian digenggam erat.
Rasanya agak tenang, tapi di sisi lain pula merasa kesal, sedih, dan penyesalan. Karena pemberi gelang ini, membawa kedamaian untuknya. Namun, memberikan rasa sesak juga.
Dan itu tak lepas dari kejadian masa lalu.
꒰❄️꒱
“Sudah malam.”
[Name] menghela napas panjang. Akhirnya, ia tinggal menunggu beberapa jam menuju waktu penerbangannya. Semoga dia bisa tidur nyenyak tanpa memikirkan hari esok.
“Barang-barang kamu sudah siap?” tanya Haruto sambil duduk di samping keponakan yang bersantai di dekat jendela kaca besar ditemani teh dan kue.
“Sudah dari tiga hari lalu.” [Name] mengangkat bahu.
“Wah, kamu bisa nggak sabaran juga, ya?”
“Yah, aku sekalinya tak sabar, jadi sangat sulit untuk mengendalikan diri.”
“Kamu memahami dirimu dengan baik.” Haruto mengangguk. Kemudian menatap ke luar. Melihat sinar bulan yang terang benderang.
Dewa tak lagi memberi perintah setelah aku sampai di Korea, tapi aku sudah menyuruh anak ini untuk pergi ke Jepang, batin Haruto. Yah, kupikir tak masalah, anak-anak ini sudah besar, 'kan?
“Apa aku tidur sekarang biar esok hari cepat datang?” gumam [Name].
Haruto tersentak. “Kamu memang jadi tak sabar sekali, ya.”
[Name] bungkam. Menatap Sang Paman sebentar, kemudian melihat pemandangan salju di luar. “Yah, mungkin ... aku sudah terlalu merindukannya.”
“Rasa rindu yang lama-lama berubah jadi cinta~” Haruto menyatukan jari-jari tangan membentuk love.
[Name] terkekeh. “Apa-apaan itu?”
“Tidak ada yang tahu masa depan, bukan?” Haruto mengangkat bahu.
“... Paman tak berhak bicara begitu. Paman, kan, kayak peramal.”
“Oh, iya, ya.”
[Name] menggeleng sebagai tanggapan. “Omong-omong, Paman nggak mau ikut denganku?”
“Hm?”
Gadis itu menatap Haruto. “Ke Jepang.”
Haruto hanya menyungging senyum lebar. Lantas meminum teh dengan tenang, kemudian menyantap kue dengan nikmat.
[Name] mengerjap. Apa dia tak mau ikut? batinnya agak heran. Ia menghela napas. Kalau itu benar, berarti dia akan sendirian. Ah, bagaimana kalau dia membutuhkan teman cerita? [Name] menggeleng. Dia tak bisa memaksa orang lain demi diri sendiri.
“Paman bakal ikut, kok!”
[Name] tersentak. “He?”
“Paman sudah pesan tiket saat kamu keluar buat transfer uang bayar tiket, lho~” Haruto tersenyum lebar. “Kamu pastinya butuh teman curhat! Makanya Paman ikutan juga. Maaf baru bilang, ya.”
[Name] melotot karena masih terkejut, tapi kemudian pandangannya berubah lembut. “Terima kasih.” Nadanya terdengar begitu lega. Ia tak perlu mengkhawatirkan hal lain lagi selain pertemuannya dengan Gojo nanti.
“Sama-sama!” Haruto tampak riang. Aku tak mungkin melewatkan drama yang akan terjadi di antara anak-anak ini! batinnya kegirangan.
Dia punya niat lain.
Kok aku jadi gak sabar, ya, liat kalian ketemu sama Gojo 🥲🥲🥲Btw, udah liat PV JJK S2, gak? Gojo ganteng banget 😭😭 senyumannya lebih riang dan tulus dibanding yang sekarang 🥲 mungkin yang sekarang kebanyakan smirk.
Ann White Flo.
18 Desember 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pursuit of Love
FanfictionAda cinta yang tak terwujud di kehidupan masa lalu. Takdir memberi satu kesempatan pada mereka berdua untuk mewujudkan cinta itu di masa yang baru. Namun, hanya satu orang saja yang mengingat kehidupan masa lalu itu. "Kenapa kau terus membuatku bing...