“Eh? Kak ... Gojo?”
[Name] menarik pria itu untuk masuk kala suara petir kembali terdengar. Menatap Gojo dari bawah ke atas. Basah. Tas, sepatu, pakaian, dan rambutnya basah. Apa dia jalan menerobos hujan?
“Sebentar. Aku ambil handuk dulu, ya!” [Name] berlari masuk.
Gojo bergeming, lantas mendudukkan diri. Ah ... apa yang membawa diri ke tempat ini? Kenapa harus rumah ini? Entahlah. Meskipun pikiran dipenuhi pertanyaan itu. Namun, hatinya tetap meminta untuk datang ke sini.
“Ini dia!”
Telinga Gojo sedikit bergoyang saat suara halus itu menyapa. Ia berdiri menghadap sumber suara. Tanpa mengangkat kepala, hanya menunduk menatap lantai.
“Umm ....” [Name] mengerjap. Melihat tingkah Gojo ... sepertinya dia tak ingin mengeringkan dirinya sendiri?
Ya sudah. Kubantu saja. [Name]—dengan ragu—mengangkat handuk berwarna putih. Sedikit berjinjit untuk mencapai puncak kepala Gojo. Mengerikannya menggunakan kain itu—dengan hati-hati tentu saja.
Dia bergeming, batin [Name]. Agak aneh rasanya ... karena ia terbiasa dengan sikap kasar juga berisik pria itu.
“Sudah.” [Name] menarik handuk itu. Menatap sang pria yang masih membeku. “Omong-omong, Kakak mau minum cokelat hangat? Aku bisa ambilkan paka—”
“Ada baju di tasku.”
Oh! Dia bicara! [Name] tersenyum. “Baiklah. Ikut aku ke kamar tamu, ya! Kakak bisa ganti baju di sana. Nanti kubawakan cokelat hangat, kok!”
Gojo bungkam.
[Name] menelan ludah. Dengan agak berat hati menyentuh ujung lengan baju Gojo, menariknya. “Ayo.”
꒰꒰꒱꒱
[Name] mengetuk pintu kamar tamu—di mana Gojo berada—sebanyak tiga kali. Tangan kirinya membawa nampan kecil, ada satu gelas warna putih yang asapnya mengepul di atas sana.
“Kak, aku bawakan cokelat hangat,” ucap [Name]. Menunggu pintunya dibuka, atau setidaknya ia disuruh masuk.
Selama beberapa detik ia menunggu, tapi tak kunjung mendapat jawaban. [Name] menghela napas. Entah dapat dorongan dari mana, dia memberanikan diri untuk membuka pintu itu. Mendorongnya dengan perlahan.
“Maaf mengganggu ....” [Name] mengintip. Kontan sedikit mengerjap. Menemukan Gojo duduk di bingkai jendela sembari menatap pemandangan luar.
Pria itu sudah ganti baju. Celana jeans putih juga sweater hitam menghias tubuhnya.
“[Name]?” panggil Gojo.
Gadis itu membeku. Dengan pelan menjawab, “Iya?”
“Aku ada pertanyaan untukmu,” ucap Gojo.
“Apa itu?”
Suara menggelegar dari langit kembali terdengar.
“Apa kau tahu rasanya kehilangan?”
[Name] diam. Rasa kehilangan? Ah ... dia tahu kenapa Gojo tiba-tiba melempar pertanyaan itu.
“Aku kehilangan ibu dan ayahku,” jawab [Name]. “Itu kejadian saat masih kecil, aku tak terlalu mengingatnya lagi dan tidak begitu mengena bagiku karena sekarang aku yatim piatu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pursuit of Love
FanfictionAda cinta yang tak terwujud di kehidupan masa lalu. Takdir memberi satu kesempatan pada mereka berdua untuk mewujudkan cinta itu di masa yang baru. Namun, hanya satu orang saja yang mengingat kehidupan masa lalu itu. "Kenapa kau terus membuatku bing...