[Name] menatap bangunan bandara sedikit gelisah. Bibir bawah ia gigit, jari-jari tangan saling bertaut memainkan satu sama lain.
“Santai saja. Ini bukan pertama kalinya kita pergi, 'kan?” ucap Haruto. Tidak peka.
[Name] hanya menanggapi dengan senyuman. Lantas membuka pintu mobil dan keluar. Angin lembut menerpa wajahnya, agak menyejukkan. Namun, tidak berhasil menenangkan hatinya yang gundah.
Haruto pun hendak keluar. Namun, saat ia hampir membuka kunci pintu, suara dering ponsel bergetar dalam saku celananya, membuat ia berhenti bergerak. Memilih menarik benda pipih itu keluar, melihat nama sang penelepon.
Dewa.
“Kenapa ....” Haruto mengernyit. Lantas mengintip lewat jendela—yang tertutup—untuk melihat sang ponakan. Mendapatinya berdiri agak jauh dari mobil.
Haruto menerima telepon itu. Saat ia mendekatkan ponselnya ke telinga, suara berat mengalun dalam pendengaran. Terdengar begitu tenang, pembawaan yang bijak.
“Ada apa?” tanya Haruto. “Aku sudah mau berangkat.”
“Aku punya firasat tidak baik.”
Haruto bersandar. Melirik [Name]. Gadis itu masih jauh dari mobil.
“Firasat apa?”
“Jangan biarkan keponakanmu dan anak dari klan Gojo bertemu untuk terakhir kalinya. Sesuatu yang tak bisa kukendalikan adalah perasaan. Aku sendiri pun tak tahu ... apa yang akan terjadi jika saja mereka bertemu terakhir kali, berbicara mengenai perpisahan mereka. Terlebih, kedua anak itu dipastikan akan bertemu di masa depan.”
“Oh ... memangnya si Gojo mau ke sini?”
“Perasaan itu ... sulit untuk dilawan, Haruto.”
Suara sambungan telepon terputus masuk ke telinga. Haruto menjauhkan ponselnya dan menatap benda itu aneh. Kenapa Dewa langsung menghentikan pembicaraan dengan kalimat ambigu?
Apa itu artinya Gojo bakalan ke sini? batin Haruto. Menghela napas, juga mengusap tengkuk.
“Sesuatu yang bahkan Dewa tak bisa kendalikan, ya ....” Haruto berdiam diri sesaat. Lantas keluar dari dalam mobil.
Manusia punya perasaan. Itu artinya ... Beliau tak bisa mengendalikan semua manusia? Haruto mengernyit. Yah, dipikir bagaimanapun ... aku tak akan paham.
“[Name]-chan! Ayo ambil barang kamu!” teriak pria bermata hijau itu sembari melambai.
[Name] berbalik. Menyungging senyum sebentar, kemudian melangkah mendekat.
“Tapi ... bukankah kita terlalu cepat ke sini?” [Name] menarik kopernya. “Masih subuh banget, lho.”
“Tidak apa-apa. Menunggu lebih baik dibanding ketinggalan!”
꒰💧꒱
“Pukul enam, ya ....”
Gojo melirik jam dinding di kamarnya. Masih jam lima pagi. Pikirannya sudah dipenuhi oleh kepergian sang gadis. Apakah ia harus pergi untuk melihatnya terakhir kali?
“Memangnya hubunganku dengan dia apa? Teman juga bukan.” Gojo cemberut.
Ia menutup mata. Mencoba untuk tidur, mengalihkan pikiran dari [Name]. Namun, itu pilihan yang salah. Wajah sang gadis malah terbayang dalam pikiran, suaranya yang sedikit teredam karena bunyi kendaraan yang berlalu saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pursuit of Love
FanfictionAda cinta yang tak terwujud di kehidupan masa lalu. Takdir memberi satu kesempatan pada mereka berdua untuk mewujudkan cinta itu di masa yang baru. Namun, hanya satu orang saja yang mengingat kehidupan masa lalu itu. "Kenapa kau terus membuatku bing...