“Kau ... jelaskan apa pun itu. Mengenai kepergianmu besok.” Gojo masih tak berbalik. “Apa itu yang membuatmu melamun akhir-akhir ini ..., [Name]?”
[Name] bungkam, tak lama menyungging senyum dengan mata berbinar senang juga sedih. “Akhirnya kau memanggil namaku ....”
Gojo mengernyit. Karena jengkel, ia berbalik dan berkata, “Ha?! Kau tahu itu tidak pen—”
“Aku mau bertanya padamu kembali. Apa kau masih merasakan perasaan asing itu tiap melihatku?”
“Hei! Kau ini mau bahas apa, sih?!” teriak Gojo. Benar-benar kesal. Pertanyaannya diabaikan oleh [Name] dan gadis itu malah bicara sesuatu yang tidak ia mengerti alurnya.
Perasaan asing? Itu tak penting sekarang. Gadis ini mau pergi besok dan ia ... merasa tak bisa melepaskan [Name].
Tidak jelas, bukan? Padahal, baru-baru saja ia hendak melangkah pulang dan bersikap tak peduli.
“Kak, kau pernah setuju, kalau seorang reinkarnasi bisa saja ada di dunia ini.” [Name] tetap bicara dengan tenang. Sambil melirik lampu merah yang masih terang.
“[Name]! Jangan membuatku—”
“Aku seorang reinkarnasi.”
“... Huh?” Gojo bergeming dengan muka keras.
[Name] menghela napas. “Aku reinkarnasi yang beruntung dapat mengingat kehidupanku sebelum ini. Sekitar abad ke-19.” Ia mundur selangkah. “Kak, seseorang pun dapat dikatakan reinkarnasi meski tidak mengingat kehidupannya dulu.”
“Hei ... kau mau ke mana ....”
Jantung Gojo berdetak kencang bak genderang melihat [Name] mulai melangkah mundur menuju seberang jalan sana.
[Name] berhenti sejenak di tengah jalan. Jarak yang tidak begitu jauh dari Gojo agar pria itu dapat mendengar perkataan terakhirnya.
“Meskipun begitu, perasaan mereka di masa lalu tetap terbawa pada kehidupan baru,” ucapnya. Melanjutkan langkah hingga sampai di pinggir jalan.
Bersamaan dengan lampu hijau yang menyala, semua kendaraan berlalu dengan cepat.
“Apa ...?” Gojo tak bisa memahami ucapan gadis itu kala semua perasaan menyerang diri. Campur aduk dalam hati, mengacaukan pikiran.
[Name] menggerakkan bibirnya mengucapkan satu kalimat perpisahan.
Sementara Gojo masih bergeming di sana. Mencerna semua.
꒰💧꒱
“Sudah pulang?” tanya Haruto yang bersandar pada dinding.
[Name] mendongak. Menyungging senyum seraya mengangguk. “Aku pulang.”
“Tadi Gojo datang ke sini, lho. Dia cari kamu.”
“Aku bertemu dengannya tadi di jalan.” [Name] mengangkat bahu. “Juga mengatakan kalimat perpisahan.”
“Ho ....”
Haruto mengamati [Name] yang berjalan ke ruang tamu kemudian menaiki tangga menuju kamarnya. Haruto berdeham sembari mengapit dagu.
“Wajahnya agak sedih,” gumam Haruto. “Bagaimana dengan Gojo, ya? Aku sedikit penasaran dengan muka sedih anak itu. Bakalan seperti apa?”
Pada sisi lain. Berpusat pada [Name] yang menutup pintu kamar setelah berada di dalam. Ia bersandar pada penghalang itu sembari merosot. Memeluk kedua lutut. Melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pursuit of Love
FanfictionAda cinta yang tak terwujud di kehidupan masa lalu. Takdir memberi satu kesempatan pada mereka berdua untuk mewujudkan cinta itu di masa yang baru. Namun, hanya satu orang saja yang mengingat kehidupan masa lalu itu. "Kenapa kau terus membuatku bing...