Bab 19

16 5 2
                                    

"Lo masih marah?"

Tanya Kei begitu dirinya dan Ezra menuju parkiran motor cowok itu, siap berangkat menuju rumah Langit. Jika tadi mereka lebih banyak diam, sepertinya kini Kei tak bisa membiarkannya. Betul juga apa kata Thalita, bahwa mereka butuh bicara.

"Oke, kita bicara sebentar. Gue ngaku, saat itu gue memang nganterin Cessa pulang tapi karena rumahnya sepi. Dan dia, tertidur di ruang tamu. Gue juga milih berada di dapur." kata Ezra jujur, Kei masih terdiam dengan pandangan aneh membuat lelaki itu berpikir mungkin kekasihnya itu tak percaya akan ucapannya itu.

"Dengar-"

"Lo suka sama dia? Biar gue yang ngomong dulu, please?" mohon Kei pelan, meskipun sedikit kesal akan ucapan Kei yang memotongnya dan juga pertanyaan yang menurutnya tak masuk akal, tetapi akhirnya Ezra mengalah.

"Okey, go on."

"Kalau lo suka sama dia, gue nggak nuntut lo untuk menjelaskannya. Ini bukan soal Nash, tapi gue cukup tau posisi gue yang hanya kekasih boongan lo demi surat yang tengah lo pegang. So, menurut gue kalau memang lo suka sama kak Cessa is fine. Itu hak lo kan? Dan seperti yang gue bilang, hubungan kita kan nggak beneran Zra. Kalau lo memang suka sama dia-"

"Gue nggak suka sama dia, gue nggak pernah suka sama dia, case closed. Gue nggak akan bawa-bawa Nash ataupun Cessa, kita masih pacaran dan gue masih mau lo jadi pacar gue, sekarang lo paham?" potong Ezra datar dan itu adalah keputusan final, dimana Kei juga tak akan mungkin mengubahnya.

Bukankah memang sejak awal, kartu permainan Ezra yang memegangnya? Dan Kei, hanya mampu mengikutinya saja. Hanya itu bukan, tapi kenapa rasanya sedikit menyakitkan. Entah bagi Ezra ataupun Kei yang tak memahami apa yang kini merasa berdua rasakan.

Setelahnya, keduanya bungkam kembali. Hanya ada keheningan ditengah perjalanan mereka menuju rumah Langit.

*****

"Lang, lo pindah rumah?" tanya Davin begitu gerombolan mereka memasuki salah satu kawasan yang cukup elit, tapi bukan itu masalahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lang, lo pindah rumah?" tanya Davin begitu gerombolan mereka memasuki salah satu kawasan yang cukup elit, tapi bukan itu masalahnya. Seingat Davin, Langit itu tinggal dirumah utama dimana hanya ada sang ayah dan kakeknya saja.

"Iya, makannya ini tuh gue mibta buat belajar di tempat gue sekalian peresmian. Gue baru pindah dua hari lalu, lumayan lah ini salah satu tabungan gue. Daripada habis karena gue terlalu suka hura-hura, mending gue jadiin rumah." terang Langit mempersilahkan mereka masuk, dimana hanya memang ada tiga tiga ruangan saja.

"Gabut lo terlalu mewah ya?" ujar Fani merasa takjub, Langit terkekeh geli.

"Ya nggak lah, mana ada gue punya duit sebanyak itu. Tentu aja ini ung masih ngemis sama bokap plus patungan sama Elang. Kakek juga sepakat bolehin kita tinggal bersama asalkan harus ikut rapat bulanan." ucap Langit santai, kini dia sibuk di dapur.

"Lah lo tinggal sama Elang doang?"

"Nggak juga, tuh satpam depan suruhan kakek buat ngawasin, plus ada art juga tapi dia selalu dateng pagi dan pulang jam lima sore."

LOVE LETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang