TOK-TOK-TOK
''Den, Den Enzo, makan malamnya sudah siap Den. Semua sudah menunggu di meja makan.'' Sedari tadi bik Asih terus mengetok pintu kamar Enzo agar anak itu keluar kamar unntuk makan malam.
Perlu kalian tahu sudah tiga hari ini anak itu mengunci diri di dalam kamar sejak dia ditampar oleh papa-nya. Dia kesal karena semua orang termasuk papa memarahinya karena masuk ruang BK. Dia merasa semua orang di rumah ini tidak menyayangi selain mama.
Lalu bagaimana anak itu makan jika kelaparan dan minum jika haus?
Jangan remehkan anak itu,sebelum melakukan aksi mogok dia sudah menyetok makanan dan minuman di dalam kamarnya walau hanya berupa snack-snack, buah-buahan dan beberapa botol air putih. Ah~ tapi makanan dan minuman yang ia setok nyatanya hanya cukup untuk dua hari. Lalu hari ini?
''Arrrrggh!'' Enzo merintih kesakitan memegangi perutnya, dia tersungkur di lantai. Satu harian ini dia tidak makan, belum lagi dua hari kemarin dia hanya memakan snack dan beberapa buah. Penyakit mag-nya kambuh.
''Dah lah bik, biarin aja. Dia sendiri kan yang milih buat mogok.'' kata Jeremy yang baru keluar dari kamarnya. Dia terlihat acuh dan paling cuek memang dengan keponakannya yang satu itu. Jeremy kemudian pergi ke ruang makan menemui keluarganya yang sudah berkumpul disana.
Tapi tetap saja bik Asih merasa kasihan dengan Enzo. Semua keluarga disini memang memperlakukannya dengan dingin dari mulai kakek, om, tante, bahkan papa yang akhir-akhir ini sikapnya berubah jadi dingin seperti yang lainnya. Hanya mama dan nenek yang benar-benar peduli padanya.
''Enzo belum mau keluar bik?'' tanya Kai menyusul bik Asih ke lantai dua setelah mendengar pernyataan Jeremy tadi di ruang makan kalau Enzo lagi-lagi tidak mau keluar.
Bik Asih menggeleng, menyesal.
''Bibik kembali aja ke dapur, Enzo biar saya yang urus.''
''Baik, Tuan.''
Setelah bik Asih pergi kai memanggil dan mengetuk pintu kamar putranya tapi tak kunjung ada jawaban. Namun, sebentar kemudian samar-samar Kai mendengar suara rintihan. Perasaannya mulai tak enak, Kai sudah bisa menebak apa yang terjadi di dalam.
Penyakit putranya pasti kambuh. Ah! Sebenarnya dari kemarin Kai sudah khawatir dengan Enzo karena anak itu tak pernah keluar kamar. Tapi, Kai sengaja membiarkan aksi mogok anaknya itu sebagai hukuman dan melihat apakah anaknya benar-benar sanggup melakukannya.
Kai pikir mungkin dalam beberapa jam anak itu akan keluar setelah aksi mogok yang tak bisa ditahannya. Tapi nyatanya Enzo anak yang gigih dan bisa bertahan selama tiga hari.
''Enzo! Enzo! Enzo! Aiissh!'' Karena tidak mendengar jawaban Kai terpaksa mendobrak pintu kamar putranya. Dia terkejut alang-kepalang melihat Enzo terkapar di lantai memegang perutnya yang sakit.
''ASTAGA ENZO!'' Kai berlari mendekati putranya yang sudah keringat dingin
''Aaaargh, sakit Pa.'' Rintihnya.
''Kamu harus bertahan, Nak. Papa bawa kamu ke rumah sakit.'' Kai menggendong Enzo ala bridge style dan segera membawanya kebawah.
''SILVIIIIIIII!'' Teriak Kai setelah sampai di ujung tangga. Semua orang di rumah itu mendengar teriakan Kai yang terdengar marah.
Perempuan yang dipanggil pun segera menghentikan kegiatan makannya dan segera menghampiri Kai. Dia nampak khawatir mendengar suara teriakan itu.
''ASTAGA ENZO!'' Silvi terkejut melihat Enzo dalam gendongan Kai sambil merintih
''Ikut aku ke rumah sakit, jaga Enzo di belakang!'' Perintahnya tegas dan langsung diiyakkan oleh Silvi. Bagaimana pun Silvi adalah ibunya tentu saja dia sangat khawatir sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Bunda, Ayah Dimana? [SUDAH TERBIT]
General FictionSeries kedua dari "Bidadari Yang Tak Diinginkan." Sepuluh tahun Arum telah pergi dari kediaman keluarga Jaster. Selama sepuluh tahun itu pula dia merawat dan membesarkan putrinya sendiri dengan bantuan Bagas, sahabatnya. Dan selama itu pula putri k...