Keesokan paginya usai waktu sarapan tiba Silvi menghampiri Arum di kamarnya. Saat itu Aruna tidak ada di dalam kamar gadis iitu berada di halaman belakang bersama Emil dan Jeremy yang mengajaknya bermain. Kedua pamannya itu merindukan Aruna setidaknya Aruna juuga lebih nyaman bersama keduanya dibandingkank ayahnya sendiri karena sebelumnya dia sudah sempat berteman akrab dengan Emil dan Jeremy.
Arum terkejut mendapati Silvi tiba-tiba masuk ke kamarnya dan menamparnya.
''Dasar perempuan licik,'' kata Silvi. Arum meringis kesakitan akibat tamparan itu. Dia menatap Silvi dengan tajam.
''Seharusnya kamu sudah mati!''
''Kamu benar-benar licik Arum. Jika kamu memang masih hidup kenapa tidak kembali dari dulu dan malah kembali setelah sepuluh tahun, HA?
''Kamu mau mmenghancurkan keluargaku? Kamu mau menghancurkan hubunganku dengan Kai lagi?''
''Justru kamu yang datang di kehidupanku bersama Mas Kai dan merusak semuanya,'' tunjuk Arum tidak mau kalah. Tentu dia tidak terima dikatakan sebagai penghancur hubungan Silvi dan Kai. memang sebelum dia menikah dengan Kai, suaminya itu pernah saling mencintai dengan Silvi tapi bukan berati dia mencurkan hubungan keduanya.
''Jika kamu tidak menerima perjodohan itu maka sudah seharusnya aku yang bersama Kai sampai kemudian kamu datang dikehidupannya, Arum.''
''Itu semua bukan salahku Silvi, itu semua takdir. Bukannya kamu juga dijodohkan saat itu dan membuat Mas Kai patah hati?''
Silvi kesal dan hendak menampar Arum tapi, Arum berhasil berhasil menahannya.
''Berani kamu iya?''
''Untuk apa aku takut? Aku bukan Arum yang lemah seperti dulu,'' Silvi menghentakan tangannya yang ditahan Arum.
''Sebaiknya kamu benar-benar pergi dari kehidupan Kai dan gak usah kembali jika kamu tidak ingin melihat anak kamu terluka,'' ancam Silvi.
''Sebelum kamu minta aku juga akan pergi dari sini,'' balas Arum.
''Bagus. Sebaiknya kamu benar-benar melakukannya.'' Setelahnya Silvi pergi.
* * *
Di halaman belakang rumah keluarga Jaster Arum sedang duduk bersama Emil yang sedang memandangi putranya bermain bersama Mba Lia, babysister-nya.''Kak,'' celetuk Emil membuat Arum menoleh. ''Apa kak Arum gak bisa kembali lagi kekeluarga ini?'' suara Emil sangat rendah tapi seperti memohon. Arum menunduk.
''Ka-kakak jangan salah paham ya. Aku udah gak ada perasaan kok sama kak Arum.'' Emil takut Arum masih berpikir kalau dia masih mencintainya sehingga juga menjadi salah satu alasan yang membuat perempuan itu tidak mau kembali. Kemudian Arum terkekeh.
''Aku tahu kok, Mil. Aku hanya gak bisa kembali.''
''Kenapa kak?'' Emil memiringkan tubuhnya melihat Arum yang masih menuduk sambil menggengam sendiri tangannya seperti menahan perasaan.
Dengan satu tarikan napas Arum menjawab, ''Aku udah bahagia bersama Aruna dan Bagas.''
Sementara itu Jeremy sedang menikmati cemilannya di ruang tv saat dia sedang asik chatingan dengan Manda, guru privat Enzo yang memang sudah beberapa hari ini tidak masuk karena diliburkan oleh Kai karena masalah keluarganya.
Untuk mengobati rasa rindu pada wanita yang diam-diam ia cintai itu, Jeremy berkomunikasi dengannya melalui sosial media bahkan terkadang sesekali dia mampir ke rumah Manda dan menjenguk calon mertua.
Tv di hadapan pria itu menyala. Namun, pandangan matanya tak lepas dari ponselnya dan cekikikan sendiri. Jeremy memang selalu bisa tertawa kalau sudah dengan Manda. Dia akan menjadi dirinya sendiri di hadapan wanita itu. Berbanding terbalik jika dia berhadapan dengan keluarganya-bersikap dingin dan cuek.
Sampai kemudian telinganya menangkap berita dari tv yang mau tidak mau membuat atensiya beralih dari ponsel menuju tv yang ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Bunda, Ayah Dimana? [SUDAH TERBIT]
Ficción GeneralSeries kedua dari "Bidadari Yang Tak Diinginkan." Sepuluh tahun Arum telah pergi dari kediaman keluarga Jaster. Selama sepuluh tahun itu pula dia merawat dan membesarkan putrinya sendiri dengan bantuan Bagas, sahabatnya. Dan selama itu pula putri k...