17. Diam-Diam Tapi Mau

2.3K 126 11
                                    

Di pojok ruangan Jeremy duduk dengan laptop di hadapannya. Dia berada di kafe sambil mengerjakan pekerjaannya. Segelas Amerikano menemani aktivitasnya. Sudah sekitar satu jam pria itu duduk di pojokan. Kafe tidak terlalu ramai di jam sepuluh pagi ini.

Hingga suara ribut-ribut mengacaukan konsentrasinya. Suara itu berasal dari hadapannya-hanya berjarak tiga meter. Sekelompok laki-laki berjumlah lima orang mengganggu wanita berhijab yang duduk sendiri disana.

''Lo si Ratu kampus kan?''

''Ahh, iya bener nih, lo si Ratu kampus.''

''Eh bukan, tapi udah berubah jadi kupu-kupu malam. BWAHAHA!''

''PFFFTT. Ada apa dengan pakaian lo, gak cocok.'' Pria berjaket ungu menyentil kerudung si wanita.

''Hentikan, jangan sentuh aku.''

''Jiih, gak usah sok suci. HAHAHA.''
Jeremy melihat pemandangan itu dan membuatnya kesal. Sudahlah mengganggu konsentrasinya ditambah seorang wanita tersakiti di hadapannya. Dan itu tak bisa dibiarkan. Jeremy bangkit menghampiri mereka bahkan menahan tangan si pria saat hendak menyentuh wanita tersebut.

''CK! Siapa yang berani---''

''Apa?''

''Siapa lo, HA?'' Dia menepis lengannya dari cengkraman tangan Jeremy.

''Mas Jeremy?''celetuk wanita yang diganggu tadi yang tidak lain adalah Manda, guru privat Enzo.

''Lo gak apa-apa?'' tanya Jeremy meliriknya sebentar dan Manda menggeleng.

''Waah mainan baru lo ni?'' Cowok berjaket ungu itu memperhatikan Jeremy dari ujung kepala hingga kaki dan  yang di tatap mengerutkan kening-tak suka.

''Cih, hey, lo gak usah sok suci begini. Sekali jalang ya tetep jalang.'' Amarah Jeremy tak bisa ditahan apalagi setelah melihat Manda meneteskan air mata. Dia pun menonjok pelipis cowok berbaju ungu dan terhuyung karenanya.

''JAGA BICARA LO IYA!''

''DASAR KURANG AJAR!''

BUGH. Jeremy di tinju mengenai bibirnya hingga berdarah. Terjadilah perkelahian di sana dan memberantakkan kafe. Tentu para pelanggan yang ada disana jadi ketakutan dan waiter berusaha melerai namun percuma hingga Manda sendiri yang menghentikan Jeremy.

''Mas sudah mas, aku gak apa-apa.'' Manda memegangi lengan Jeremy agar tidak meneruskan perkelahian.

''AWAS AJA LO!'' Sekelompok pria itu pergi karena nyatanya mereka kalah telak dengan Jeremy.

''Dasar pria brengsek!'' Gerutu Jeremy dan  dituntun duduk oleh Manda. Pria melihat kekacauan yang telah dia perbuat dan melirik waiter yang agak panik dan khawatir lantaran kafe berantakan membuat para pelanggan yang lain pergi.

''Hey?'' Panggil Jeremy pada salah satu waiter perempuan, waiter itu menghadapnya dengan takut.

''Iya Tuan?''

Jeremy mengeluarkan dompet dari saku celana lalu mengeluarkan black card-nya. ''Ini  buat ganti rugi semuanya termasuk bayaran untuk pelanggan yang lain yang merasa dirugikan.''

''He-eh?'' si waiter agak terkejut

''Cepet ambil. Dan saya minta maaf sudah membuat keributan.''

''I-iya Tuan.'' Waiter itu meraih black card milik Jeremy dan mengurusnya.

''Lo gak apa-apa?'' tanya Jeremy pada Manda yang agak masih ketakutan karena peristiwa tadi. Dia mengusap air matanya tapi menetes lagi.
Jeremy meraih sapu tangan dari saku jasnya dan memberikan pada Manda. perempuan itu menerimanya. Mengusap air mata kemudian menatap Jeremy yang sudah babak belur. Manda kemudain mengambil tisu diatas meja dan membantu membersihkan darah yang ada di bibir Jeremy.

[2] Bunda, Ayah Dimana? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang