Three : New Person And Weird Friend

70 25 60
                                    

Waktu menunjukkan pukul lima pagi, Alea bangun dengan wajah kusut alih-alih merasa segar. Mimpi buruk mengganggunya sepanjang malam. Helaan nafas menjadi satu-satunya yang sangat jelas terdengar diruang sunyi itu.

Gadis itu duduk di kasurnya sembari memijat tengkuknya yang terasa pegal juga bahunya.

Ini hari sabtu, ia libur bekerja, berarti yang harus dilakukannya adalah berdiam diri di rumah yang memang sangat nyaman tetapi juga sangat sepi. Kesepian itu yang merusak semua kenyamanan yang ada, sebab karena kesepian itu Alea jadi memiliki banyak waktu dengan pikiran nya sendiri yang sering kali menyebabkan kepalanya memutar ulang adegan 10 tahun lalu. Kejadian yang bukan hanya menghabisi keluarga nya tetapi juga jiwanya setiap hari.

Alea keluar dari kamarnya, ia membuka gorden besar yang menutupi kaca besar di ruang tengah itu.

Diluar sana masih gelap, belum ada tanda-tanda cahaya matahari. Namun Alea tidak takut akan kegelapan. Katanya, apa yang bisa lebih menyeramkan dari kegelapan sementara dalam pikirannya sendiri kini seperti sedang dikejar-kejar pembunuh bayaran.

Gadis dengan rambut panjang yang masih berantakan itu duduk di depan kaca besar itu, menghadap kehalaman yang kini justru memantulkan bayangan sendiri alih-alih pemandangan halaman.

"Menyedihkan." gumamnya seraya membetulkan rambut.

Alea memejamkan matanya, untuk kali ini yang dilihatnya saat mata tertutup bukan kejadian tragis itu. Tetapi kenangan manis dengan keluarganya.

Dulu, diwaktu yang sama di hari yang sama, seluruh anggota keluarga Alea sudah sibuk dengan aktivitas masing-masingnya untuk menyelesaikan tugasnya sebelum akhir pekan tiba. Ada ayah yang bersiap ke kantor, ada ibu yang 'bertempur' di dapur, ada kakak yang bersiap kesekolah termasuk dirinya dan kedua adik kembarnya"

"Kak Jidan! Aku pinjem kaos kaki ya"— Rai salah satu adik kembar Alea yang saat itu duduk di bangku kelas satu sekolah menengah pertama berlari dari kamarnya menuju kamar kakak sulungnya.

Jidan—kakak sulung Alea yang duduk di bangku kelas dua SMA—yang sedang memakai dasi menoleh ke arah Rai dengan kesal. "Kemarin kamu pinjem kaos kaki aja nggak dibalikin akhirnya."

"Ah kak, kali ini aja. Besok aku beli selusin beneran."

"Kalo kamu kayak gini terus, bisa-bisa abis kaos kaki kita semua mau kamu beli selusin sekalipun!"

"Sekali lagi aja kak, nanti aku inget lagi-lagi deh dimana kaos kaki yang kemarin-kemarin sama kemarin nya lagi. Kayak ada di kolong meja atau di pojokan kelas gitu."

Meski dengan menggerutu serta setengah hati, Jidan beranjak mengambil kaos kakinya yang tersisa diberikan pada adiknya.

Sementara itu, Rael—kembaran Rai, ia perempuan. Mereka berdua kembar tidak identik— berlari menghampiri Alea dengan senyum yang dikembangkan sebaik mungkin.

"Kak Essa, aku gak kayak Rai kok. Aku gak akan pinjem kaos kaki kakak." ujar Rael sembari mengambil duduk di ujung ranjang Alea.

Alea yang sedang menata rambutnya, tidak berbeda dengan Jidan ia menatap adiknya dengan malas. "Tapi mau pinjem uang kakak kan? Uang jajan mingguanmu udah abis?"

Rael tersenyum semakin manis demi meluluhkan hati kakaknya. "Temen-temen banyak yang gak bawa uang, jadi aku traktir."

Alea yang saat itu duduk dibangku SMA tidak memiliki banyak uang seperti sekarang. Uang jajannya sama terbatas dengan adik-adik nya. "Kan kakak udah bilang Ael, jangan suka traktir temen banyak-banyak. Kamu itu bukan anak sultan! Sana minta ibu aja ah."

U-turn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang