Happy reading.
"Mami gue ngajak lo makan di rumah."
"Aduh." Ponsel Arum terjatuh mengenai tulang hidungnya. "Lo bilang apa tadi?"
Loli cekikikan di samping Arum sambil memamerkan senyum jahil. "Biasa aja dong muka, lo," bisiknya yang dibalas dengan cubitan Arum di pinggangnya.
"Mami ngajak makan di rumah."
"Kenapa?"
"Katanya mau ngucapin makasih karena udah bantuin gue."
Arum bangkit dari tempat tidur. Duduk depan meja riasnya. Menatap penampilan barunya dengan rambut sebahu. Hal ternekad yang pernah dia lakukan setelah tujuh belas tahun hidup di dunia. Memotong sendiri rambutnya. Untung saja kemarin malam setelah Boy menghantarnya kembali ke rumah, Loli datang dan menenaninya ke salon. Merapikan potongan rambutnya.
"Gue malu."
"Kenapa malu, sih? Mami gue kan mau ngucapin makasih doang. Bukan mau ngelamar elo, Rum." Lalu setelah menagtakan itu Arum mendengar suara wanita menggerutu di dekat Boy. "Ngupas kentangnya yang bener dong, Boy. Itu bentuknya nggak sama."
Arum tertawa. "Lo lagi apa sih?"
"Lah ketawa. Ini gue lagi bantuin Mami ngupas kentang. Mau buat perkedel, nih. Jadi lo harus datang. Mami udah masak kaya mau hajatan aja, nih. Banyak banget."
Bukannya tidak mau. Arum hanya bingung bagaimana dia akan berada di tengah keluarga Boy. Arum yang introvert sedikit kesulitan berada di tengah orang asing. Harus memulai obrolan seperti apa atau topik apa yang akan mereka bahas.
"Gue nggak pede kalau rame."
"Mami sama Papi doang, kok. Nggak ngundang RT sama tetangga. Paling pengulu doang." Boy terbahak. "Aduh, Mi. Sakit. Boy kan cuma bercanda."
Arum tidak tahu apa yang terjadi di seberang sana. Tapi dia terhibur mendengar interaksi Boy dengan Maminya. "Gue datengnya jam berapa?"
"Gue jemput aja."
Arum menggeleng meskipun Boy tidak ada di hadapannya. "Nggak usah."
"Gue jemput. Jangan nolak. Lo nggak tau ini Mami gue udah siap-siap lempar wajan kalau gue biarin cewek dateng sendiri."
"Oke."
"Cieee." Loli terkikik. Dia mendekap bantal sambil menaik-naikkan alis. "Ada yang diajak main ke rumah. Ketemu Papi sama Mami."
Arum terlihat muak dengan muka sok imut Loli yang ditujukan untuk menggodanya. Sejak tadi malam dia senang sekali meledek Arum karena mengetahui Arum lebih dulu menceritakan masalahnya pada Boy. Biasanya apapun yang Arum alami, orang pertama yang tahu adalah Loli. Tapi Arum juga bingung dengan dirinya sendiri. Saat dirinya hampir hancur karena kebenaran yang terungkap dari Papa dan Mama, orang pertama yang terlintas di benaknya adalah Boy.
"Apaan sih?" Arum menutupi perasaan gugupnya dengan mengunyah sepotong cake coklat.
"Nggak usah ngelak lo." Loli menunjuk wajah Arum. "Sebenarnya gue masih marah karena lo lebih ingat Boy daripada gue."
"Gue takut ganggu lo." Arum berdalih. "Kan lo lagi sibuk bimbel."
Loli berdecak. "Alesan lo. Gue nggak pernah keberatan dengerin cerita lo. Lo inget waktu SMP lo gagal sekali jadi juara kelas. Lo nagis di kamar gue sampai jam tiga pagi. Padahal lo tau gue lagi sakit gigi."
Arum tersenyum. Dia menghampiri Loli ke tempat tidur lalu memeluk sahabatnya itu. "Makasih selalu ada buat gue. Nggak usah ngambek gitu dong."
Loli bersedekap, pura-pura cemberut. "Males ah. Setelah kenal Boy, lo lupain gue. Padahal gue berharap selalu ada buat dengerin semua masalah lo. Ngedukung apapun yang terbaik buat lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Tobat
Teen FictionAda yang rindu mantan? Ada yang lagi berjuang buat balikan? Boy sedang berada di dalam fase gagal move in, saat mantan memintanya lukus di Fakuktas Kedokteran. Boro-boro lulus kedokteran, dapat nilai Fisika sama Kimia enam puluh aja, Boy udah meras...