Happy Reading
"Are you happy?"
Hingga detik ini mungkin jawaban Arum masih tetap sama dengan hari-hari kemarin. Jawabannya tentu saja dia tidak bahagia. Dengan banyaknya waktu dia habiskan untuk meratapi kepergian Papa. Dan ketika akhirnya kedatangan Papa yan tidak pernah dia duga serta sebuah kebenaran mengalahkan dirinya dan segala kepura-puraannya untuk terlihat tetap tangguh.
Dia terputukul. Terjatuh. Lalu terjungkal. Dia menangis. Terluka. Dan dia tidak tahu arah mana yang akan dia tapaki selanjutnya. Namun dia hanya sedang mencoba untuk mencari kebahagiaan itu. Yang dia sendiri sebenarnya tidak tahu apa makna dari kata bahagia.
"Ma?"
Arum mendekat. Ada perasaan bersalah saat Arum mendapati Mama menangis sambil mendekap foto masa kecilnya. Tangannya terulur. Mengusap pelan pundak Mama. Mereka berdua saling tatap. Ada rindu yang tertumpuk di sana. Setelah beberapa hari tidak saling sapa. Akirnya Arum mengaku kalah. Dia sangat merindukan Mama.
"Maafin Arum, Ma."
"Mama yang salah, Rum. Mama tahu kelakuan Mama saat itu tidak bisa dibenarkan." Mama meletakkan foto Arum di nakas. "Mama membuat kesalahan karena mendekati Papa, padahal dia sudah punya keluarga sendiri."
Arum menunduk. Dia tidak suka setiap kali mendengar pengkuan itu.
"Sakit sekali rasanya saat Papa pergi dari kita, Rum. Mama menyayangi Papa. Tapi harus mengikhlaskan dia pergi. Mama hanya istri kedua. Mama harus melepas Papa. Di saat itu, Mama juga bingung bagaimana Mama harus menjelaskan kebenaran pada kamu, sayang." Mama menarik nafas dalam. "Tapi itu mungkin hukuman untuk kesalahan Mama."
Arum menghembuskan nafas kencang. Matanya terasa perih sekali. Ada cairan bening yang kembali menetes meski sudah dicegah sekuah tenaga.
"Tapi Mama nggak pernah menyesali kehadiran kamu di dunia, Rum.Kamu adalah anugerah untuk Mama." Mama menatap Arum lembut. Di sela-sela tangisnya, dia mencoba tersenyum. "Kamu adalah alasan Mama untuk tetap bahagia, Rum. Cuma kamu yang mama punya. Mama nggak bisa kalau harus kehilangan kamu."
Arum mengangkat wajah. Beberapa hari belakangan dadanya terasa sesak dengan setiap kali mengingat Mama adalah istri kedua Papa. Dia lahir dari sebuah kebodohan. Dan berbagai pikiran negatif yang menyudutkan Mama. Namun hari ini, pengakuan Mama membuatnya harus berpikir berkali-kali untuk marah pada perempuan yang sudah mempertaruhkan hidup untuk melahirkan dan membesarkannya.
"Maaf, Ma."
Lagi-lagi hanya kata maaf yang keluar dari bibir Arum. Dia mendekat lalu memeluk Mama dari samping. Betapa kejamnya dia kalau harus membenci Mama. Serorang perempuan tangguh yang setiap hari pergi saat matahari belum terbit dan kembali saat sang surya sudah terbenam. Semua dilakukan hanya untuk kebahagiaan Arum.
"Jangan marah lagi sama Mama ya, Rum."
Arum mengangguk sejenak lalu kembali membenamkan wajah di pundak Mama.
"Mama nggak kuat lihat kamu marah. Mama sayang kamu, Rum."
Arum meringis. "Arum juga capek, Ma kalau ngambek terus. Arum gengsi makan banyak kalau lagi marah. Terus malamnya Arum lapar."
Mama terkekeh pelan. "Aduh kasian nih anak Mama." Mama mengacak rambut pendek Arum. "Mama mungkin belum bisa jadi yang terbaik. Tapi Mama akan selalu berusaha selau ada buat kamu, Rum. Berusaha semaksimal mungkin untuk kesuksesan kamu."
Arum menggeleng. Dia mengigit bibirnya kuat-kuat menahan tangisnya. Dia cengeng sekali akhir-akhir ini. "Mama adalah mama terbaik buat Arum. Makasih, Ma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Tobat
Fiksi RemajaAda yang rindu mantan? Ada yang lagi berjuang buat balikan? Boy sedang berada di dalam fase gagal move in, saat mantan memintanya lukus di Fakuktas Kedokteran. Boro-boro lulus kedokteran, dapat nilai Fisika sama Kimia enam puluh aja, Boy udah meras...