Happy Reading
Boy memperhatikan tumpukan buku di meja belajarnya. Mengerjakan puluhan soal berhasil mengalihkan pikirannya dari Arum. Dia membuka ponsel. Ada beberapa pesan dari Valery. Dan semua dia jawab seperlunya dengan alasan tidak ingin mengganggu konsentrasinya. Ada juga puluhan notifikasi dari Aldo untuk sekedar menggodanya. Mengingatkannya untuk memilih antara Arum atau Vale. Tidak perlu dijawab. Semua orang tahu pasati Boy akan memilih siapa. Buktinya hingga detik ini Boy masih berjuang kuliah di FK UI.
"Serius banget lo."
Bang Arga melenggang masuk. Diikuti Shelia di belakangnya. Semenjak kepulangan Bang Arga, gadis kecil itu lebih memilih tinggal di rumah Papi daripada di rumahnya sendiri.
"Om Boyben lagi apa?" Sheli melirik Boy sejenak lalu mengikuti Bang Arga duduk di jendela. Tempat kesukaan Boy.
"Om Boyben lagi belajar Sheli," jawab Bang Arga.
"Dulu Om Boyben nggak pelnah belajal," balas Sheli.
"Kan om kamu yang gateng ini udah tobat." Boy tertawa. "Sini, Om ajarin kamu Matematika."
Shelia menggeleng sambil memeluk lengan Bang Arga. "Sheli mau beli es klim sama Om Alga."
"Beli es krim sama Om Boy aja, ya." Boy tersenyum membujuk Sheli.
"Nggak mau."
"Lo mau lanjut ke universitas mana?"
Boy mengedikkan bahu. Takut jawabnnya membuat Bang Arga tertawa meremehkannya.
"Gue kira lo udah tau." Bang Arga menaikkan alis. "UN bentar lagi. Lo dah harus tau mau masuk jurusan apa."
"Gue mau ngambil jurusan kedokteran."
"Kedokteran?" tanya Bang Arga. Sedikit heran mendenar jawaban Boy. "Nggak salah, tuh."
"Emang kenapa, bang?" Boy menaikkan alis. "Lo ragu sama kemampuan gue?"
"Gue nggak pernah ragu sama lo. Asal ada kemauan, gue yakin lo pasti bisa. Lo aja yang selama ini rendah diri sama kemampuan lo."
"Terus kenapa lo kaya nggak percaya gitu kalau gue bakal masuk kedokteran, bang?"
Bang Arga tersenyum miring. "Semenjak lo ngasih usul buat desain ulang rumah Papi yang di Bogor, gue kira lo tertarik desain. Awalnya gue ngira lo bakal ngambil jurusan arsitektur."
Lo nggak tau gue sebucin apa, bang. Ini tuh demi mantan. Lo yang jomblo nggak bakal paham, dah.
"Gue sih dukung apapun pilihan lo. Papi sama Mami juga pasti ngelakuin hal yang sama. Kita semua diberi kebebasan untuk milih bidang apa yang kita suka. Gue, Bang Leo, Bang Arsen, dan elo. Kita bebas menentukan apa yang cocok buat kita."
Boy mengangguk. Benar kata Bang Arga. Sejak masih kecil, mereka selalu diberi kebebasan untuk menekuni bidang apa yang mereka suka. Mengembangkan bakat apa yang mereka miliki. Mungkin hanya Boy yang melenceng dari abang-abangnya. Dia terlalu dimanja Mami. Jadinya dia lebih suka bermalas-malasan.
"Kali ini gue udah yakin banget mau kuliah kedokteran."
"Konsul ke kak Windi dulu deh lo."
"Nggak perlu, bang. Gue bakal tanggung jawab kok."
Bang Arga mengangguk. "Gue harap lo bisa bertanggung jawab atas apa yang akan lo pilih. Bukan cuma sebatas masuk jurusan itu tapi kedepannya lo harus bisa beradaptasi dan mencintai bidang apapun yang udah menjadi keputusan lo."
Andai Boy bisa berpikir seperti Bang Arga. Sayangnya dia tida bisa melakukan itu. Dia sudah bersikeras akan mengejar impiannya dan Valery.
"Arumi sama lo pacaran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Tobat
Ficção AdolescenteAda yang rindu mantan? Ada yang lagi berjuang buat balikan? Boy sedang berada di dalam fase gagal move in, saat mantan memintanya lukus di Fakuktas Kedokteran. Boro-boro lulus kedokteran, dapat nilai Fisika sama Kimia enam puluh aja, Boy udah meras...