Bab 3

7.6K 925 29
                                    

Selamat Membaca!


Setelah makan siang kami memilih duduk-duduk di ruang keluarga. Mbak Vini duduk di sofa sambil menyusui Rayhan yang sepertinya mengantuk. Mas Adit duduk di sebelahnya. Aku dan Mas Vidi duduk di karpet sambil menemani Rayyan yang bermain dengan mainannya.

Tiba-tiba Mbak Vini berkata, "Kalau kayak gini kayak dua keluarga sama anaknya masing-masing, ya?"

Perkataan Mbak Vini membuatku terkejut.

"Bu!" tegur Mas Adit pada istrinya. "Kasihan Dinda tuh malu!"

Pasti wajahku memerah.

"Becanda, Din!" Mbak Vini meringis.

"Bilang aja si Kakak mau memanfaatkan gue sama Dinda buat ngurus si kembar," cibir Mas Vidi pada kakaknya.

"Iyalah, tuh tahu! Mumpung lo di sini gue manfaatkan lah!" Mbak Vini tidak mau kalah.

"Makanya kalau bikin jangan rajin-rajin. Langsung jadi dua kan," cibirnya lagi. "Aduh! Kak, lagi nyusuin juga masih bisa coba nyubit pake kaki. Heran, deh!"

Mas Vidi mengusap-usap tangannya yang kena cubitan kaki Mbak Vini.

"Mulut dijaga, ya! Ada anak kecil!"

Mas Adit hanya geleng-gelang kepala melihat kedua kakak-beradik itu.

"Kak, lo tuh terlalu physical attack untuk Mas Adit yang physical touch. Heran gue Mas Adit betah sama lo."

Aku melihat Mbak Vini akhirnya hanya menghela napas kesal untuk adiknya setelah Mas Adit menggelengkan kepala meminta Mbak Vini untuk tidak meladeni Vidi.

"Mumpung Dinda di sini mending kita bicarain rencana trip dua minggu ini. Kita mau kemana aja?" ajak Mas Adit.

"Eh, iya! Bener juga si Ayah," kata Mbak Vini.

Aku dan keluarga Mas Adit memang sudah memiliki rencana memanfaatkan dua minggu terakhir kami di sini untuk berpergian ke beberapa kota di Jerman sambil menghabiskan izin tinggal kami. Kebetulan aku dan Mas Adit sudah tidak perlu masuk kantor lagi. Jadi kami bisa memanfaatkan penuh dua minggu tersebut.

Sebelumnya kami juga sudah mengurus beberapa keperluan terkait kepulangan kami. Seperti terminasi beberapa kontrak, seperti kontrak sampah, listrik, sewa rumah. Kami juga akan mengurus Surat Pulang habis ke Konsulat Jendral Republik Indonesia di Frankfurt. Salah satunya agar barang-barang kami tidak terkena biaya pajak dan bea masuk. Aku membeli beberapa tas bermerek untuk oleh-oleh dan surat itu bisa membuatku tidak terkena pajak tambahan.

Selain itu aku juga sudah mengecat ulang apartemenku. Vermieter atau pemilik apartemen yang kutinggali memintaku untuk mengecat ulang apartemen sebelum meninggalkannya. Aku membeli peralatan catnya dan mengecat sendiri. Hal itu sudah aku cicil selama dua minggu terakhir kemarin. Untung saja ruangannya tidak terlalu luas.

Di sini kita memang dituntut untuk bisa mengerjakan banyak urusan pertukangan sendiri karena menyewa jasa tukang mahal. Mereka profesional bahkan untuk menjadi tukang cat kamu harus ikut Ausbildung atau pelatihan selama satu tahun.

Dan kami juga berencana akan mengirimkan beberapa barang lewat kargo ke Indonesia. Seperti contohnya aku membeli beberapa buku dan mesin kopi untuk Papa di sini. Beberapa pakaian dan sepatu musim dingin juga akan aku kirimkan lewat kargo. Mengirimnya dengan kargo jauh lebih murah daripada kami kena ekstra bagasi pesawat.

Tapi kemarin Mbak Vini tetap membeli ekstra bagasi pesawat karena mereka harus membawa perlengkapan si kembar yang tidak mendapatkan jatah bagasi. Lumayan hampir 500 Euro, dua kali lipat dari biaya kargo yang mereka akan kirim ke Indonesia.

In A Rush (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang