Another bonus from me! Tapi minggu depan udah normal up, ya! Soalnya takut gak kekejar nulisnya.
Enjoy!
Akhirnya aku memilih untuk menerima panggilan dari Mas Vidi.
Iya, aku tahu kalau aku salah. Tidak boleh lagi aku bermain hati dengan Mas Vidi. Tapi izinkan aku kali ini mendengar suaranya. Sungguh aku sangat merindukannya.
"Halo, Mas, Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikum salam. Gimana, masih capek gak?" tanyanya.
Mas Vidi itu punya suara rendah yang enak didengar. Dan lewat telepon begini suaranya makin terasa empuk. Jadi serasa tiduran di atas awan saat menerima teleponnya sambil tiduran begini.
"Kalau capek relatif, Mas! Cuma masih adaptasi jam biologis aja. Jam biologisnya masih seperti waktu di Jerman. Jadi saya baru ngantuk jam dua pagi gitu semalam. Gak tahu deh nanti malam gimana? Mas sendiri udah cukup belum istirahatnya?"
"Udah, kok. Aku juga sama kayak kamu, masih adaptasi jam biologis. Padahal aku cuma setahun, ya?"
"Itu waktu yang cukup lama juga, Mas. Mas Vidi mulai kerja kapan?"
"Mulai minggu depan. Sama kayak Mas Adit dan kamu. Aku dengar dari Dept Head di kantor, kayaknya aku mau dipromosikan ke kantor pusat. Ada kasus penggelapan di kantorku dan salah satu tersangkanya auditor di pusat. Kayaknya aku bakalan gantiin dia."
"So, it means what you wished for your career will come true soon. Mulai kapan Mas pindah kantor?"
"Belum tahu juga. Ini masih baru gosip-gosip aja."
"Oh! Nanti Mas Vidi kerja bareng Mas Raka, ya kalau begitu?"
"Iya, betul. Kamu mau menikah kapan sama dia, Din?"
Pertanyaan Mas Vidi membuat aku memejamkan mata. Rasanya ada sesuatu yang menusuk perih dihatiku.
"Awal Januari, Mas."
"Heem, sebentar lagi, ya. Mas Raka bukannya kerabat kamu, Din?
"Mas Raka sebenarnya anak dari teman dekatnya Mama. Kami sudah biasa bertemu sejak kecil. Keluarga kami cukup dekat."
"Kalian udah lama pacaran?" Tapi dia cepat-cepat berbicara lagi. "Maaf, gak usah dijawab!"
Tapi aku memutuskan untuk menjawab pertanyaannya.
"Saya gak pacaran dengan Mas Raka sebenarnya. Orang tua kami yang punya ide mendekatkan kami. Ternyata kami saling merasa nyaman."
"Kamu cinta sama Mas Raka, Din?"
Kenapa dia masih bertanya seperti itu disaat dia sendiri tahu siapa yang ada dihatiku.
"Insyaallah, saya akan mencintai suami saya, Mas." Tapi aku memilih untuk menjawab seperti ini.
Dan kalimat itu membuat kami berdua terdiam sebelum akhirnya aku memutuskan untuk pamit pada Mas Vidi karena mendengar Mama memanggil dan memintaku keluar dari kamar.
Aku mengucapkan kalimat tadi bukan hanya untuk menghentikan apapun yang Mas Vidi rasakan padaku tapi juga menyadarkan diriku kembali kalau sudah tidak ada lagi kesempatan untukku memilikinya.
**
Saat keluar dari kamar aku langsung bisa melihat kalau kami kedatangan tamu. Mas Raka dan keluarganya. Untung saja aku terbiasa memakai baju yang sopan di rumah jadi tidak masalah ketika ada tamu datang seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
In A Rush (Selesai)
ChickLitAdinda Kinanthi jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Aditya Ranggasena. Dia menyukainya beberapa tahun tapi tidak pernah melakukan pendekatan lebih dari rekan kerja. Padahal dia satu-satunya harapan Dinda untuk keluar dari perjodohan dengan Rak...