Bab 23

5.3K 786 104
                                    

Guten Morgen! Selamat membaca!


Aku sampai di rumah kos Malika pukul satu siang. Malika kos di daerah Kebon Kacang, Tanah Abang. Lokasi yang tidak terlalu jauh dari kantor kami. Malika menyambutku di gerbang kosnya dengan wajah yang bingung saat melihat aku membawa dua koper bersamaku.

"Kenapa bawa koper? Kebanyakan kali kalau kamu mau sekalian ke Bali. Kita kan gak sampai seminggu di sana," heran Malika. Kemarin aku memang hanya bilang ingin menginap di tempatnya tanpa memberitahu alasannya. Dulu sebelum aku pergi ke Jerman kami beberapa kali saling menginap.

"Nanti saya jelaskan di dalam, Lika."

"Oh, iya, maaf. Ya sudah, yuk, masuk!" Malika membantu membawa satu koperku. Kami berdua berjalan menuju kamarnya.

Setelah menaruh koperku di salah satu sisi kamarnya dan kami berdua duduk di atas karpet di samping tempat tidur aku langsung bertanya, "Di sini ada kamar kosong gak, Lika?"

"Emang kenapa apartemen kamu?" Malika tahu dimana aku tinggal. Aku pernah memberitahunya.

"Saya gak bisa tinggal di sana lagi, Lik."

"Kayaknya sih penuh semua, ya, Din. Tapi nanti aku tanya pengelolanya. Siapa tahu dia tahu ada tempat kosong di sekitar sini."

"Makasih, ya, Lika. Tapi boleh gak saya nginep sini sampai kita ke Bali? Mudah-mudahan pulang dari Bali sudah dapat kos baru. Selama kita di Bali saya juga boleh titip barang-barang di sini gak, Lika?"

"Iya, boleh, gak papa."

"Makasih, Lika," ucapku tulus. Kalau tidak ada Malika aku pasti bingung sekarang.

"Kamu ada masalah, ya, Din? Aku lihat kamu sepertinya sedang banyak yang dipikir."

Aku tersenyum sedih padanya. "Ada sedikit masalah."

"Kamu mau cerita sama aku?" Aku menggeleng kepadanya. Tiba mata Malika membola. "Dinda! Ya ampun, aku akhirnya ingat dimana pernah ketemu calon suami kamu!"

Aku memandang Malika dengan satu alis terangkat. "Eh, dimana memangnya?!"

"Apartemen temanku, tempatku nginep kemarin!"

"Apartemen teman kamu yang kerja di bank bawah?" Aku bingung dengan apa yang akan diberitahukan Malika.

"Iya, benar. Aku ketemu dia beberapa kali di kawasan apartemen temanku."

Sedang apa Mas Raka di sana? Mas Raka setahuku masih tinggal di tempat kosnya yang dulu.

Aku memandang Malika bingung.

"Kamu ingat Sebastian yang sering diomongin Mbak Tiwi?" Aku menganggukkan kepala. Aku sendiri sudah pernah melihat Sebastian. "Ingat aku pernah bilang dia punya pasangan sesama jenis yang aku temui waktu liburan di Bali?"

"Ingat. Memangnya kenapa?"

"Pasangannya itu tinggal di lantai yang sama dengan temanku. Dan aku beberapa kali ketemu calon suami kamu dengan orang itu." Napasku tercekat mendengar penjelasan Malika. Jadi benar Mas Raka penyuka sesama jenis?!

"Kamu mengingatnya dengan benar, Lika?" tanyaku untuk memastikan.

"Iya, tentu saja! Aku baru melihat calon suami kamu di sana hari Jumat lalu. Aku lupa kemarin karena sudah lama calon suami kamu tidak terlihat di sana. Temanku juga bilang begitu. Calon suami kamu pasti tidak mengenaliku karena dia tidak pernah bertemu muka langsung denganku saat bertemu di sana."

Aku memejamkan mata mendengarkan penjelasan Malika. Kepalaku tiba-tiba pusing.

"Din, kamu gak papa?" tanya Malika dengan nada khawatir. "Tapi kamu kayaknya gak terlalu syok dengan apa yang aku kasih tahu. Apa kamu sudah tahu tentang hal ini, Din?"

In A Rush (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang