Epilog

8.2K 806 124
                                    

Here we go! The last part!

Met baca, semuanya!


"Mama landak, bangun, yuk!" Aku merasa ada yang memelukku dan ada banyak ciuman mendarat di wajahku. Ini pasti kerjaan Mas Vidi. "Cinta, udah jam delapan! Kamu belum sarapan!"

"Eeehhmm!!! Jangan ganggu, Papa! Mama masih ngantuk!" Aku memang belum lama tidur. Baru sejak habis subuh tadi. Sudah beberapa bulan ini aku sulit tidur di malam hari.

"Sarapan dulu. Jam 10 kan mau kontrol ke dokter. Nanti telat, lho kalau gak bangun sekarang!"

"Rumah sakitnya gak jauh, kok dari sini. Berangkat jam setengah 10 juga masih bisa."

Aku dan Mas Vidi sekarang tinggal di apartemen di bilangan Tebet dan rumah sakit tempat aku kontrol kandungan terletak di Jatinegara.

"Nanti malah buru-buru! Yuk, bangun, Cinta. Kasihan lho baby kita lapar!"

"Tadi malam aku hampir gak tidur, ya! Karena siapa coba? Bukan cuma baby kita yang bikin aku gak bisa tidur," ucapku kesal masih sambil merem, menolak bangun.

"Iya, salah Papanya juga." Dia mengaku salah. "Aku pernah dengar dari Mama kalau udah bulannya tuh kita mesti lebih sering. Papanya harus sering bertamu, gedor-gedor pintunya biar cepat dibukain sama baby-nya."

Aku memukul lengan atasnya. "Ish! Sana, ah! Iya, nanti Dinda bangun, Mas." Aku mendorong dadanya.

"Enggak! Mama bangun dulu."

Akhirnya mau tidak mau aku membuka mata karena aku merasakan kalau lapar. Duh, bayiku ini memang jagonya makan sampai dia sempat kebesaran di dalam perutku. Mamanya sendiri sudah naik 16kg.

"Cinta, hari ini setelah kontrol Mas mau ajak kamu buat jenguk seseorang. Mau gak?"

"Hem, siapa yang sakit, Mas?"

"Ehhmm," Mas Vidi terlihat bingung dan ragu. "Mas mau cerita sesuatu tapi kamu jangan kaget, ya!"

Aku memandangnya sambil mengernyit.

"Sebelumnya Mas minta maaf dulu sama kamu karena belum pernah menceritakan ini sama sekali. Ini permintaan langsung dari yang bersangkutan."

"Kenapa Mas Vidi harus minta maaf?"

"Setahun lalu, sebelum Mas akhirnya datang menggantikan Mas Raka melamar kamu. Ingat gak Mas pernah cerita kalau Mas berbicara beberapa kali dengan dia. Mas membujuknya untuk mundur sampai akhirnya dia meminta untuk memberinya waktu. Awalnya Mas gak tahu kenapa tapi setelah dua bulan lalu Mas akhirnya tahu apa masalahnya."

"Berarti yang sakit Mas Raka?"

Setelah dia tidak datang melamarku waktu itu, aku hanya sekali menghubungi Mas Raka waktu itu. Aku mengiriminya pesan berisi ucapan terima kasih yang tidak dia balas. Setelahnya aku tidak pernah tahu lagi kabarnya meskipun Mas Vidi masih bekerja di tempat yang sama dengannya. Mas Vidi sendiri tidak pernah bercerita apapun padaku.

Mas Raka sendiri tidak datang ke acara pernikahanku, baik itu acara di Malang maupun acara Ngunduh Mantu di Bekasi. Begitu pun kedua orang tuanya meskipun kami tetap mengundang mereka.

Sepengatahuanku Mas Raka pun bahkan tidak pernah pulang ke rumah orang tuanya di Malang. Dia seperti menghilang.

"Iya, Mas Raka yang sakit."

"Sakit apa?" tuntutku.

"Sebentar, ya. Mas jelaskan pelan-pelan. Jadi dua bulan yang lalu tiba-tiba Mas Raka kejang di kantor. Aku dan dua orang teman kami membawanya ke rumah sakit. Kami mencoba menghubungi keluarganya tapi keluarganya gak ada yang bisa datang. Dan disitu kami baru tahu kalau ternyata Mas Raka mengidap HIV."

In A Rush (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang