Maafkan aku yang bikin penasaran dari hari Jumat. Ternyata aku gak sempat up kemarin. 🙏
Yuk, mari dibaca biar gak penasaran lagi! Met baca, semuanya!🥰
Aku merasa kehilangan kekuatan kedua kakiku sehingga badanku hampir luruh ke bawah kalau Bulik Ranti tidak menahan tubuhku. Bulik Dina yang berjalan mengiringiku di belakang juga denga sigap menahan tubuhku.
Aku bisa mendengar pekikan menyebut nama Allah terdengar. Dan laki-laki yang akan melamarku bergegas mendekatiku.
"Boleh saya bantu, Tante?" tanyanya kepada kedua bulikku.
"Gak, usah. Bulik kuat kok kalau cuma bopong Dinda yang badannya setipis tripleks gini," kelakar Bulik Ranti. Bulik Ranti memang memiliki badan yang cukup tinggi dan kuat karena beliau seorang guru olahraga. "Kamu duduk aja. Nanti Dinda malah tambah deg-degan, malah jadi pingsan kalau dibopong kamu."
Orang-orang tertawa mendengar ucapan Bulik Ranti. Laki-laki ikut tersenyum malu. Baru kali ini aku melihatnya tersenyum malu.
Lalu aku dibawa ke kursi terdekat dari posisiku hampir terjatuh. Mama membawakan aku air minum. "Diminum dulu, Mbak," suruh Mama.
Setelah meminum air di gelas yang diberikan Mama. Aku baru bisa memandang benar laki-laki yang kini melihatku sambil tersenyum seperti menenangkanku.
"Mbak Dinda gak papa, Nak?" tanya Papa padaku yang kujawab dengan anggukkan. Lalu Papa lanjut berbicara kepada Mama. "Mama belum bilang sama Dinda semalam?"
"Belum sempat, Pa. Semalam Mbak Dinda bilang capek dan kelihatan banget kalau lagi capek. Jadi Mama gak tega mau ajak ngomong. Tadi pagi mau ngomong lagi udah lupa karena urusan bunga."
"Ya Allah. Mama ini. Pantes aja Mbak Dinda kaget."
Papa kembali ke tempat duduknya tadi memberitahukan kepada kedua orang tua laki-laki yang melamarku. "Mamanya belum sempat memberitahu makanya Dinda kaget."
"Tapi Dinda gak papa, Pak?" tanya Ibu dari lelaki itu.
"Insyaallah gak papa!" jawab Papa.
Mama mengelus-elus punggungku untuk menenangkanku. Setelah beberapa saat Mama menanyakan keadaanku lagi. "Mbak Dinda sudah kuat kalau dimulai lagi acaranya?" Aku mengangguk menjawab Mama. "Mas duluan aja kembali duduk di sana lagi. Biar Dinda sama Mama saja," ucap Mama pada lekaki yang masih tersenyum lembut kepadaku.
Senyum lembutnya memberi kekuatan kembali kepadaku.
"Iya, Ma!" jawabnya. Dan dia kembali ke tempatnya duduk tadi.
Mama mendampingiku menggantikan Bulik Ranti berjalan menuju kursi yang sudah disediakan untukku. Tepat di depan lelaki itu.
"Dinda gak papa, Sayang?" tanya ibu lelaki itu.
"Gak papa, Tante."
"Alhamdulillah. Berarti Mama jadi mau mantu." Aku bisa melihat orang-orang tersenyum karena kalimat ibunya. Mungkin ibunya mau membuatku menjadi lebih rileks.
"Kalau begitu boleh, ya, dimulai lagi acaranya?" tanya Paklik Bagus yang menjadi pembawa acara.
"Silahkan, Mas!" ucap ayah lelaki itu.
"Baik. Sekarang kita lanjutkan kembali acara dengan mendengarkan maksud dan tujuan dari keluarga Bapak Setyo Utomo datang ke rumah Bapak Helmi Widiatmoko. Monggo, silahkan, Pak Setyo."
"Terima kasih," ucap ayah lelaki itu sebagai pembuka. "Sebelumnya saya mau minta maaf dulu kepada keluarga besar Bapak Helmi karena kami tiba-tiba saja datang kemari. Baru kemarin malam kita berkenalan dan hari ini langsung datang kemari sampai bikin Dinda kaget. Mohon dimaafkan, ya, Pak, Bu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
In A Rush (Selesai)
ChickLitAdinda Kinanthi jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Aditya Ranggasena. Dia menyukainya beberapa tahun tapi tidak pernah melakukan pendekatan lebih dari rekan kerja. Padahal dia satu-satunya harapan Dinda untuk keluar dari perjodohan dengan Rak...