Sengaja mau ada sesi cuap-cuap diawal, biar kalian baca gitu.. Kenapa sih jarang ada yang komen? Padahal kan komenen kalian itu bikin aku jadi tambah semangat):
Komen yok bisa yok! ...^_<
Chapter kali ini agak pendek! Jadi maaf..
..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jisung masih betah menikamati kehangatan dibawah selimut tebalnya, ini sudah pagi tapi langit masih terlihat suram. Awan abu-abu berceceran dimana-mana disertai rintik gerimis yang membuatnya semakin malas untuk sekedar bangun
Jisung menyembulkan kepala matanya yang masih sipit itu ia paksa untuk melirik jam diatas nakasnya, terpampang jelas disana bahwa waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. seharusnya ia segera bersiap-siap untuk menemui Jeno dan mengantarnya ke bandara namun setelah pertengkaran nya dengan Jeno tempo hari dia harus berpikir dua kali untuk itu, Jisung masih diselimuti rasa kecewa.
Sekilas bayangan Jeno ketika mereka masih belum dewasa terlintas, tawa itu, kebersamaan itu. apa itu gak bisa diulang lagi? Jisung masih marah dengan keputusan Jeno tapi masalahnya dia tidak bisa marah terlalu lama.
Jisung memilih untuk segera bangun membersihkan badan dan memakai busana yang hangat, sepotong baju turtleneck dipadu padankan dengan kardigan berwarna biru laut dan celana berbahan kain senada dengan inernya. Pertama-tama ia akan mengubungi Jeno lewat telepon setidaknya dia harus bertemu Jeno sebelum benar-benar pergi namun tidak mendapat jawaban sama sekali. Lalu ia memilih mengunjungi rumah Jeno pagi itu. jalanan yang becek dipenuhi genangan air di sepanjang jalan dan hujan gerimis kecil yang belum berhenti sejak tadi pagi membuatnya harus sedikit berjinjit
Jisung berdiri di pelataran rumah Jeno terlihat sepi dengan pintu yang tertutup rapat. Masih mencoba menghubungi Jeno bagaimanapun caranya namun nihil tak ada tanda-tanda bakal diangkat atau sekedar berdering pun tidak, Jeno mematikan ponselnya.
"Jeno.. Mama Doyong" Jisung menekan bel beberapa kali, berteriak berharap mendapat jawaban atau ada yang membuka pintu untuknya
..."Apa ada orang?" Jisung sudah menekan bel lebih dari tujuh kali tapi masih belum ada hasil
Jisung kembali fokus dengan ponselnya mengubungi nomor yang masih sama dengan riwayat telepon nya beberapa menit yang lalu "apa gue udah terlambat?" Jisung berucap lirih "Apa gak ada kesempatan buat kita memperbaiki kembali Jeno-" Berancang-ancang untuk segera pergi dari rumah Jeno Jisung harus mencari cara lain.
Jisung ingin sekali nekat menjemput Jeno, bisa jadi sahabatnya itu masih dibandara atau masih dalam perjalanan menuju kesana. Namun Jisung sadar ia tak mampu berbuat apa-apa jaraknya yang cukup jauh dan masalah transportasi lain nya yang tidak ia pahami. Dan didalam kondisi genting seperti ini ada satu nama yang terlintas untuk bisa dimintai tolong.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.