12. Bunda Lia, Fighting!

410 54 6
                                    

Yuk, ramaikan lagi....


Nana melangkah gontai menuju kamarnya di lantai dua. Kakinya lemas. Ia hampir tak punya tenaga untuk menapaki satu per satu anak tangga. Saat inilah Nana sangat menyesali pilihannya untuk membuat kamar utama di lantai dua rumah. Dahulu, Jendra pernah mengusulkan agar kamar utamanya berada di lantai satu. Namun, atas kekeraskepalaan Nana, kamar utama yang seharusnya berada di lantai satu, pindah ke lantai dua.

Akhirnya, Nana berhasil mencapai lantai dua rumahnya. Belum juga sampai kamarnya, Nana sudah terduduk lemas di lantai dingin depan kamar. Pandangan wanita itu kosong. Bayangan kejadian di depan kantor suaminya tadi tiba-tiba terus berputar di kepalanya bagai rol film yang terus berputar. Tanpa disadari, manik hitamnya kembali meneteskan likuid bening. Tangan Nana meremas dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Ingin sekali ia berteriak untuk mengeluarkan semua beban di dadanya. Namun, Nana tak bisa. Ia tak sanggup.

Berbagai prasangka buruk mulai menguasai pikirannya. Nana merasa dirinyalah yang bersalah hingga suaminya melakukan hal seperti itu. Ia merasa buruk karena berkali-kali membuat Jendra marah. Nana juga merasa bersalah karena selalu bersikap egois dengan mempertahankan kafe daripada menjadi ibu rumah tangga yang baik, seperti yang diinginkan suaminya.

Entah sudah berapa lama Nana meratapi nasibnya di lantai rumahnya yang dingin. Hari sudah beranjak sore dengan sinar kemerahan matahari yang menerobos melalui jendela lantai dua. Tubuh Nana sudah lemas, tetapi dia harus kuat. Ada undangan dari keluarga besar suaminya untuk merayakan tujuh bulanan salah satu sepupu Jendra. Mama mertuanya sendiri yang mengundang Nana. Nana tidak bisa mengabaikannya atau hubungan buruk di antara kedua semakin memburuk.

Nana berusaha berdiri dengan menumpukan tubuhnya pada dinding kamar. Sesaat setelah ia berhasil berdiri, ponsel Nana tiba-tiba berbunyi dan menampilkan notifikasi pesan dari suaminya. Nana pun bergegas membukanya. Ia tidak ingin Jendra berpikir macam-macam karena ia terlalu lama membalas pesannya. Nana pun menggeser layar ponselnya dan membaca apa yang dikirimkan Jendra

Mas langsung ke acara Atika.
Dari kantor bareng Papa.

Nana menghela napas panjang setelah membaca pesan dari suaminya. Ia sebenarnya sudah lelah karena menyetir sendiri. Namun, apa boleh buat. Suaminya sudah berkata seperti itu.

Iya, Mas.
Nanti Nana pesan taksi online saja biar pulangnya bisa bareng.

Setelah berhasil membalas pesan Jendra, Nana menatap lama layar ponselnya. Ada sedikit harap suaminya itu membalas pesannya. Setidaknya mengatakan agar Nana hati-hati atau basa-basi lain. Namun, ternyata harapan Nana terlalu muluk. Ponselnya tak kunjung berbunyi. Ia pun mendesah pelan. Senyum miris terbit dari belah bibir tipisnya.

"Apa yang kamu harapkan, Na. Bodoh!" ujar Nana untuk dirinya sendiri. Dengan rasa kecewa, Nana pun memasuki kamarnya, bersiap untuk memenuhi undangan keluarga suaminya.

***

Taksi online yang Nana naiki berhenti di depan sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit. Nana pun keluar dari taksi setelah sedikit merapikan riasan tipisnya. Dengan anggun, Nana memasuki rumah mewah milik sepupu Jendra itu. Terusan selutut berwarna putih tulang membuat kulit putihnya terlihat semakin cerah. Nana yang memang dasarnya sudah cantik, tidak perlu menambah riasan lagi. Cukup dengan pelembab wajah dan bibir, Nana sudah bisa menarik perhatian semua orang yang ada di sana. Suasana yang awalnya ramai karena obrolan, tiba-tiba hening saat Nana memasuki ruang keluarga tempat diadakannya acara.

Nana yang merasa kedatangannya terlalu menarik perhatian pun hanya tersenyum kikuk. Ia pun langsung menuju wanita cantik dengan perut menggembung yang duduk di tengah-tengah ruangan dengan di kelilingi tetua keluarga. Atika adalah sepupu Jendra, putri dari adik papanya Jendra. Sebenarnya Nana tidak terlalu dekat dengan keluarga besar Jendra. Ia hanya beberapa kali ikut dalam acara keluarga dan sedikit menghindari kontak langsung dengan mereka. Jika saja mama mertuanya tidak menghubunginya langsung, Nana berniat tidak datang ke acara ini.

Dear Nana : Stuck on You (Akan Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang