11

14.5K 1K 6
                                    

Matahari senja terlihat jelas angin tenang menerpa wajahku yang pucat. Aku baru saja menyelesaikan kemoterapi beberapa menit yang lalu. Dokter bilang kondisiku sedikit lebih baik daripada sebelumnya. Keluarga kandung Aditya pasti bahagia saat Oliver memalsukan kematian Aditya beberapa hari yang lalu.

Oliver mulai menguasai dunia bisnis dan menyewa kenalan dia di dunia mafia mencari mayat seorang remaja seumuran denganku. Aku kadang berpikir sebenarnya ayahku itu orang yang hebat bisa melakukan apapun untukku.

"Aku manusia biasa yang merasakan sakit dan kadang perasaan Aditya terbawa juga. Jiwaku memang Ello namun raga ini milik Aditya. Orang kuat yang mampu bertahan ditengah-tengah keluarga yang hanya bisa menyiksa dan merusak mentalnya," monologku.

"Kau memikirkan apa nak?" tanya Oliver mengelus surai rambutku.

"Ayah datangnya tiba-tiba banget seperti jalangkung," ucapku.

"Ayahmu ganteng gini dipanggil jalangkung," ucap Oliver narsis.

"Sadar diri udah tua jangan banyak gaya!" ledekku.

"Pulang yuk! ayah belikan ayam goreng kesukaanmu," ucap Oliver.

"Lima dong biar kenyang," negoku.

"Kebanyakan nanti kekenyangan," ucap Oliver.

"Sisanya buat Rasen dan Aditya," ucapku.

"Baiklah ayo," ucap Oliver.

Aku berdiri dari duduk dengan cepat Oliver merangkul pundakku dan akan mencium pipiku namun aku menampar Oliver. Oliver terkekeh geli melihat wajah kesalku sejak aku memiliki adik, entah kenapa aku paling malas dicium oleh kedua orangtuaku.

Di parkiran kulihat beberapa orang berlalu lalang dan Oliver memakaikan kacamata sekaligus topi padaku. Aku menatap Oliver tidak paham jalan pikiran sama sekali.

"Keluarga Pratama memiliki koneksi di rumah sakit ini," bisik Oliver.

"Baiklah aku mengerti," ucapku.

Aku menangkap siluet salah satu kakak Aditya yang bernama Adrian dia nampak tidak baik-baik saja. Aku tidak peduli sama sekali dia tidak punya hubungan denganku sama sekali.

"Siang tuan Adrian!" sapa Oliver.

"Siang juga tuan Oliver!" sapa Adrian.

"Aku pamit dulu tuan Adrian. Nak ayo pulang!" ajak Oliver kepadaku.

"Iya ayah," ucapku.

Aku melewati Adrian tapi dia menahan pergelangan tangan kananku. Aku melepaskan tangan Adrian dari pergelangan tanganku ada tatapan rindu dari Adrian padaku. Aku tidak peduli sama sekali dia sudah keterlaluan terhadap Aditya.

"Kau Aditya Ello Pratama, kan?" tanya Adrian.

"Namaku Aditya Ello tidak ada nama Pratama sama sekali," ucapku datar.

"Tuan Oliver anda menculik adikku!" kesal Adrian.

Adrian menarik kerah baju Oliver dan aku langsung menendang Adrian. Aku menatap tajam Adrian dia tidak boleh menyakiti ayahku.

"Aku tidak memiliki kakak sepertimu bukannya sejak dulu. Kau hanya punya satu adik yaitu Aldo Pratama," ucapku sarkas.

"Kenapa kau memalsukan kematianmu sendiri dek?" tanya Adrian.

Adrian berusaha mendekatiku tapi aku berlindung di belakang tubuh Oliver. Sosok yang selalu melindungiku selama ini, dan aku tidak pernah mau mengakui siapapun lagi sebagai pelindung terbaik dalam hidupku.

"Aditya Ello Pratama sudah mati. Dia mati sejak kalian semua menunduh anak kecil berusia lima tahun mendorong kakak sulungnya dari tangga. Kalian buta akan hal itu dan melampiaskan itu semua pada anak polos yang tidak mengerti apapun," ucapku.

Transmigrasi Ello (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang