"Siapa, Pak?" Salah seorang rekannya mendekat saat Mangku sudah kembali ke ruangannya dan duduk di depan komputer. "Badannya bisa gitu ya? Baru kali ini aku lihat gitar Spanyol bisa ngomong dan senyum. Aku pikir tadi Bu Dokter Ghina, tapi kok tumben nggak pakai jilbab."
Mangku belum merespon, urusan data-data di layar komputer yang sedang ditekuri lebih penting daripada menjawab pertanyaan Afdhal rekannya sesama IT yang berkecimpung sebagai pengembang software.
"Biasa cuma lihat yang model begituan di televisi. Wajahnya mirip kayak presenter infotainment. Perempuan kayak gitu pasti seleranya tinggi ya, Pak? Minimal kalau punya suami yang gaji bulanannya tiga digit. Orang kayak kita mana mampu. Tapi apalah daya, jiwa laki-lakiku nggak kuat kalau lihat yang bening-bening plus bohay."
Mangku berusaha tak terpengaruh. Manusia satu ini mendeskripsikan mantan istrinya dengan sangat benar. Yang menjadi salah satu alasan Mangku melarang perempuan itu berkunjung kemari.
"Kata orang-orang ada cewek cantik datang nyariin Pak Mangku. Pada geger semua kan. Terus kata Bos yang datang tadi itu mantan istrinya jenengan, Pak. Benar begitu? Anak-anak yang masih lima tahun di sini mana ngerti." Rekannya yang satu lagi datang dan langsung nyerocos. Mungkin karena berjenis kelamin perempuan, jadi lebih frontal dan cerewet.
"Tilasanmu, Pak?!" Afdhal menyahut kaget.
"Bos bilang gitu! Sesepuh sudah pada tahu sih. Meskipun awalnya lupa, dan nggak nyangka juga mantan istri Pak Mangku mau datang ke sini. Katanya dulu waktu masih jadi istri malah nggak pernah kelihatan. Bos cuma lihat sekali pas resepsi sama lahirnya Kiara. Ya Allah, akhirnya Kiara ketemu Ibu kandungnya."
"Hidupmu beruntung banget sih, Pak. Mantanmu cantik banget, sekarang punya calon istri dokter cantik juga. Aku aja satu belum pernah ngerasain."
"Good looking selalu menjadi pemenang, Pak Afdhal. Wes ora usah ngresulo, jodoh pasti bertemu."
"Apa perlu aku operasi plastik biar ada yang ngelirik? Ngenes temen uripku."
"Pak Mangku! Ditanyain dari tadi diem aja sih! Serius yang tadi itu Ibu kandungnya Kiara?" Rekan Mangku yang bernama Mei itu menepuk pundaknya.
Mangku membuang napas kasar sembari mengalihkan tatapannya dari layar komputer pada kedua teman kantornya yang pengganggu. "Seneng ya kalian makan gaji buta? Kerjanya cuma bergosip."
"Mantan istri Pak Mangku bikin geger, semua orang pada ngomongin. Masih nggak ngerti juga, Bapak?"
"Sekarang sudah nikah lagi belum, Pak? Kalau belum, mau nggak kira-kira sama aku? Meski janda kalau cantiknya kayak gitu aku jabanin." Afdhal kembali mengeluarkan suaranya. Mangku hanya bersedekap, mengamati dua orang yang sedang bersahutan di depan meja kerjanya.
"Wajahnya mirip presenter Putri Eve yang cantik banget itu kata Sapto."
"Bener! Dari tadi aku mikir keras mirip siapa dia, tapi nggak nemu-nemu."
Mantan istrinya itu memang memiliki nama panggung seperti yang disebutkan Mei. Tapi Mangku tetap memilih tidak menanggapi. Teorinya dari dulu tidak pernah berubah, setiap ada rekannya yang mengajak bergosip tentang masa lalu kehidupannya, Mangku memilih diam. Cara ampun untuk mengurangi durasi perkumpulan yang hanya diisi dengan gosip.
"Tuh lihat, mirip banget." Afdhal menyodorkan layar ponsel tepat di depan matanya.
"Iya, persis, bukan mirip lagi. Atau jangan-jangan Putri Eve ini sebenarnya mantan istri Pak Mangku yang nama aslinya Melinda. Benar begitu, Pak?"
"Sukses banget berarti. Mobilnya aja Mercedes Benz."
"Tapi kan mantan istrinya Pak Mangku sudah anak orang kaya banget. Pabrik gula di Malang punya siapa kalau bukan mantan mertuanya"
"Meskipun orang tuanya kaya tapi kan anaknya juga karirnya bagus. Income presenter sebulan bisa jadi kita setahun. Benar, Pak, sudah bagus cari yang lain. Pendapatan yang timpang itu bikin harga diri sebagai suami diremehin."
"Sembarangan! Nggak semua istri begitu!" Mei tak terima. "Aku contohnya. Gaji suaminya dibawah UMR. Kadang juga sebulan nggak selalu bisa ngasih jatah bulanan karena harus bantuin Ibunya berobat. Tapi aku tetap menghormatinya. Nggak pernah aku sengaja ngeremehin. Semua itu kembali ke watak masing-masing perempuan."
"Tapi kan kita semua tahu sejarahnya Pak Mangku sama pernikahannya yang dulu."
"Kalian bisa setop nggak?" Potong Mangku.
Mei menunjuk jam dinding. "Nggak bisa, sebelum jenengan jawab pertanyaan-pertanyaanku. Lagian tuh lihat, sudah masuk jam istirahat, gimana kalau kita melanjutkannya di kantin? Sambil makan gitu kan enak."
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun Mangku berdiri dan melangkah menuju kantin. Memesan menu bakso goreng dan es jeruk terlebih dahulu sebelum mencari tempat duduk yang kosong. Kedua rekannya mengekor.
"Ah, swegere, Rek!" Seloroh Mei setelah meneguk soda yang diambil dari kulkas. "Kata orang-orang Mbak Melinda nggak galak, semua pada ngintipin tadi pas jenengan ngobrol di ruang tunggu. Malah orang-orang pikir fannya Pak Mangku, kelihatan dari senyumnya malu-malu."
Ngawur! Hardik Mangku dalam hati. Tujuan mantan istrinya kemari hanya karena Kiara. Sikapnya yang ramah dan memelas tadi hanya untuk membuatnya bersimpati. Mangku sudah sangat hafal bagaimana keras kepalanya perempuan itu.
"Ceritain dong, Pak, gimana Kiara pas pertama ketemu Mamanya. Eh, manggilnya siapa? Kan Kiara manggil Dokter Ghina Mama."
Mangku fokus mengunyah pentol yang di dalamnya terdapat irisan daging sapi.
"Dari kecil kan Kiara nggak pernah ketemu Ibunya, pasti susah diyakinin." Lanjut Mei.
"Rugi dong! Kalau aku yang jadi Kiara pasti demen banget punya emak cantik. Lagian anak kecil yang penting dikasih mainan banyak pasti juga cepat luluh." Afdhal menimpali.
"Halah, kata siapa? Sok tahu! Anak kecil itu juga bisa pendendam, apalagi cewek. Aku punya anak dua lengkap. Kalau cowok memang lebih mudah diambil hatinya, tapi kalau cewek susah, Pak. Kata orang jawa arek wadon iku gampang purikan."
"Wo ... persis dirimu seng gampang purik."
"Nggak apa-apa, yang penting habis itu baikan terus mesra lagi."
"Jancok!"
"Hahahaha, makanya buruan nikah biar nyambung sama omonganku. Bener nggak, Pak Mangku?"
Selesai menandaskan semangkuk bakso, Mangku mengambil rokok dari saku celana dan lekas memantik dengan korek sebelum dihisap dalam-dalam.
"Jenengan itu perokok aktif banget, padahal calonnya saja tenaga medis. Dokter Ghina nggak pernah protes, Pak?"
Biasanya perempuan akan antipati saat mendapati pasangannya merokok, contohnya Melinda. Satu-satunya perempuan yang berhasil menghentikan Mangku dari kegiatannya menghisap nikotin setahun lebih. Dan ternyata tidak berlaku pada Ghina, perempuan itu justru tidak menunjukkan tanda-tanda keberatan sama sekali saat beberapa kali mendapati tunangannya merokok.
"Nggak! Waktu itu aku pernah lihat dia ngerokok di depan Dokter Ghina." Sambar Afdhal yang lumayan sering bersamanya.
"Paket komplit banget pokoknya calon istri jenengan, Pak. Wes ayu, pinter, salihah."
"Naaaah, sitok wae model ngunu iku nggak onok tah gawe aku?"
Di Karyakarsa sudah sampai bab 12 🥰
![](https://img.wattpad.com/cover/244841718-288-k138855.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Persinggahan Singkat (TAMAT)
Любовные романы"Jika memilikinya hanya sebuah mimpi, maka Tuhan ... aku memohon, sekali saja, jangan terbitkan matahari tepat waktu."