Bagian - 15

1.5K 179 20
                                    

"Pa, Bunda nggak nelepon Papa lagi buat ketemu Kia?" Tiba-tiba saja putrinya ini menanyakan mantan istrinya. Memang sejak pertemuannya yang terakhir di restoran, perempuan itu sama sekali tidak mengubunginya. Bila ditotal sudah lebih dari satu minggu. Sesekali sempat melintas di pikiran Mangku, tapi karena aktivitasnya di kantor lumayan padat, sehingga keabsenan mantan istrinya bukan lagi menjadi prioritas.

"Nggak coba Kia chat sendiri? Nomor Bunda kan sudah disave di HP baru Kia." Di acara makan malam tempo hari, putrinya ini mendapat hadiah ponsel tipe terbaru dari apple. Sebenarnya Mangku tidak terlalu setuju, Kiara masih terlalu kecil untuk dibiarkan memegang ponsel sendiri. Namun alasan Melinda agar mudah menghubungi putrinya membuat Mangku tidak bisa membantah.

"Kia malu mau nelepon Bunda duluan. Kemarin Kia sempat lihat WA Story Bunda lagi jadi model foto gitu, Pa. Bunda cantik banget pakai jilbab."

"Ohya?" Sampai sekarang Mangku bahkan belum menyimpan nomor mantan istrinya itu di ponselnya. Angka-angka itu dibiarkan terpajang tanpa nama.

"Iya, Bunda cantik banget. Kata auntie Esti, kalau Bunda lagi jadi model gitu namanya kerja, Pa. Selain itu Bunda juga sering promosiin dagangan orang lain. Tas, baju, peralatan dapur, ditaruh di ruangan besar gitu. Kulkasnya penuh jajan cokelat dan es krim. Sebenarnya Kia betah banget di rumah Bunda."

Tangan kiri Mangku mengusap-usap kepala putrinya yang tertutup jilbab, sementara pandangannya tetap awas dengan lalu lintas. "Ini pasti Kia lagi kangen sama Bunda. Nanti coba Papa hubungi Bunda, ya. Bilang kalau Kia pengin ketemu. Gitu."

"Kia takut ganggu Bunda, Pa. Nanti Bunda sibuk."

"Ya kan ketemunya pas Bunda sudah nggak sibuk, Kia."

Bocah itu malah cemberut.

"Mau ketemu sekarang? Nggak bisa, Nduuuuk. Papa belum telepon Bunda."

"Coba aja kita langsung ke apartemennya, Pa. Nanti kalau memang nggak ada, kita pulang."

Menurut Mangku ide putrinya kali ini sedikit frontal.

"Ayolah, Pa ...." Bocah itu terus memohon.

Mangku tidak bisa menolak jika sudah begini. Dibelokkan kendaraannya ke arah kediaman mantan istrinya itu. Lima belas menit perjalanan akhirnya sampai. Mobil Mangku berhenti di parkiran bawah tanah. Sedikit bimbang, Mangku mengeluarkan ponselnya hendak menghubungi mantan istrinya. Kedatangannya kemari yang tanpa janji sebelumnya cukup membuatnya sangsi.

"Kayaknya Bunda sibuk deh. Ini telepon Papa nggak diangkat-angkat."

"Mungkin Bunda lagi nggak pengang HP. Ayo kita naik ke atas terus nanti kalau emang Bunda sibuk, kita pulang."

Jika sudah berkeinginan, Kiara memang sangat susah dihentikan. "Baiklah, yuk!"

"Kiara?!" Seorang perempuan yang menjadi asisten mantan istrinya menguak pintu, menyambut keduanya. "Ayo, Sayang, masuk. Bentar, auntie panggil Bunda Mel dulu, ya. Pasti seneng banget lihat Kiara datang ke sini."

"Iya, auntie." Jawab Kiara sangat manis. Mangku sampai harus meneleng ke putrinya yang parasnya sudah jauh lebih berseri-seri karena keinginnya sudah dituruti.

Mangku reflek langsung memalingkan pandangan ketika mantan istrinya muncul dengan pakaian yang tidak lazim untuk menyambut seorang tamu. Perempuan itu memang selalu bisa membuatnya tak habis pikir.

"Kiara?!" Sebutnya pada sang putri.

"Bunda?!" Putrinya berdiri dan melangkah ke arah ibunya. Keduanya lantas berpelukan.

"Bunda kangen banget sama Kiara, Nak. Makasih sudah datang ke sini."

"Kia juga kangen banget sama Bunda, makanya pulang sekolah Kia langsung minta antar Papa ketemu Bunda."

Mangku yang sedari tadi hanya menjadi pengamat berdeham saat mantan istrinya itu menatapnya, menuntut jawaban. "Kamu nggak angkat teleponku, jadi aku langsung ke sini saja."

"Nggak kedengaran kalau ada telepon."

"Tadi Papa teleponnya pas sudah sampai parkiran bawah kok, Nda."

Padahal Mangku sudah menutupi bagian itu, tapi putrinya yang polos ini malah membongkar semuanya.

"Iya, nggak apa-apa. Kalau Kiara pengin ke sini langsung datang aja, nggak perlu telepon dulu. Bunda lebih banyak di rumah kok ketimbang di luar."

Perempuan yang bernama Esti muncul dengan membawa tiga gelas jus dan beberapa toples camilan. Diletakkan satu-satu di meja. "Silakan diminum, Mas." Ujarnya, yang dbalas dengan anggukan.

"Es, siapin makan! Pasti Kiara laper kan? Pulang sekolah langsung ke sini."

"Lapar banget, Bunda."

Seharusnya Mangku tidak perlu merasa malu dengan kepolosan putrinya. Lebih baik ia menyibukkan diri dengan meraih segelas jus yang tersedia di depannya, dan mengudap beberapa macam camilan. Sembari membalas pesan Ghina yang sudah ia abaikan sejak dari sepulang kerja tadi.

Mantan istrinya membawa putrinya masuk ke dalam. Barulah Mangku bisa mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang tamu yang didesain minimalis mewah. Tidak heran karena ini adalah kediaman mantan istrinya yang sangat menyukai kemewahan.

"Mas, yuk, makan dulu!"

Mangku mengekori langkah mantan istrinya ke arah dapur. Sedikit lega, karena perempuan di depannya ini sudah mengganti pakaiannya dengan yang lebih pantas.

"Sambal cuminya ini pedes nggak, Nda?"

"Ini bukan sambal, Sayang. Ini cumi asam manis, jadi nggak pedas. Kiara pasti suka deh." Perempuan itu menuangkan nasi dan lauk yang disebutkan oleh Kiara.

Sudah ada nasi di atas piringnya, Mangku tinggal melengkapinya dengan lauk pauk yang diinginkan. Karena sudah sangat lapar, Mangku langsung mengeksekusi makanannya dengan lahap. Sesekali ia melirik interaksi dua perempuan di depannya.

"Ini semua yang masak auntie Esti ya, Nda?" Tanya Kiara dengan mulut penuh.

"Bunda yang masak tadi pagi, Sayang. Tadi auntie Esti cuma bantuin siapin aja, sama diangetin lagi biar tambah enak rasanya pas dimakan." Terang mantan istrinya. Mangku sedikit berdebar, rupanya perempuan ini sudah jago masak. Dulu saat masih bersama, hasil kreasinya di dapur selalu gagal.

"Masakan Bunda enak banget. Mama juga pinter banget masak. Kiara paling suka sama ebi furai. Mama sering bawain buat bekal sekolah Kia."

Mangku nyaris tersedak saat tiba-tiba Kiara membahas sesuatu yang tidak tepat. Benar saja, paras mantan istrinya itu langsung berubah. Celotehan Kiara sama sekali tidak ditanggapi.

"Kia, nanti keselek, Nduk. Dihabisin dulu makannya." Tegur Mangku yang langsung dituruti oleh bocah itu.

Mangku berusaha secepat mungkin menandaskan makanannya. Jujur saja, makan ketika lapar memang sangat nikmat. Atau memang masakan mantan istrinya ini yang sanggup memanjakan lidahnya?

"Nambah, Mas?" Tanya perempuan itu.

"Cukup. Sudah kenyang." Tolaknya kalem. Perempuan ini sudah mengurusi perutnya, setidaknya ia harus membalas dengan tidak membuat suasana hatinya semakin anjlok. "Makasih, ya. Kamu sudah jago masak sekarang. Enak banget."

"Ohya? Makasih atas pujiannya. Lain kali makan di sini lagi, ya."

Aneh, Mangku terhenyak dengan senyum perempuan itu. Merasakan sesuatu yang familier memenuhi dadanya. Mangku berusaha menyangkal, bahwa antara dirinya dengan perempuan ini sudah selesai. Segalanya yang menyangkut Melinda Ayu Putri Sasongko sudah berakhir saat ia memasukkan Apsarini Ghina ke dalam hidupnya.

Persinggahan Singkat (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang