"Kiara langsung mau diajak Ibunya? Padahal nggak pernah ketemu. Bu Artawan pasti seneng banget dengar berita ini. Kemarin ke sini jemput Kiara sama sekali nggak cerita kalau putrinya pulang. Itu artinya Melinda nggak mampir ke rumah."
Mangku membantu Ibunya dari kursi roda untuk berbaring di tempat tidur. Genap dua tahun stroke menyerang keseluruhan kaki wanita ini. Secara fisik Ibunya terlihat sehat, tidak ada yang dikeluhkan selain kakinya yang tidak berfungsi lagi. Segala macam pengobatan dari dokter saraf, fisioterapi, hingga ke alternatif sudah dilakukan, tapi belum ada yang membuahkan hasil baik.
"Sampai kapan Kiara nginap di rumah Ibunya? Yang Ibu takutkan cuma satu, kalau di tempat baru biasanya Kiara susah tidur. Semoga saja Melinda bisa telaten."
Mangku menarik selimut untuk menutupi kaki Ibunya sebelum membenarkan letak kursi roda, memudahkan Ibunya untuk berpindah saat tengah malam ingin ke toilet.
"Kamu tadi sempat ngobrol sama Melinda kan? Kamu ini kebiasaan banget, tiap diajak ngomong diem aja."
"Iya, Bu. Tadi sempat ngobrol kok. Aku kasih tahu kalau Kiara anaknya lumayan cerewet, aku minta dia untuk banyak sabar. Seputar itu aja." Sebenarnya Mangku tidak terlalu suka membahas mantan istrinya dengan Ibunya. Karena sebesar apapun kesalahan perempuan itu di masa lalu, Ibunya selalu punya alasan untuk tidak menghakimi. Percayalah, jika ada kompetisi pencarian bakat menjadi Ibu Mertua yang baik, Ibunya pasti akan jadi pemenangnya.
"Melinda tambah cantik. Kemarin Ibu lihat di tv pas diwawancarai sama wartawan."
Mangku tidak pernah menyangka jika karir mantan istrinya menanjak begitu pesat. Bukan hanya model, perempuan itu juga seorang pembawa acara berita infotainment yang paling digemari masyarakat. Sebuah profesi yang menjadi cita-cita Melinda sejak kecil, begitu juga salah satu alasan yang membuat perempuan itu pergi meninggalkan buah hatinya.
Mangku masih tak menyangka, seorang Ibu seharusnya rela mati demi anak, tapi Melinda, justru dengan begitu tega meninggalkan Kiara yang masih berusia tiga bulan dan membutuhkan ASI. Mangku masih berusaha berpikiran lurus, bahwa Melinda akan segera kembali dan menyesali perbuatannya. Tapi apa yang ia dapat, satu minggu setelah kepergian perempuan itu, Mangku berusaha mendatangi rumah seorang laki-laki, mantan kekasih Melinda, yang diyakini menjadi tempat tinggalnya saat itu.
Mangku tidak ingin mengingat apa yang disaksikan, yang jelas mantan istrinya itu sudah berhasil menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang suami setara dengan tanah. Tidak banyak berpikir, talak tiga pun diucap. Tanda berakhirnya pertalian hubungan suami istri diantara mereka.
"Besok pulangnya Kiara kamu jemput atau dianter sama Ibunya? Sebaiknya kalau mau ketemu Melinda kamu bilang dulu sama Ghina. Ibu nggak mau Ghina jadi kecil hati dan ngerasa nggak dihargai sebagai tunangan."
"Nggak ada yang bisa bikin dia kecil hati, Bu. Selain dia pintar, Ghina itu cara berpikirnya dewasa dan bijak banget. Hal-hal remeh seperti itu bukan masalah buat dia."
"Iya, Ibu tahu. Kan cuma jaga-jaga saja, hati perempuan kadang nggak selalu stabil. Kalau lagi kedatangan tamu bulanan misalnya, cenderung gampang tersinggung."
Mangku mengibas. "Selama hampir satu tahun kenal Ghina, nggak ada kelakuan dia yang bikin aku nggak nyaman. Sebaiknya sekarang Ibu istirahat. Aku juga mau segera tidur, besok berangkat pagi-pagi banget."
"Iya, kamu benar. Ghina memang beda dari Melinda. Kamu pantesnya didampingi perempuan seperti Ghina, yang bisa menerima kamu apa adanya."
Suara Ibunya tertelan seiring dengan pintu kamar yang tertutup, tapi masih bisa ditangkap oleh telinga Mangku.
Sambil melangkah menuju ruang pribadinya, Mangku memainkan ponsel untuk membalas pesan dari sang tunangan. Besok dia ada acara dinas keluar kota mewakili kantor tempatnya bekerja.Ibunya benar, Ghina dan Melinda memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Mangku tidak ingin membandingkannya, karena seburuk apapun mantan istrinya, dia adalah ibu dari anaknya. Terbiasa menghadapi sikap mantan istrinya yang tidak tahu aturan, kehidupan pernikahan yang penuh masalah dan sering cekcok, saat sekarang memiliki komitmen dengan Ghina, rasanya seperti berkendara di jalan tol, mulus.
Bukan hal yang mudah untuk menolak saat Bapak Artawan, ayah Melinda, memintanya untuk menikahi putrinya. Bapak Artawan sudah bermurah hati membiayai pendidikannya hingga ke jenjang atas. Sehingga hutang budilah yang menjadi salah satu alasan Mangku menyanggupinya. Selain daripada itu, Mangku adalah lelaki normal, ia yakin tidak ada laki-laki normal yang bisa menolak pesona kecantikan putri dari juragan Artawan pemilik pabrik gula.
Tapi satu yang Mangku tidak pernah duga. Saat itu ia hanya terlalu lugu. Perempuan seperti Melinda, anak emas yang tinggal tunjuk langsung terealisasi. Perempuan secantik Melinda pasti memiliki kekasih, yang tidak pernah direstui oleh Bapak Artawan. Mangku baru sadar, ia hanya umpan. Gadis yang dinikahi tidak lagi suci.
Semua sudah terlanjur, sebisa mungkin Mangku menjalani perannya sebagai suami yang baik. Bersabar akan sikap Melinda yang terus merendahkannya. Ia lakukan semua hanya demi Bapak Artawan. Tapi apa yang ia dapat, kesabarannya menerima segala sikap tidak mengenakkan itu dibalas dengan pengkhianatan. Baiklah, cukup! Itu yang Mangku rapalkan saat menjatuhkan talaknya pada perempuan itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/244841718-288-k138855.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Persinggahan Singkat (TAMAT)
Roman d'amour"Jika memilikinya hanya sebuah mimpi, maka Tuhan ... aku memohon, sekali saja, jangan terbitkan matahari tepat waktu."