•
•
•
•
Mune ni mienai naifu wo shimatteru
(Aku menyembunyikan pisau tak kasat mata dalam hatiku)
Ai no nai sekai de utsumuita hi wa
(Hari-hari itu kita habiskan untuk mengejar dunia masing-masing tanpa cinta)
•••
Lembaran kertas sebuah buku besar dibolak-balik. Halaman demi halaman dilalui. Mungkin pancaran netranya yang fokus ke ribuan kata membuat ia terlihat sibuk, tapi sejatinya ia hanya memaksa menyibukkan diri.
Dalam kurun sehari kabar batalnya pernikahan tersebar. Membuat publik bertanya-tanya apa alasannya? Dan Jungkook tidak membeberkan apa pun. Selain meminta doa terbaik dari relasi untuknya maupun untuk Jungwon.
Kantor terasa sepi karena semua bekerja dengan tenang, konsentrasi penuh. Justru suasana seperti ini membuat Jungkook lelah karena terkencar-kencar, semakin gelisah. Jakunnya di balik balutan kerah turtleneck terus bergerak naik turun.
"It's okay... Ayah pernah muda," Jungkook berusaha tenang di ruangannya yang hanya dihuni ia seorang. Ketakutan terbesarnya dalam perkara ini adalah sang ayah.
Setahun lalu Jungkook sempat berdebat dengan Tuan Jeon mengenai lamaran yang diterimanya cuma-cuma. Dan Jungkook menyesal kurang bersikeras sedikit lagi saja dalam menolak. Di benaknya, mana ada sedikit pun kemungkinan buruk hari itu. Seperti jatuh cinta kepada keponakan Jungwon.
Kini jantung Jungkook terus menggedor rongga dada. Terbayang sudah wajah tak menyenangkan sang ayah karena kabar ini.
Jungkook memutuskan untuk keluar dari ruangan. Mungkin berhadapan dengan beberapa pengacara lain yang bekerja di kantornya akan membantu menenggelamkan risau barang sekejap.
Orang pertama yang Jungkook lihat setelah menutup pintu adalah Seokjin. Kebetulan kubikelnya tepat di depan pintu ruangan Jungkook.
"Jin hyung, kalau visaku sudah di-approve, kabari, ya."
Seokjin menoleh mendengar suara itu dari dalam kubikel kerjanya. Satu jempol ia sodorkan ke Jungkook sebelum kembali fokus ke tumpukan kertas. "Siap, bos," respons Seokjin main-main.
Jungkook menghela napasnya yang menguarkan panas. Ternyata basa-basi dengan Seokjin tak cukup membuatnya tenang. Ia berdiri di depan pintu ruangan dengan ujung sepatu yang mengetuk lantai berulang kali. Begitu kentara dirinya sedang gelisah.
Andai memasuki negeri orang tidak sesulit itu. Bisa dipastikan ia sudah tidak lagi memijak bumi, melainkan terbang di atas sana menyusul sang pujaan hati. Iya, Jungkook tidak berhasil mengejar Jimin. Pemuda pirangnya sudah masuk ke pesawat ketika ia sampai di bandara. Seoul macet parah kemarin.
Seokjin mengernyit. Kinerjanya terganggu karena semak hati Jungkook sampai ke dirinya dalam jarak beberapa meter. Ia memutuskan untuk menghampiri Jungkook yang sudah menduga. Seokjin selalu menjadi orang pertama -di kantor- yang mendesak Jungkook kalau ada sesuatu.
"Kau seperti terserang panik. Kenapa bekerja?" Tanya Seokjin. Pria yang lebih muda beberapa tahun darinya mengalihkan wajah. Menyapu tatapan ke kubikel-kubikel lain di ruangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
cingulomania | Kookmin
Fanfiction"Jungkook, jangan pakai perasaanmu. Kita hanya partner one night love." Kisah ringan tentang ketika keinginan kuat untuk mendekap seseorang melingkupi hati yang telah lama mandiri. Cingulomania. "Akan kupastikan diriku adalah partner one night-mu ya...