Is it wrong, to think my love could really help you out?
It's simply just my stubborn heart no doubt, rambling away
If it's not
Then come on give this lover boy a try
I'll put the sparkle right back in your eyes
What could you lose?
(Mac DeMarco - No other Heart)
***
Fokus Btari satu, layar laptop yang ada di depannya dengan wajah Alaska yang memenuhi layar. Ekspresinya serius saat berkata, "Tadi udah jelas kan dengan pengaturan yang bu Btari jelaskan? Nanti Bu Btari akan membuat undian pakai aplikasi dan siapa yang namanya muncul, dia wajib untuk ke kantor. Ingat! Tidak perlu berada dekat dengan area divisi kita hanya butuh ke gudang berkas terus dibantu salin ke komputer. Oke?"
Semua orang kompak menyalakan suara aplikasi rapat oline dan menjawab, "Siap, Pak."
Alaska mengangguk. "Hasil tes PCR Anya memang belum diketahui? Terus semuanya sudah swab ulang? Hasilnya ada yang positif?"
Kali ini hanya Btari yang menyalakan mikrofon aplikasinya, mengingat hanya dirinya saja yang mengetahui data anak-anak. "Untuk saat ini Anya belum memberi kabar, Pak. Terakhir saya tanya batuk dia lebih parah. Saya bilang kalau tidak bisa handle sendiri untuk karantina di rumah, saya minta dia segera hubungi bagian HR agar bisa dibantu karantina di rumah sakit atau tempat yang ditunjuk pemerintah. Sementara untuk hasil swab lain, hanya Fadil yang ternyata jadi positif, makanya dia tidak hadir rapat siang ini."
Saat Alaska akan menimpali, tiba-tiba saja dering ponsel Btari memecahkan keheningan. Sontak semua orang di layar melempar tatapan heran karena dering nyaring itu berasal dari dua akun yang berbeda, Alaska dan Btari.
"Sori, saya angkat telepon dulu." Btari berdehem.
Dia berpura-pura tidak menyadari keanehan tersebut. Kemudian, dengan segera mematikan kembali mikrofon berikut layar komputernya. Dia beranjak mendekati wastafel seraya menatap area ruang tamunya.
Tanpa bisa dicegah Btari menelan ludah saat mendapati Alaska tengah menatapnya lekat. Pria itu butuh pinjaman WiFi karena WiFi pribadi unitnya sedang gangguan. Btari yang kebetulan memang bawahan dan tetangga serta WiFi yang tidak gangguan terpaksa menolong.
Kok deg-degan sih? Omel Btari dalam hati. Segera saja wanita itu memutar badan. Pemandangan westafel dengan gelas kotor sepertinya jauh lebih menarik daripada tatapan dalam dan lekat Alaska.
"Ya, Anya?" sapa Btari begitu mengangkat telepon.
"Positif, Bu."
Seketika Btari menghela napas dalam. Dugaannya benar bahwa sekretaris baru Alaska itu akan memberi kabar buruk. Otaknya kini mulai berpikir cepat apa saja yang harus dia intruksikan kepada Anya.
"Oke, Anya, positif Covid-19 bukan akhir dunia. Kamu bisa sembuh dan melakukan kegiatan setelah sehat. Oke?" Btari mencoba memberikan sebuah pemikiran positif. Sekalipun dia punya pengalaman buruk dengan penyakit serupa flu itu, tapi Btari sadar bahwa Damar tidak selamat karena penyakit bawaan suaminya.
"Terima kasih, Bu," balas Anya di tengah batuknya.
"Sekarang kamu fokus istirahat. Nanti biar anak HR bantu kirim obat sesuai peraturan perusahaan. Masalah karantina juga kalau kamu butuh karantina dengan tenaga kesehatan, segera kabari. Ponsel saya menyala 1x24 jam. Cepat sembuh, Anya."
Anya kembali mengucapkan terima kasih. Sebelum akhirnya, panggilan berakhir.
Btari memutar badannya. Saat akan kembali ke kursinya ternyata Alaska juga tengah menatapnya. Kali ini ada ekspresi ingin tahu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Apartment Door
Romance"Btari memang sedang hamil beberapa bulan, tapi sayangnya suaminya lebih dulu meninggal karena covid bahkan sebelum Btari tahu dirinya hamil." Alaska terkejut. Tetangga judesnya yang mendadak jadi rekan kerjanya itu ternyata memiliki kisah memilukan...