"Kayaknya ... aku pengen nikahin kamu dengan segera."
Setiap kali kalimat itu berputar di kepala Btari, tubuh wanita itu seolah bereaksi. Selain debar jantung yang menggila, tapi juga kedua pipi yang memanas. Isi kepalanya pun kacau. Sekalipun dia menolak membahas pernikahan lagi–apalagi dia juga baru ditinggal meninggal mendiang suami, tapi kata-kata Alaska tidak bisa dienyahkan dengan mudah.
Sepertinya banyak hal yang Btari terlalu pikirkan, terutama perasaan Alaska. Mungkin kekasihnya itu pada akhirnya berhenti membahas masalah obrolan tak menyenangkan kemarin malam. Namun, sorot kesedihan tampak jelas di wajah pria itu dan rasanya sungguh menyiksa.
Mau tak mau Btari jadi berpikir, lalu berkhayal. Bagaimana rasanya menikah lagi dengan jangka waktu kurang dari setahun setelah kepergian Damar? Bagaimana rasanya memiliki Alaska seutuhnya? Hingga semua lamunan itu terhenti saat suara-suara sumbang dalam kepala menghancurkan keindahan angan.
"Lupakan, lupakan!" perintah Btari sambil geleng-geleng kepala. Kemudian, mencoba kembali fokus pada deretan angka di layar komputer.
Kembali dia mencoba menghitung atau lebih tepatnya mengotak-atik anggaran bulan depan untuk Facayu. Sesekali dia juga memijat kepalanya yang pusing akibat hamil, lalu disusul kurang tidur. Saking pusingnya, Btari sampai mendelegasikan tugasnya kepada Anya untuk menemani Alaska bertemu pihak bank siang ini.
Baru beberapa bagian yang Btari hitung, bunyi pintu terbuka mengalihkannya. Ketika mendapati Alaska berdiri di ambang pintu dengan kemeja batiknya yang rapi, wanita itu terpesona. Rambut pendek yang selalu berantakan kalau di rumah itu kini digel klimis. Namun dari seluruh penampilannya, senyum merekah lebar yang Alaska berikan jauh lebih menyita perhatian.
"Aku kembali," ucap Alaska begitu menutup pintu ruangan mereka.
Bukannya menuju mejanya sendiri, Alaska malah berbelok mendekati meja Btari. Pria itu menaruh tas kerjanya di samping komputer Btari. Sementara diri pria itu menyandarkan kedua pantatnya di sisi meja.
"Masih pusing?" tanya Alaska. Dengan santainya dia mengusap puncak kepala Btari. "Atau udah mendingan?"
Tidak ada respons apa pun dari Btari selain memejamkan kedua matanya. Dia menikmati usapan demi usapan Alaska seolah hal itu menenangkan kekacauan yang ada di hati dan otaknya. Lagi pula mumpung mereka berada dalam ruangan khusus sendiri dan belum ada pengganggu seperti Anya atau pegawai lain, jadi wanita itu memanfaatkan keadaan.
"Mbak, kok malah merem? Masih pusing banget, ya?"
Suara lembut Alaska yang penuh kekhawatiran memaksa Btari membuka mata. Pria itu mendongak. Dia mendesah napas panjang, lalu menggeleng.
"Udah mendingan," jawab Btari. Dia mengaku dengan malu-malu, menciptakan rona merah di kedua pipinya. "Cuma kalau boleh jujur usapan kamu bikin ... nyaman dan ngantuk."
Di luar dugaan pipi Alaska yang bersemu. Hal yang membuat Btari mendengkus geli. "Mbak, jangan bikin salting!" omelnya untuk menutupi malu. "Kamu tuh kebiasaan jadi cewek galak atau dingin, jadi jangan sering-sering bersikap manis kayak gitu. Serius! Aku pengen peluk kamu, tapi aku masih sadar diri sama tempat kita."
Saat mendengar Alaska mengatainya galak dan dingin, ekspresi Btari langsung cemberut. Sebenarnya tidak kesal, tapi hanya ingin menggoda saja.
"Jadi, aku galak dan dingin?" tanya Btari dengan nada suara jengkel. Mulutnya mengerucut dengan kedua tangan bersedekap.
Anggukan kepala Alaska yang terlihat santai malah menjadikan Btari benar-benar jengkel. Ditambah komentar pria itu setelahnya, "Banget! Nggak boleh keluar galaknya dong, Mbak, kan lagi pusing. Lagian ini aku balas dendam karena kemarin kamu ngatain aku cerewet."
"ALASKA!" teriak Btari dengan gemas. Dia mencubit perut Alaska hingga pria itu mengaduh kesakitan. "Kamu tuh ya bener-bener!"
"Ampun, Mbak, ampun!" ucap Alaska sambil sesekali mengaduh. "Cukup, cukup, aku minta maaf. Oke? Kamu nggak galak apalagi dingin. Kamu cantik, baik hati, terus apalagi? Bidadari yang tak bersayap."
"Nggak gombal juga!"
Sekali lagi Btari melayangkan cubitan. Sampai akhirnya dengan kekuatan pria itu tahu-tahu saja Alaska sudah memegang kedua tangan Btari. Tawa mereka berhenti. Kedua mata mereka bersirobok di udara.
"Mbak," panggil Alaska sambil berbisik. "Pujian mengenai kamu cantik, baik hati, dan bidadari tak bersayap itu seriusan. Nggak ada gombalan sedikit pun. Lihat dirimu ... mengandung seorang janin bukanlah hal yang mudah, itulah kenapa di mataku kamu seperti bidadari tak bersayap."
Tidak ada argumen yang keluar dari mulut Btari. Wanita itu sibuk tersipu malu. Perut yang melilit karena ada ribuan kupu-kupu berterbangan. Anaknya juga sepertinya ikut senang karena terasa tendangan keras di perutnya. Btari bukan bidadari, tapi anak SMA jatuh cinta.
Perhatian Btari teralihkan oleh gerakan tangan Alaska. Pria itu merogoh tasnya, lalu mengeluarkan sebuah tas belanja dengan logo supermarket di sana..
"Karena bank yang aku datangi jadi satu sama pusat perbelanjaan, aku mampir ke supermarket. Dokter bilang kamu kan kurang naik berat badannya, jadi aku beliin beberapa hal kayak cokelat batangan, susu steril, cold press juice. Weekend ini kita belanja ya, Mbak, kita masak banyak daging yang sehat. Oke?" Sekali lagi Alaska mengusap puncak kepala Btari beberapa kali. "Jangan kurang berat badan lagi pas kontrol ke dokter nanti."
Perhatian Alaska yang seolah tidak ada habisnya itu menjadikan kedua mata Btari berkaca-kaca. Agak terbata dia bertanya, "Kamu ... peduli banget ya sama anakku, Ka?"
Alaska mengangguk. Ekspresinya berubah geli. "Kok kayak mau nangis gitu sih, Mbak? Iya, aku peduli sama anak kamu. Dia bagian dari diri kamu, Mbak. Kalian berada dalam satu tubuh selama sembilan bulan lho! Bukan itu aja, aku harus jujur sih ini, tapi sejak aku dengar detak jantungnya waktu temenin kamu kontrol pertama kali itu ... aku merasa terikat sama dia dan kamu."
Dan harus Btari juga akui, bukan hanya Alaska yang terikat pada momen itu, tapi wanita itu juga. Pelan, tapi pasti diseretnya kursi untuk merapatkan diri pada Alaska. Kemudian, merengkuh pria itu erat-erat tidak peduli di mana mereka berada sekarang.
Btari senang Alaska tidak lagi membahas pernikahan. Senang juga pria itu terus mengusahakan untuk bersikap sebaik-baiknya kekasih. Tapi dari itu semua, Btari senang Alaska menemaninya dan membunuh kesepiannya.
***
Surabaya, 15 November 2022
Terima kasih untuk kamu yang sudah baca kisah ini baik di Wattpad maupun karyakarsa. Untuk link karyakarsa akan aku bagikan di beranda wattpad ya. Maaf yaaa niat mau update 3x seminggu nggak jadi-jadi terus gegara ada kegiatan mulu huhuhu.
Love,
Desy Miladiana
![](https://img.wattpad.com/cover/319231813-288-k594524.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Apartment Door
Romance"Btari memang sedang hamil beberapa bulan, tapi sayangnya suaminya lebih dulu meninggal karena covid bahkan sebelum Btari tahu dirinya hamil." Alaska terkejut. Tetangga judesnya yang mendadak jadi rekan kerjanya itu ternyata memiliki kisah memilukan...