#32 : She Want to be Deserve

2.3K 321 5
                                    

Sudah berkali-kali Btari menangkap ekspresi canggung dan aneh salah satu stafnya saat presentasi pagi ini. Berbicara beberapa hal, lalu terdiam sambil menatap heran ke satu titik yang sama. Namun, setelah itu stafnya kembali berbicara mencoba mengabaikan ketidaknyamanan yang tercipta.

Btari sendiri jadi mau tak mau mengikuti arah pandang stafnya yang tengah presentasi. Seketika dia menghela napas dalam menemukan Alaska lah yang menjadi alasan keanehan rapat kali ini. Pria itu diam. Tatapannya memang lurus pada layar presentasi. Namun, matanya kosong. Tidak ada gerakan apa pun selain bernapas. Seolah hanya raga pria itu yang ada dalam ruang rapat, sementara pikirannya entah ke mana dan itu tidak biasa.

"Pak Alaska," gumam Btari.

Disentuhnya lengan Alaska di bawah meja untuk dia guncang pelan. Hanya saja, tidak ada respons. Padahal slides presentasi tersisa dua halaman lagi.

Sampai akhirnya, begitu slides berubah menjadi ucapan terima kasih dan karyawan yang presentasi mengajukan pertanyaan, Btari tidak bisa tinggal diam. Agak sedikit keras dia mengguncang lengan Alaska dan kali ini nada suaranya juga naik satu oktaf. "ALASKA!"

Alaska tersentak. Sontak pria itu menoleh ke sekitar, kemudian berakhir menatap Btari. Ekspresi bingung langsung terpasang di wajahnya.

"Ya, ya, kenapa, Bu Btari?" tanyanya agak gelagapan.

Btari menghela napas dalam, lalu menggeleng pelan nyaris tak terlihat. Sepertinya percuma saja menanyakan pendapat Alaska karena pria itu sejak awal tidak memperhatikan. Mau tak mau wanita itu mengambil alih. Lagi pula statusnya masih senior yang membimbing Alaska, jadi dia masih sah memberi masukan ataupun perintah kepada pegawainya.

"Sepertinya pagi ini Pak Alaska sedang tidak enak badan, jadi hilang fokus sejak awal rapat." Btari mencari alasan logis untuk membuat para pegawainya mengerti. "Mungkin saya tidak akan terlalu banyak memberi masukkan karena saya rasa semua yang kita bahas dalam rapat kali ini udah oke. Rancangan anggaran bulanan yang kalian kasih juga cukup memuaskan walaupun masih agak bengkak karena covid yang makin menjadi-jadi. Tinggal kalian serahkan laporannya ke kantor saya dan Pak Alaska saja. Sisa bahasan nanti menyusul di rapat selanjutnya. Terima kasih. Kalian bisa kembali ke meja masing-masing."

Setelahnya para pegawai beranjak, lalu keluar ruangan satu per satu. Mereka semua memasang mimik heran, tapi sadar tidak ada yang berani bertanya. Apalagi Btari dan Alaska tetap berada dalam ruang rapat dan meminta pintu ditutup.

Begitu privasi sudah Btari dapat, wanita itu mencurahkan seluruh fokusnya pada Alaksa. Meski begitu, mereka tetap menjaga jarak sekalipun ruangan tertutup. Tidak ada juga saling bersentuhan kulit agar tidak ada yang tiba-tiba muncul, lalu membuat gosip. Kali ini pria itu menarik turun maskernya. Sebuah cengiran bersalah terpasang di wajah. Ada gumaman maaf tanpa suara karena sikap tidak profesionalnya barusan.

"Jadi, kamu kenapa?" todong Btari. Kedua tangan wanita itu terlipat di depan dada. Wajahnya mengeras di balik masker.

Alaska masih diam. Ada ke bimbangan yang tampak jelas dalam sorot matanya. Sekali lagi Btari bertanya, "Kamu baik-baik aja kan, Ka?"

"Baik," jawab Alaska pelan. Pria itu tersenyum, tapi Btari tahu itu hanya senyum yang terpaksa ada di wajah demi basa-basi.

Btari mendesah napas panjang. "Alaska, kalau kamu baik-baik aja, jawaban baikmu nggak terdengar sepelan itu." Jeda sesaat. "Ada masalah dengan orang tuamu selama weekend kemarin?"

***

Surabaya, 18 November 2022

Terima kasih untuk kamu karena sudah membaca kisah ini baik di Wattpad maupun KaryaKarsa ya. Link KK akan saya bagikan di beranda. Harap sabar yaaa, semoga tidak sampai 10 bab lagi kelar kok hiks.

Love,

Desy Miladiana

Behind the Apartment DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang