#4 : Mulutmu Harimaumu

5K 752 87
                                    

And I was tryin' to be nice

But nothing's getting through, so let me spell it out

A-B-C-D-E, F-U

(Gayle - ABCDEFU)

***

Btari tahu Alaska sudah masuk kemarin, setengah hari. Sayangnya kemarin obrolan mereka hanya ala kadarnya dikarenakan jam kerja yang pendek. Belum lagi masalah ruang kerja yang bergabung dengan Fathir. Kepala cabang Facayu Surabaya itu terkadang ikut masuk dalam obrolan yang menjadikan penjelasan Btari susah fokus.

Jadi, begitu lantai empat, area kerja untuk anak-anak finance bisa digunakan, Btari langsung mengurung Alaska di ruangan pria itu. Ada komputer yang memamerkan sistem keuangan perusahaan yang sudah disesuaikan dengan model akuntansi terbaru. Kemudian, beberapa tumpuk berkas-berkas keuangan perusahaan.

Dengan sabar dan lambat-lambat dia menjelaskan kepada Alaska. "Seorang manajer keuangan punya beberapa tugas penting, salah satunya adalah merencanakan, mengkoordinasi, dan mengontrol arus kas perusahaan terlebih bagian utang piutang. Facayu selalu punya anggaran untuk pembayaran utang. Namun kita tahu, pandemi ini membuat semua perusahaan selain kesehatan berdampak besar terutama bagian keuangan. Jadi, sebagai manajer keuangan, Pak Alaska harus bisa mengontrol pembayaran utang tepat waktu dan tidak mengganggu arus operasional perusahaan. Kita nggak mau—"

Kalimat Btari mendadak berhenti saat terdengar bunyi keroncongan keras. Sesaat wanita itu mengernyit. Dia melempar pandang ke satu-satunya orang yang bisa dia tuduh, mengingat saat ini wanita itu super kenyang.

Namun belum juga Btari bertanya, bunyi keroncongan itu kembali terdengar. Kali ini pertanyaan itu terjawab dari cengiran Alaska dan gumaman pelan cowok itu, "Sori."

"Bapak lapar?" tanya Btari. Wanita itu melirik jam tangan. "Masih pukul 10 pagi, tapi kayaknya udah lapar banget sampai bunyi keroncongannya sekeras itu. Belum sarapan atau sarapan hari ini kurang?"

Sejujurnya Btari tidak peduli apakah Alaska sudah sarapan atau belum. Namun, dia tidak mungkin mengabaikan suara keroncongan atasannya itu. Nanti wanita itu dicap tidak sopan, lalu menganggu masa depan pekerjaannya.

"Belum sarapan," jawab Alaska. Pria itu mendesah panjang. "Dulu waktu saya kuliah di Inggris, saya lebih sering beli makanan atau kakak saya pesankan katering. Pas di Indonesia pun saya bentar sekali tinggal sendirian karena keburu pandemi dan tinggal sama kakak saya. Jadi, begitu tinggal sendirian lagi di tempat asing dan pandemi, saya bingung dan kelabakan."

"Oh ... gitu." Btari manggut-manggut. Dia berusaha bersikap peduli kepada bosnya. "Mau saya pesankan makanan lewat ojek online, Pak?"

Senyum Alaska merekah. Gigi-gigi putih dan rapinya terpasang di wajah. Tanpa sadar Btari memperhatikan bosnya itu, Alaska selayaknya anak SD yang baru saja mengetahui dirinya akan mendapatkan hadiah.

"Boleh," jawabnya sambil mengangguk cepat.

Bergegas Btari keluar dari ruangan Alaska sejenak. Sejak meninggalnya Damar, wanita itu malas memegang ponsel. Alasanya karena semakin hari semakin sering mendengar berita kematian. Itu mengerikan dan tidak baik untuk kesehatan mental Btari yang sedang hamil sendirian.

"Mau pesan makanan apa, Pak?" tanya Btari seraya duduk kembali di seberang Alaska. Tangannya sibuk mengutik ponsel.

"Ada rekomendasi?"

Btari menggeleng. Wanita itu mengaku, "Saya nggak punya rekomendasi makanan, Pak, karena sejak pandemi saya udah nggak pernah order makanan dari luar."

Mata Alaska melebar. Mulutnya mengangah sesaat. "Serius?"

Behind the Apartment DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang