My universe will never be the same
I'm glad you came
(The Wanted - Glad You Came)
***
Agak cukup banyak Alaska menyemprotkan parfum di sekujur badannya. Bukan hanya ingin menjadi pria wangi, tapi dia juga harus memastikan indra penciumannya bekerja dengan baik. Karena jika bau setajam musk dengan alkohol ini tidak terhidu berarti dia harus segera menuju rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan covid-19.
Setelahnya, dia mengenakan kemeja abu-abu tua dan celana jins hitamnya. Sebelum akhirnya memasang masker menutupi separuh wajahnya. Sekalipun hanya pergi ke supermarket, tapi Alaska memastikan dirinya berpenampilan baik. Bagaimanapun dia pergi dengan bawahannya, jadi harus tetap terlihat berwibawa.
Begitu jam tangan sudah menunjukkan pukul 11 siang, Alaska segera keluar unit apartemen. Dia bergerak menyeberangi lorong, lalu menekan bel unit depan.
"Mbak Btari," panggil Alaska. Sambil menekan bel, tangannya yang lain juga mengetuk pintu. "Mbak, Mbak Btari."
Kening pria itu berkerut. Diraihnya ponsel di saku celana untuk memeriksa jam. Alaska tidak salah, ini sudah pukul sebelas. Padahal Btari sudah berjanji akan menemaninya untuk berbelanja sabtu siang ini, tapi sudah lewat lima menit dari janji temu, pintu apartemen Btari tidak dibuka juga.
Kali ini teror Alaska bertambah dengan menelepon Btari, sedangkan tangannya yang lain tetap menekan bel berkali-kali. Tak lama suara langkah kaki terdengar dari dalam. Pintu terbuka dan Alaska langsung memelotot dengan apa yang dia lihat.
Btari masih mengenakan piama. Rambut wanita itu acak-acakan. Wajahnya agak pucat membuat Alaska khawatir.
"Mbak Btari, baik-baik aja, kan? Kok pucat?" tanya Alaska. Nada panik terdengar jelas dari suaranya.
"Baik, Pak," jawab Btari sambil meringis. "Cuma tadi pagi agak mual-mual aja terus ketiduran sampai kelupaan udah pukul sebelas."
"Kita ke rumah sakit aja kalau gitu, Mbak."
Segera saja Alaska menarik tangan Btari. Namun, wanita itu malah menahan gerakan Alaska. Btari mendengkus geli seraya menggeleng. "Saya baik-baik aja, Pak. Mual-mual buat ibu hamil itu udah hal biasa. Saya sehat. Kalau udah mandi dan dandan, Bapak pasti lebih yakin kalau saya emang nggak apa-apa. Tunggu ya, Pak. Sejam aja."
"Kamu ... bener-bener nggak apa-apa kita keliling supermarket hari ini?" tanya Alaska takut-takut.
Btari mengangguk. Senyum kecil wanita itu mengembang. "Nggak apa-apa. Saya sekalian mau belanja juga, jadi lumayan ada temannya."
"Kalau kamu sangat yakin untuk tetap berangkat, kita pergi. Tapi, Mbak, kalau di tengah-tengah jalan udah nggak enak badan langsung bilang ya. Oke?" pinta Alaska yang langsung dibalas anggukan Btari.
Saat Btari akan menutup pintunya, Alaska dengan cepat menahannya. Pria itu memiliki sebuah ide di kepalanya. "Pintu unit kamu jangan ditutup ya, Mbak. Tolong. Oya, sama nggak perlu buru-buru buat kelarin urusanmu dengan kamar mandi dan juga berdandan. Take your time."
Btari menyunggingkan senyum tipis. Dia mengangguk sambil bergumam, "Thanks, Pak Alaska."
Segera saja Btari memasang ganjal pintunya, sebelum akhirnya wanita itu bergegas memasuki apartemennya. Alaska sendiri tetap berdiri di lorong. Pria itu ragu sejenak, tapi pada akhirnya memilih masuk ke apartemen Btari.
Sesaat pria itu kebingungan di dapur. Ada alat penggorengan dan minyak yang dia lihat. Alaska juga menemukan telur serta roti. Walau tidak pandai masak, setidaknya Alaska pernah menggoreng telur ataupun merebus mi instan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Apartment Door
Roman d'amour"Btari memang sedang hamil beberapa bulan, tapi sayangnya suaminya lebih dulu meninggal karena covid bahkan sebelum Btari tahu dirinya hamil." Alaska terkejut. Tetangga judesnya yang mendadak jadi rekan kerjanya itu ternyata memiliki kisah memilukan...