BAGIAN DUA PULUH DUA

3.3K 340 93
                                    

"Saya masih belum memaafkan tindakan Mas Sean kemarin!" tegasnya berusaha menghindari Sean, tapi gelegar petir membuat Sabrina terpaksa tetap berada di dekatnya.

Sean menghela napas berat sebelum ia sedikit berdeham. Berada di dekat Sabrina membuatnya kegerahan, padahal di kamar itu sudah ada pendingin ruangan yang cukup untuk mendinginkan seisinya. Aneh, apa ini efek pemandangan di dekatnya? Sabrina mengenakan piyama tidur berkancing dengan warna putih. Sedikit mengamati, rupanya Sabrina mengenakan bra, tidak seperti biasa yang memilih melepas bra nya sebelum tidur. Ya, tadi Sean sendiri sempat melihat sewaktu Sabrina memakainya melalui CCTV yang dia sambungkan ke laptopnya.

Shit! Terkutuk kau Sean! Dia sendiri tidak sadar bahwa itu akan semakin menyusahkan.

"Saya akan kembali ke kamar."

Sabrina menggeleng sambil mencengkeram pergelangan tangan Sean, memaksa dia untuk tetap tinggal.

"Jangan! Di luar masih ada petir nya."

Duar!

Sean mengumpat dalam hati, ia meneguk ludah susah payah mencoba mengabaikan sentuhan Sabrina. Sayangnya nihil, tetap tidak bisa. Kendati tidak mau mencium bibir nya seperti yang dia minta, Sabrina malah menempel padanya dan itu menyiksa.

Sebuah elusan mendarat di pucuk kepala Sabrina. Sean membawa Sabrina ke pelukannya berharap itu sedikit membuat rasa takutnya berkurang.

Ada rasa penasaran mengapa Sabrina sangat takut petir. Namun dia urung bertanya, mungkin itu merupakan hal yang tidak ingin Sabrina ceritakan.

"Sabrina ....," Sean menggantungkan kalimatnya, "sepertinya hujan akan turun cukup lama."

"Hem, saya rasa juga begitu," jawab Sabrina cemas. Dia juga tidak ingin menahan Sean lebih lama. Mau bagaimana lagi, dia memiliki kenangan buruk dengan petir dan masih belum bisa mengatasinya. Dahinya mengerut sambil memegangi lengan Sean karena takut.

Hening.

Suasana mendadak sunyi karena baik Sean maupun Sabrina sama-sama diam. Sean terus berkutat dengan pikiran dan keinginannya yang sinkron ingin menyentuh Sabrina. Sedangkan Sabrina ingin hujan segera berhenti dan membiarkan Sean kembali ke kamarnya sendiri.

"Em ... saya rasa Mas Sean boleh kembali ke kamar Mas Sean sendiri. Maafkan saya, karena ketakutan saya ini mungkin agak konyol. Saya sudah membuat Mas Sean kerepotan."

Lebih tepatnya kamu membuat tubuh saya repot, Sabrina. Kamu membuat saya tersiksa. Hati Sean terus membatin.

Sean justru makin membawa Sabrina mendekat, mengarahkan jari-jari kecil itu ke bagian perut sixpack miliknya.

"Saya tau kamu menyukainya, kan?"

Sungguh, Sabrina merasakan reaksi alamiah dari tubuhnya. Dia mulai basah hanya dengan menyentuh Sean seperti itu.

"Hentikan Mas Sean!"

Sean menyeringai, dia mendorong pelan tubuh Sabrina lalu serta merta menindih nya.

"Apa kamu yakin saya harus berhenti?"

Jari panjang Sean mulai menelusup masuk melewati pakaian Sabrina. Perlahan dia menyentuh permukaan perut datar Sabrina dengan lembut, mengecupnya, itu berhasil membuat siempunya mendesah berantakan.

"Stop it!"

Bergerak turun, kini Sean berhasil mengecek bagian bawah tubuh Sabrina dengan sedikit memasukkan jarinya di sana.

"Hem, sudah lumayan basah rupanya."

Sabrina tidak dapat lagi menghindarinya. Tubuhnya seketika meremang di hadapan Sean.

My Korean Husband (Oh Sehun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang