Menang Voli

918 75 7
                                    

Atlas sungguh tak mampu, sepertinya sakit yang di deritanya lumayan ganas,belum genap setahun,kepalanya seperti akan segera pecah karna penyakitnya itu.

Dengan pakaian baju volly, tiba-tiba saja Atlas memilih duduk di lantai dekat ranjang,mendongak sambil meremas spray menyalurkan rasa sakit dan nyeri di area kepalanya.

Dia tak menangis lagi,dia menikmati hal ini hampir setiap hari seperti ini,dia lelah menangis hanya untuk ini,dia sudah memasrahkan dirinya juga setiap hari jika saja tuhan memanggilnya maka dia mau tak mau harus siap juga.

Mungkin dia akan menyesal di mati keabadian,dia belum sempat merasakan ibu maupun ayahnya,dia akan sangat menyesal dan kehilangan arah jika hari itu tiba nanti.

Atlas begitu kurus,ketika dia sampai di lapangan,siapa juga yang tidak terkejut melihat anak tengil itu dengan tubuh merosot kehilangan lemaknya,biasanya di sekolah Atlas selalu memakai pakaian oversize dengan tubuhnya,pantas saja tidak ketahuan padahal tubuhnya memang merosot kurus dengan cepat.

Permainan berjalan dengan lancar,Daniel dan juga Demian setia menjadi pihak lawan untuk mencetak nilai,Atlas juga tetap menjadi pihak lawan saudaranya dengan sedikit kewalahan akan dirinya.

Baskara dan Janitri,sekarang mereka menyempatkan waktu kemari,Atlas paham Baskara sudah mengancamnya dari kemarin setelah siuman,jika saja Atlas tidak hadir,maka untuk yang ke sekian kalinya Atlas akan di pisahkan dengan Janitri untuk selamanya.

Di tengah permainan,Namu menangkap lengan Atlas sebelum anak itu terjatuh ke tanah,"Las!"

Atlas seketika sadar,menggepal tangannya erat-erat agar tubuhnya kuat menopang dirinya sendiri.
"Gak,gak pa-pa."

Namu seketika melakukan passing,secara sedikit fokusnya terpecah juga ketika gerakan Atlas sedikit melambat dari biasanya.

Di tengah keseriusannya dalam menerima bola dan mencegah lawan secara berturut-turut hampir mendapat nilai,dia hingga tidak sadar hidung mungilnya menyuarakan kelelahan ekstrim lewat darah yang dia keluarkan.

"Las!"
Dua pihak seketika berhenti sejenak,sebelum Namu dan Daniel hendak khawatir bersamaan.

Atlas tidak terima,dia mengusap darah dengan punggung tangannya dan melanjutkan permainan mengerahkan seluruh tenaganya.

Setelah permainan cukup lama,benar apa kata tim Atlas,anak itu berhasil menguatkan permainan timnya,Baskara mengakui dengan telak melihat tim putra kembarnya kalah di nilai 15-25.

Atlas paling dominan,setelah permainan selesai,mereka kompak ke ruang ganti,Atlas malah ke kamar mandi membuka closet duduk dan muntah sepuasnya disana.

Tadi pagi dia makan semampunya,sekarang makanan itu tak ada satu pun berguna di tubuhnya,naasnya dia juga memuntahkan darah lumayan banyak.

"Atlas..Atlas!!"

Suara Namu memaksa di luar,membuka pintu meraup Atlas yang sudah melemah bersandar di dinding dingin.
Tatapannya sayu,meraup oksigen sebanyak mungkin.

"Atlas...Atlas.."

"Namu.."panggilnya terkekeh,mulutnya masih bernoda darah.
"Gue capek banget.."

Hoek..
Uhuk..

Namu hampir menangis,dengan tangan bergetar membersihkan bekas darah di tepi bibir Atlas tanpa rasa jijik sama sekali.
"Papa gue bakal pulang hari ini,papa gue ahli dalam penyakit lo,dia bakal ngerawat lo,ada mama gue juga,lo bakal tetap jadi tokoh utama yang bakal gue sayangin sejak lama,gue mohon tinggal di rumah gue aja ya?"

Baskara menghampiri putranya memeluknya dengan tabah,"Anak papa udah hebat banget ya..kalian pengen sesuatu sebagai hadiah?"

"Atlas! Dimana?"tanya Daniel melepas tangan Baskara yang sedari tadi memeganginya.

Daniel bertanya ke tim Atlas yang mengganti baju di ruang yang sama,"Lo liat Atlas gak?"

"Lo liat Atlas kemana gak?"
"Gue liat dia lari ke toilet tadi!"

Namu mengawasi Atlas hingga anak itu siuman di UKS,tidak main-main hingga membawa anak didik ayahnya agar memeriksanya di sekolah.

"Namu!"suara Arya mengudara.

Namu terbangun dari tidurnya yang sedari tadi mengawasi Atlas.

"Atlas udah bangun."ucapnya,Namu seketika terperanjat bangun menanyakan kondisi Atlas dengan pertanyaan beruntunnya.

Atlas hanya mengangguk,Namu begitu berbeda dengan Daniel,Namu terlihat begitu protektif terhadapnya.

Namu sang protektif itu bahkan menggendong Atlas menuju ke mobil,tak membiarkan anak itu lelah berjalan apalagi lelah akan hidupnya.

Namu perhatian sekali,membuat Atlas canggung untuk mengatasinya,bahkan sampai di rumah Namu memapah Atlas untuk bertemu dengan sang papa di ruang kerjanya.

"Pa,aku bawa temen pa.."

"I'm here my son."

Namu menuju ke sebuah ruangan,Atlas ikut merapikan pakaiannya,dia tidak ingin tak sopan di depan ayah Namu yang pertama kali dia lihat kali ini.

"Pa,ini Atlas."

"Oh your friend yang kamu bicarakan setiap hari?"

Atlas melirik Namu secara tak karuan.

Thomas,pria asli Amerika itu tiba-tiba memeluk Atlas membuat Atlas terkejut.
"Welcome to my home Atlas."

"Dia sangat mirip dengan Alva,pantas saja kamu menyayanginya Namu."

Namu terkekeh,"Papa juga melihatnya dengan hal yang sama."

"Aku mau ganti baju dulu pa,sekalian bantu mama bentar buat makan siang."

Atlas hendak ikut,namun Namu menahannya,"Bicara sebentar dengan papa gue."

Atlas membatu,menjadi begitu canggung namun Thomas begitu terbuka dengannya,merangkul Atlas memintanya duduk di sofa.

Thomas memperlakukan dirinya dengan baik,memberinya minum,dengan obrolan ringan.

Thomas melakukan pendekatan dengan baik,tangannya menyentuh dada kecil itu,membuat Atlas melenguh terkejut serta sentuhan itu seolah setrum yang menyengatnya.

"Ugh."

"Apa benda kecil ini menyakitimu?"

Atlas menggeleng,"Dia penyelamat dan juga pelakunya."

Thomas menaikkan baju Atlas sedikit,telinganya sudah berisi stetoskop,namun dia di buat terkejut dengan luka memar di beberapa tubuhnya seperti bekas hantaman.

Atlas menyadari,"Tubuh ini sudah rusak total,untuk apalagi anda mengobatinya.."

"Saya yakin Namu sudah mengatakan semuanya tentang saya,ini sudah stadium akhir,dokter juga sudah menyerah mengatasinya,jangan merepotkan diri anda dengan meladeni calon mayat."

Thomas terhenti pada geraknya,"Stadium akhir?"

Atlas terkekeh mengangguk membenarkan ucapannya, kepalanya sudah berat dari pagi,dia hampir hilang kesadaran,tubuhnya memang tidak seimbang.

"S-saya izin pamit,saya harus pulang tepat waktu sekarang."

Atlas pergi tanpa pamitan dengan Namu,telinganya berdenging,sakit kepalanya begitu menyiksanya tak memberi celah ampunan sedikit pun.

"Ma.."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Atlas dan Semesta-nya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang