Mengusiknya

1K 78 4
                                    

Atlas menjadi patung di pinggiran jalan,duduk melamun tanpa bergerak memandangi sebrang jalan yang sepi,hanya sepasang burung dara yang sedang bermain air setelah tadi tangisan semesta entah untuk siapa.

Lamunannya lenyap,dia tiba-tiba teringat sebuah keinginan sederhana yang masih dia harapkan,kakinya bangkit,melangkah ke entah kemana menyusuri jalan yang tak berarah.

Mural-mural dinding dengan tulisan sederhana tak sengaja dia baca,dinding dengan aksara-aksara harapan manusia gila akan sebuah harapan.

Dia menatap sebuah lukisan dua anak kecil dengan gelora tawanya,begitu menyenangkan.
Tangannya terjulur,menyentuh dinding berwarna-warni,"Apa yang menyenangkan dari sebuah kehidupan?"tanyanya kepada mural anak kecil tadi.

"Apa tawa ini begitu bahagia? bagaimana caramu tertawa di kehidupan?aku pernah tertawa,namun sudah lupa."

Atlas terkekeh,mencoba tertawa kencang sebisa mungkin,namun...
"Aku tidak pandai tertawa,selalu saja ada air matanya hahaha."

Matanya berubah sayu,gontai dia duduk di pinggiran jalan kembali, memejamkan matanya sejenak,tenaganya habis begitu cepat,bahkan hampir setiap hari dia bekerja kesana kemari menghidupi dirinya sendiri,hal utamanya tentunya balapan,dia ingin mati di saat dia mencari uang itu.

.
.
.
.
.
Daniel muntah,dia sudah kepalang tidak sanggup hampir tiap hari menyiksa dirinya dengan tidak makan,sekali makan hanya beberapa suap dan berhenti.

Asam lambungnya naik.
Janitri tampak begitu khawatir dari luar, mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi putranya dengan khawatir.
"Daniel,sayang,keluar dulu yuk,mama mau ngomong sesuatu,jangan siksa dirimu sayang."

Bahkan ketika keluar,Daniel roboh di depan mamanya,begitu panik, melihat wajah pucat putranya yang kepalang sakit.

"Daniel!! Ya tuhan!"

Janitri seketika memanggil Baskara,dengan kepanikan kedua orang tua itu,Baskara menggendong putranya untuk di ajak ke rumah sakit.

Sampai disana,tangannya di infus dengan gampangnya,cairan tubuhnya habis,cadangan di tubuhnya juga sekarat.
Namun tenang saja,dia belum mati,dia masih layak bernafas dengan segala perhatian dokter di rumah sakit serta kedua orang tuanya.

Trolli terdengar sibuk,seolah gawat bankar tidurnya di letakkan di sebelah Daniel.

Danlin disana dengan wajah khawatirnya,"Jangan pindahkan dia kemana-mana lagi,lakukan semuanya disini,lakukan operasi sekalian,saya ingin dia segera bangun."

Ocehan Danlin tak di pedulikan,para dokter yang menganggur bangkit,memasang beberapa alat untuk hidupnya.

Wajahnya pucat,dengan tubuh kering tak berisi, setelah sibuk melihat mural,dia tiba-tiba mengeluh sakit di tubuhnya, berakhir memuntahkan darahnya di jalan dengan wajah sekarat.
"Lakukan kemoterapi,terserah lakukan yang terbaik buat dia."kata Danlin setengah berteriak.

Suara Danlin berhasil membuat manusia di sebelahnya terbangun dari mimpi sejenaknya.
"Daniel."suara Baskara mengudara.

Daniel yang sadar dirinya di rumah sakit melihat ke samping,pria dewasa yang setengah berteriak menuntut kesehatan dengan cepat.
"Apa kalian tidak bisa bekerja?!! Lakukanlah dengan benar!"

.
.
.
.

Danlin berada tepat di sebelah Atlas,anak itu terbangun dengan segala alat bantu di tubuhnya,yang sedikit berkurang,tangannya meraih memegangi tangan Danlin yang menunggu yang sejak tadi siang.

"Kak.."lirihnya.

Atlas sudah melakukan kemoterapi pertamanya,serta cuci darah pertamanya, tubuhnya sedikit lebih baik dari sebelumnya.

Atlas dan Semesta-nya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang