Dirinya

1K 104 0
                                    

Atlas terbangun ketika jam pulang sekolah,wajahnya pucat jantungnya berdebar tak karuan kakinya juga tak sanggup berdiri.
"Sakit.."ucapnya memeluk tubuhnya sendiri,memberi kehangatan yang belum sempat dia dapatkan dari siapa pun.

Jam juga sudah pulang,Atlas ingin pulang,dengan hati-hati kakinya turun untuk menyentuh lantai namun..dia lelah membuat tubuhnya terjatuh ke lantai.

Kebetulan sekali Demian masuk ke UKS melihat saudaranya jatuh,dia melihat sendiri bagaimana wajah Atlas yang masih menggunakan beberapa perban secara berantakan.

Atlas yang menyadari abangnya datang,seketika menolak ekspresi kesakitannya,dia memilih bersandar di laci lantas dengan judesnya dia menatap Demian.
"Ngapain lo kesini?"

"Udah jam pulang,lo gak pulang?ini berbaik hati jenguk lo."

"Gue tau jam pulang,gue juga gak butuh jengukan dari lo,bilang aja lo mau pukul gue juga,gue ladenin sekarang."kata Atlas,bangkit dari duduknya lantas mendekati abangnya tanpa sopan santun menatap matanya begitu intens.

"Namu ngadu sama gue,lo hemofilia."

"Terus?"

"Gue bakal ajak lo kerumah sakit."

Atlas tertawa sumbang,bertepuk tangan untuk apa yang dia dengar,"Hahahaha.. perasaan baru tadi pagi abang lo ngomong gue gak boleh muncul di hadapan lo berdua,kenapa sekarang lo yang khawatir,gue gak mau ke rumah sakit,gue menolak setelah ngehajar gue habisin jangan sok jadi obatnya juga."

"Gue gak ada nyakitin lo Atlas!"

"Emang lo tau kapan lo nyakitin kapan enggak?tapi cara lo berdua gak ada efeknya sih,gue lebih mahir menyakiti diri sendiri."

Demian menggeleng lantas pergi,tak habis pikir dengan perkataan Atlas yang cukup menyayat hatinya,Atlas yang dia kenal memang sudah seperti itu,walau dulu ketika bayi dia begitu polos dan menggemaskan.

Atlas termenung,matanya berembun, mengingat dirinya tidak ada rumah untuk dia singgahi kali ini,kakinya menyusuri jalan dengan rasa nyeri yang berlebihan di dadanya.
Organ sekepal tangan dirinya itu sedang memberontak ingin istirahat lebih cepat,namun Atlas tidak tau istirahat dimana.

Tiba-tiba saja dari arah belakang suara klakson mobil mampu membuatnya hampir roboh.
"Woy Atlas!!"

Atlas menoleh ke belakang,dia tidak mengenal mereka siapa namun,mereka terlihat ada dendam dengannya.
"Siapa?"

"Lo yang namanya Atlas kan?"

"Iya,kenapa?kalian siapa?"

"Buruan!"

2 orang dari mereka lantas memegangi kedua tangan Atlas,menariknya untuk masuk ke sebuah gang kecil,menempelkannya ke dinding lantas ketua dari mereka memukul perut sang bungsu lebih brutal.

Atlas sudah tidak ada tenaga untuk melawan,sudah habis untuk meladeni abangnya tadi pagi.

"Akhh..uhuk..uhuk..gue salah apaan?"
"Lo ughh.."Atlas menyerah diri kakinya melemas matanya terpejam menikmati setiap pukulan yang dia rasa.
"Gue bakal mati.."lirihnya pelan,membiarkan tubuhnya menjadi samsak.

"WOY!!!"

Ketua dari mereka lantas kabur, melihat Daniel dan Demian mengejar ke arah mereka.
"WOY BAGAS MAU KEMANA LO BANGSAT!!"triak Daniel hendak mengejarnya dengan sang anak tengah namun,Demian menahannya,memilih berbalik arah menghampiri Atlas yang sudah hampir kehilangan kesadarannya.

"Las..Atlas..."

Atlas hanya menatap mereka dengan sayu,tubuhnya sudah tergletak kotor di tanah.
"Bangsat lo berdua.."lirihnya.

Atlas dan Semesta-nya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang