Perhatian Khusus

1.2K 82 6
                                    

Pagi-pagi buta,Atlas keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat,kakinya melangkah pelan,agar Danlin yang tertidur jangan sampai terbangun karnanya.

"Atlas!!"tegur Danlin terjaga dari tidurnya.

Atlas berhenti sejenak,meraih dinding untuk menopang tubuhnya,menyadari Atlas melemah,Danlin bangkit memeluknya erat.

"Las.."

"Gak kuat kak.."lirihnya membalas pelukan Danlin,dia bolak balik kamar mandi karna mual bahkan muntah darah,membuat tubuhnya terasa begitu lemas.

Danlin menopang Atlas menuju ke bankar pesakitannya,tangannya menggepal,ketika suster datang karena panggilan Danlin untuk menyuntikkan cairan lainnya lagi ke tubuhnya.

"Akhhh..."

Atlas meremat bantal,ketika cairan itu masuk dari lewat tulang ekornya.

"ARGHHHH.. SAKIT KAKKKK..."teriaknya menatap Danlin dengan tatapan harapan cerah membantunya mengurangi sakitnya,namun terpatahkan ketika jarum itu di lepas,begitu membuat tubuhnya gemetar.

Atlas menggerutu, berusaha keras agar tidak mengeluh maupun berteriak lagi,tubuhnya meringkuk takut meminta agar tubuh itu segera tak sadarkan diri,namun sebaliknya.

Danlin membantu Atlas kembali ke posisi semula,perlahan merentangkan tubuhnya serta mengelus kepalanya dengan lembut.
"Tidak pa-pa..sudah selesai istirahat sekarang ya.."

Atlas menggeleng,suaranya hilang seolah berbisik,"Gak mau.."

Danlin duduk di ranjangnya,ikut terbaring di sebelahnya setelah merasa aman akan alat-alat yang masih di pakai Atlas untuk penunjang hidupnya.
"Tidurlah,saya bakal nemenin kamu."suaranya lembut di terima telinga,seolah suara hantu berbicara padanya.

Uhuk..
Uhuk...
Uhuk..

Danlin memeluknya saat tidur,"Benda kecil itu sakit lagi?"ucap Danlin menyentuh dada kecil Atlas agar tetap tenang disana.

Atlas mengangguk dengan matanya terpejam mendusel ke dada Danlin,giginya menggerutu menahan detaknya yang tak karuan.

"Ssssttttt... tenang ya..kasian dia kesakitan mulu gara-gara kamu benda kecil.."gumam Danlin berbicara kepada jantung kecil tak tahu diri itu.

Atlas meringkuk mencari kehangatan,tubuhnya terasa serakah, mengobrak abrik isi tubuhnya dengan kasar.

Hingga matahari di atas kepala dengan sempurna,Danlin melamun di dalam tidurnya,tangannya masih di gunakan sebagai bantal oleh peri kecil yang sudah lemah.
Sedari tadi dia tertidur,anak itu bergumam mamanya setiap saat,Danlin hanya mampu membuatnya nyaman,namun tidak mampu mengobati rindunya.

Rindu yang datang tanpa pasti,rindu yang datang tanpa perhatian,entah dari mana namun dia rindu.

Perlahan Danlin beranjak agar dia tak bangun,perutnya butuh makanan,dia sudah menahan lapar dari semalam,dan ini waktu yang tepat untuk segera makan sesuatu untuk mengganjal lapar.

Hari-harinya terkuras disana,dengan kondisi Atlas yang tidak stabil,segala pencegahan bahkan tindakan medis dia lakukan,namun seolah semuanya terlambat,tubuhnya menyusut kian menyusut.

Pagi,siang,malam,Danlin pasti akan memberi setidaknya waktu untuk menjenguk anak itu setelah melepas pekerjaannya,sering Atlas memintanya jangan datang kembali karna itu merepotkan diri saja,bahkan membuang waktu istirahat Danlin,namun pria itu tetap saja pada pendiriannya,melontarkan janji manis jika anak itu sembuh akan dia berikan motor yang dia pakai balap secara resmi.

Tak segan-segan memberikan mobil sport atas nama Atlas,jika anak itu sembuh Danlin akan memberikan sertifikatnya.

Dia tidak kekurangan uang,hanya kekurangan kenyataan bahwa dia memang kesepian,dia tidak ingin nanti kenyataan bahwa dia kembali hidup sendirian.

"ARGHHHHH... ARGH..HAKK..SAKIIIITT.."triak Atlas hampir setiap hari,ketika suntikan tajam itu menyentuh kulit tulang ekornya.

Tubuhnya bergetar hebat menahan sakit dari obat yang menahan nyawanya setiap hari,sebelum Danlin datang memeluknya dia tidak akan bergerak dari semula,akan terus bergetar dengan bibirnya kian pucat kehilangan warnanya.

"Mama..."bisiknya sendiri,meremat bantal di depannya,air matanya tergenang.

"ARGGGGHHHHHH HAHHH..HIKS..SAKITTTT..."

"To-to-tolong hentikan.."pintanya.

Suster berhenti namun ada satu suntikan lagi belum dia selesaikan,dia hanya mengusap pinggang Atlas namun kembali melakukan pekerjaannya dengan segera.

Hurckkkk!!
Uhuk..
Uhuk..

Atlas tertawa kecil menghibur dirinya,mengusap darah dari mulutnya hingga bersih,entah dia tidak menginginkan apa-apa lagi setelah semua impian yang dia inginkan tidak akan pernah terwujud sama sekali.

Jika dia bisa jujur,jika dia mati nanti, dia ingin melihat Namu sebelum dia memejamkan matanya, keinginan yang masih bisa dia harapkan hanya itu.

Namun mengingat perbedaan wilayah bahkan jarak yang tak dekat,membuatnya enggan menghubungi temannya ketika di sekolah sibuk melakukan persiapan-persiapan ujian dekat-dekat ini.

Abang-abangnya yang pasti sedang bersiap-siap mencari universitas impian mereka,konon dulu Demian ingin di Oxford Inggris mungkin saja Daniel juga,mereka pintar.

Danlin muncul dengan terburu-buru,memeluk Atlas yang bergetar menangis menahan sakit.
"Kak.."lirihnya kehilangan suara.

Danlin memeluknya hati-hati agar tidak juga mengganggu selang kecil semua penunjang hidupnya agar tetap sadar,Danlin seolah menjadikannya tahanan,dia ingin Atlas sadar namun dengan alat yang menyiksanya,bahkan punggungnya di masuki selang agar jantung mungil yang butuh pendonor itu bekerja dengan baik.

Danlin tetap di posisinya,memeluk ringkih Danlin enggan untuk melepasnya,bibirnya sudah biru sendu ingin berbicara banyak.

"K-kak.."

"Hmm?"

"I-iikhlasin..aku..lepasin semuanya..."

"Gak bakal,kakak bakal cari cara,semua cara bakal kakak lakuin biar kamu sembuh,gak bakal kakak lepasin."

"Kak..At-"

"Sssttt jangan bicara lagi,kita sudah hampir setahun disini,kakak denger kabar kalo abang-abang kamu udah bisa masuk Oxford,mereka bakal berangkat minggu depan."

Atlas tersenyum,"Benarkah?"

Danlin mengangguk,"Iya,kamu mau ketemu mereka?"

Atlas menggeleng,"Nan-nanti ganggu mereka."

Perlahan Atlas mulai memejamkan matanya mengejar mimpi,membuat semua impiannya di dalam tidur.

Di rumah sakit kota dirinya sudah beristirahat begitu lama, meninggalkan yang namanya pendidikan yang semua teman yang dia miliki,Arga,Arka,Namu,bahkan Bagas sang pembully.

Di rumah lain,Baskara membuka sebuah laci kecil kuno yang lama tidak dia buka,dulu tempat simpan jamnya,namun dulu ketika anak-anak masih kecil mereka menjatuhkan barangnya hingga terbagi tiga,pelakunya Atlas itu sendiri.Melihat jam berkilap membuat jiwa penasarannya ingin meraih,namun naas ketika dia ambil malah terjatuh ke lantai,detik itu juga dia di marahi habis habisan.

Namun ketika di buka kali ini,jam itu sudah utuh dengan surat dengan tulisan tangan yang berantakan yang di buat atlas susah payah di ruang tamu kala itu.

"Maafin Atlas,gak sengaja tadi,Atlas penasaran,udah di benerin kok pakek tabungan Atlas di celengan babi,papa jangan marah lagi,Atlas yang salah,gak bakal ulangin lagi."

Baskara meremas kertas itu dan membuangnya ke tong sampah,sebuah surat yang membuatnya ingin tahu, keadaan anak itu tanpa uang darinya.

"Kertas apa itu mas?"

"Bukan apa-apa hanya surat lama."kata Baskara kepada istrinya.

Janitri mengambilnya nama Atlas memang tidak asing lagi di telinganya,namun Baskara tidak ingin istrinya mengingat kejadian masa lalu karna Atlas.

"Jangan mengungkit masa lalu lagi,itu hanya kecelakaan."kata Baskara.

"Bagaimana dengannya?"

"Dia baik-baik saja."

Atlas dan Semesta-nya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang