16| MINTA MAAF

91 46 5
                                    

Arssen dan Farel memasuki supermarket membuat beberapa orang lantas melihat ke arah dua pemuda yang tampan itu. Suasana supermarket cukup ramai membuat Arssen gelagapan. Cowok itu memutuskan untuk menunggu pelanggan lain keluar satu persatu.

Arssen berkeliling berupura-pura mengambil sesuatu lalu menaruhnya kembali. Berbeda dengan Farel yang langsung mengambil sebotol minuman dingin dan memasukannya ke keranjang. Lalu ia mengambil beberapa buah roti dan juga selai. Cowok itu nampak santai berbelanja. Tidak seperti Arssen yang gundah gulana.

Pengunjung hilir mudik, keluar satu masuk satu. Dan itu membuat supermarket tidak kunjung sepi. Setelah dua puluh menit menunggu akhirnya Arssen memutuskan untuk segera mengambil pesanan Flora.

Arssen mulai melihat-lihat roti jepang seperti apa yang suka di beli adiknya.

"Rel ukuran Flora berapa? 23 kekecilan kali ya?" tanya Arssen kepada Farel yang berdiri di sampingnya.

"Kalo ukuran 42 kegedean kali ya?"

Arssen masih menimbang-nimbang ukuran mana yang cocok untuk adiknya itu. Ia berusaha menerka-nerka.

"Ambil tengah-tengah dari 23 sama 42 aja,"jawab Farel memberi usulan.

Arssen mulai berfikir.

"Berarti 35?"

Arssen hendak mengambil roti jepang ukuran 35 namun urung karena mengingat sesuatu. Farel yang melihat itu langsung mengangkat sebelah alisnya seolah berkata 'kenapa ga jadi di ambil?'

"Tapi kalo kegedean gimana? kalo kekecilan gimana? ini mana merk-nya banyak banget. Kan gue pusing."

Farel memutuskan untuk menelepon Flora dan menanyakan perihal ukuran dan merk roti jepangnya namun panggilannya tak mendapat respon sama sekali. Flora tidak aktif. Mungkin ia tertidur di mobil.

"Lo samperin gih ke mobil,"ucap Arssen.

Farel memutar bola malas. Ia paling tidak suka bolak balik melakukan pekerjaan seperti ini kecuali yang berurusan dengan nilai dan peringkat.

Farel mengambil sebungkus roti jepang berukuran 23,35, dan 42 masing masing satu dengan merk yang berbeda. Tak lupa dia membeli kiranti dengan berbagai rasa. Cowok itu menyimpan belanjaannya di keranjang dan langsung menuju ke kasir, mengantri bersama pelanggan lain.

Arssen melongo. Mengapa Farel bisa percaya diri seperti itu. Apa cowok seperti dia tidak merasa malu karena membeli perlengkapan perempuan sebanyak itu? Ah sudahlah. Biarkan adiknya yang menanggung.

Kini giliran Farel membayar di kasir. Ia mengeluarkan satu persatu barang yang ia beli termasuk barang sialan yang Flora pesan itu. Kasir perempuan yang melayani Farel lantas menahan tawanya. Pipinya terlihat memerah saking tak tahannya.

"Kenapa mba? Pipinya merah gitu? Sakit gigi?" tanya Arssen yang berdiri di samping Farel sambil menahan malu.

Penjaga kasir itu tersenyum. "Enggak mas gak sakit gigi."

"Oh terus apaan? Abis di tampar ya mbak sama pacarnya? atau sama suaminya?wah mba udah punya suami padahal masih muda. Kenapa suaminya KDRT ya?" ucap Arssen lebih melantur.

Farel yang melihat itu menghembuskan nafasnya. Mengapa ia harus berada di sekitar orang orang tidak waras seperti ini. Cukup Arssen dan Flora, jangan tambah lagi .

Penjaga kasir itu menggelengkan kepalanya merasa tidak mengerti dengan sikap pelanggannya yang random seperti ini. Baru kali ini ia melihat manusia se random Arssen.

Setelah menahan malu beberapa menit akhirnya Farel bisa bernafas lega dan kembali menuju mobil dibuntuti dengan Arssen yang menjinjing plastik belanjaan.

FLORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang