Chapter VII

169 37 0
                                    

Happy reading, guys!!!!







Gemuruh menggelegar menunjukkan tidak ada nya tanda-tanda hujan akan berhenti. Terpaan angin dan hujaman air menghantarkan dingin ketika mereka telah keluar dari taksi. Berbekal ransel yang menaungi kepala, Hyunjin dan Felix berlari masuk.

Felix terlihat canggung, ini kali pertama ia mampir ke rumah seseorang dalam hidupnya. Jika bukan karena ajakan persuasif Hyunjin, mungkin Felix telah menyeberang ke alam mimpi diatas ranjang kamarnya.

Hyunjin membuka sepatu dan kaos kakinya, ia menggantinya dengan sendal rumah yang lucu. Felix mengikuti apa yang dilakukan Hyunjin, ia membuka sepatu dan kaus kakinya kemudian menaruhnya di rak dan memakai sandal bulu berwarna kuning cerah dengan gambar bebek.

"Silakan duduk. Kau mau minum apa?" Tawar Hyunjin basa-basi. Ia juga cukup canggung dengan suasana ini karena ini baru pertama kali nya ia membawa orang asing kerumahnya.
"Hmm, apa saja, tidak masalah kok" jawab Felix cepat.

Felix meletakkan tas nya di meja dan ia memilih duduk di sofa coklat berukuran sedang, sementara matanya memindai setiap bagian rumah. Beberapa foto keluarga yang terlihat harmonis terpampang di ruangan tersebut. Dalam foto berukuran besar terlihat seorang pria paruh baya dengan wajah tegas dan berwibawa yang Felix tebak sebagai ayah Hyunjin, seorang perempuan dewasa dengan rambut sebahu tersenyum manis hingga mata kucing nya terlihat jelas memancarkan jiwa keibuannya, seorang pria tinggi berambut pirang nan tampan dan seorang remaja berkawat gigi tersenyum ramah yang Felix yakini adalah adik Hyunjin.

Hyunjin datang 5 menit kemudian dengan nampan berisi minuman hangat, setoples kukis dan dua buah handuk kecil. Ia mengulurkan secangkir cokelat hangat pada Felix dan meletakkan kopi untuknya diatas meja.

"Aku rasa kau tidak suka kopi" Hyunjin mengambil tempat di samping Felix dan memberikan sepotong handuk padanya.

"Darimana kau tahu?" Felix yang sedang mengusak rambut hitam nya dengan handuk menatap Hyunjin penasaran.

"Hanya menebak,"

"Apa begitu kentara? Atau kau pandai dalam menganalisa seseorang?" Felix tertawa kecil seraya memindai setiap pergerakan pria di hadapannya itu.

Hyunjin tengah menyesap secangkir kopi sementara sebelah tangannya menyugar rambut panjangnya. Felix memperhatikan bagaimana jakun pria disampingnya itu naik turun dan otot-otot lehernya berkedut saat air dengan dominasi rasa pahit itu mengalir di kerongkongan nya. Gerakan Hyunjin yang seperti itu begitu sensual dimata Felix hingga tanpa sadar ia meneguk liur nya.

Hyunjin tertawa kecil, atensi beralih pada Felix "aku ingat, kau tidak memesan kopi di dua kali pertemuan kita"

"Benar juga" Felix mengangguk lucu.

"Ngomong-ngomong kau belum menjawab pertanyaan ku yang tadi"

"Yang mana?" Felix mengernyitkan dahi. Otak cerdasnya berputar mengulang setiap reka adegan dan kalimat yang pernah ditanyakan Hyunjin namun berakhir nihil, ia tidak menemukan jawaban nya.

"Kau suka buku mitologi?" Hyunjin mengulang pertanyaan yang sama saat mereka di toko buku tadi.

"Ah, itu...," Felix mengingatnya, ia mengambil tas dan mengeluarkan buku dengan sampul cokelat lusuh. "Ya, aku banyak membaca buku sejenis ini" ia meraba sampul buku berukiran timbul di setiap hurufnya itu dengan halus.

"Bagaimana dengan novel bertema fantasi yang membahas makhluk mitologi? Kau juga menyukainya?" Tatap Hyunjin penuh minat.

Felix mengedikkan bahu, "Tidak terlalu. Novel terakhir yang aku baca hanya "Menjadi seorang Dan Hwal""

"Ah novel itu, aku baru saja selesai membacanya. Bagaimana menurut mu ceritanya? Bukankah menyenangkan jika seandainya mereka benar-benar ada? Aku membayangkan kehidupan manusia abadi sangat menyenangkan. Mereka berparas rupawan, kaya, juga punya kekuatan." Hyunjin bersemangat ketika menjabarkan bagaimana imajinasi nya bekerja.

Felix mengangguk samar, ia membasahi kerongkongannya dengan coklat yang mulai mendingin. "Menurut ku, keabadian adalah sebuah kutukan."

Alis Hyunjin bertautan, "Kenapa begitu?" Tanya nya cukup penasaran dengan pemikiran out of the box Felix.

"Rasanya pasti menyakitkan. Dan Hwal ditakdirkan untuk jatuh cinta hanya pada satu orang, dan harus merasakan kehilangan setiap waktu. Bayangkan, bagaimana frustasi nya ia menunggu reinkarnasi Haneul selama ratusan tahun? Ia menunggu meskipun setiap kisah selalu memiliki akhir yang sama. Keabadian seperti mata rantai penderitaan. Mereka mengulang siklus yang sama. Jatuh cinta pada orang yang sama, kemudian kehilangan dan terus berlanjut seperti itu."
Felix menjatuhkan kepalanya pada sandaran sofa dan menengadahkan wajahnya menatap langit-langit rumah bernuansa putih, ia membiarkan pikirannya merawang jauh.

"Bagi ku, menjadi manusia adalah satu-satunya takdir paling sempurna. Lahir dan tumbuh bersama, jatuh cinta, menikah, punya anak dan kemudian menua". Di akhir kalimat Felix tersenyum, ada rasa hangat menjalari tubuhnya. Tentu saja, hanya ia yang paling mengerti bagaimana rasanya menjalani siklus menyakitkan itu.

Sementara itu, Hyunjin tidak mendengarkan cerita Felix, ia terpaku sepenuhnya pada sosok disampingnya itu. Hyunjin meneliti setiap detail pahatan sempurna paras tampan Felix. Ia mengamati bagaimana bibir merah alami itu membuka dan menutup saat berbicara, juga suara berat nya terdengar begitu seksi dan indah. Tanpa berkompromi dengan akal sehatnya, Hyunjin memajukan wajahnya dan membubuhkan ciuman pada bibir basah itu.

Serangan tiba-tiba Hyunjin telah mengosongkan benak Felix, pria mungil itu terpaku dengan tindakan spontan Hyunjin. Pupil Felix melebar sempurna sementara iris Hyunjin menutup rapat dengan bibir tebalnya masih bertengger di bibir Felix, sebelum, sebuah panggilan telepon mengembalikan kesadaran mereka.

Felix yang lebih dulu menjauh dan memilih mengangkat telepon nya sementara Hyunjin masih berada di tempatnya dengan raut bersalah.

"Hyunjin, maaf aku harus pulang." Felix berdiri dan mengambil tas nya.

"Mau aku antar?." Hyunjin mengekori Felix seraya menawarkan bantuan.

"Tidak usah, aku naik bus saja." Tolaknya ringkas.

"Kalau begitu aku akan mengantar mu sampai halte" putus Hyunjin yang tidak disahuti Felix.



Saat mereka keluar rumah, hujan sepenuhnya telah reda, hanya menyisakan jejak basah dan genangan air. Hyunjin mengantar Felix menuju halte. Di sana, hanya ada mereka berdua diliputi keheningan. Tidak ada yang berbicara atau saling toleh.

Hyunjin menyadari kesalahannya, sekarang perasaan tidak nyaman itu meliputi nya. Ya, ia tau tidak seharusnya dia mencium seorang pria. Hyunjin pun tidak mengerti mengapa ia se impulsif itu.

Menggigit sebentar bibir bawahnya dan memberanikan diri menatap Felix, Hyunjin menyuarakan permintaan maaf sarat penyesalan, "Felix, soal tadi... Maafkan aku, aku tau tindakan ku sudah kelewatan, aku pun-.."

"Soal tadi, Lebih baik kita lupakan saja" potong Felix cepat. Pria berambut hitam legam itu hanya membalas tatapannya sekilas kemudian beralih pandang.

Mengabaikan rasa nyeri di hati nya, Hyunjin mengangguk lemah menyetujui ucapan Felix.

Semenit kemudian bus tujuan Felix tiba. Ia segera menaiki bus dan memilih duduk di dekat kaca jendela. Hyunjin melambaikan tangan mengantar kepergian nya serta senyum manis yang berusaha ia pertahankan, berbeda dengan Felix menatapnya dengan pandangan tak terbaca.

Senyum Hyunjin runtuh, bahunya merosot jatuh diikuti helaan nafas berat begitu bus menjauhi halte. Sepertinya ia benar-benar melakukan kesalahan fatal.






TBC.

Please RnR,

❤️❤️❤️❤️❤️❤️

DOUBLE KNOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang