IN | 9

224 33 14
                                    


"Aku takut semuanya akan terulang" Chaeyoung menatap pria didepannya.

"Tidak akan. Tenanglah Chae, kita semua ada disini untuk mencegahnya terulang kembali" Minhyun berseru demikian walaupun sebenarnya ia juga menakuti hal yang sama.

Jika semuanya kembali ke titik awal, Minhyun tidak bisa membayangkan sehancur apa keluarga mereka nanti.

"Untuk sekarang hanya fokus saja pada pesan Daniel, jika memang semuanya melenceng dari rencana awal kita, aku sudah menyiapkan plan B"

.
.
.
.
.

"Kau sudah bangun" ujar gadis berambut blonde itu sesaat setelah memasuki ruangan dan mendapati seorang pria yang tampak termenung dengan tatapan kosong diatas ranjang.

"Aku membawakanmu susu" diletakkannya gelas berisi cairan putih itu diatas nakas. Dilihat dari keadaannya sekarang, pemuda berparas manis itu benar-benar kacau. Walaupun Chaeyoung berulang kali mencoba mendengarkan isi pikiran Jihoon, tapi itu tidak berhasil. Terlalu banyak yang dipikirkan sampai semuanya lebih terdengar seperti suara bising dikeramaian.

"Jihoon-ah..." Chaeyoung menyentuh pelan lengan Jihoon yang langsung membuat siempunya melonjak kaget. Dia tidak pernah sesensitif ini dengan sentuhan, tapi karena kejadian semalam sepertinya tubuh Jihoon memiliki respons pertahanan sendiri. Dalam artian lainnya ia trauma.

Chaeyoung menatapnya dengan pandangan sedih, sejak awal inilah yang ia dan Minyun khawatirkan. Walapun ini bukan kesalahan Daniel sepenuhnya karena ia memiliki alasan, tapi memangnya siapa lagi yang akan menanggung semua kebencian selain pria besar itu. Chaeyoung hanya harus mencari waktu dan cara yang tepat untuk menjelaskan semuanya pada Jihoon, sebelum rasa benci itu semakin besar.

"Tenanglah Ji... Daniel tidak divilla ini. Dia harus pergi untuk mengurus sesuatu"

Ada sedikit perasaan lega ketika mendengar itu, walaupun sepercik rasa hina juga menghinggapi dirinya. Jadi pria itu pergi setelah melakukan hal menjijikan pada Jihoon? Seperti dibuang begitu saja. Tanpa sadar sebuah liquid meluncur bebas dari kelopak mata cantik itu.

Chaeyoung sudah menduganya. Gadis itu mendekap Jihoon yang menangis semakin keras. Mencoba menenangkan dengan usapan dan kalimat-kaimat penenang lainnya.

Dia tau betul jika ini tidak mudah. Tidak untuk Jihoon, tidak juga untuk Daniel. Keduanya sama-sama terluka walaupun dengan alasan yang berbeda. Chaeyoung hanya bisa berharap semuanya akan berjalan sesuai rencana.

Membutuhkan waktu yang cukup lama sampai akhirnya Jihoon tenang. Pemuda itu tidak lagi menangis, hanya sesekali mengeluarkan isakan pelan dengan pandangan yang kosong.

"Kenapa dia melakukan ini padaku?" suara itu terlampau lirih. Jika saja Chaeyoung merupakan manusia biasa, sudah pasti ia tidak akan bisa mendengarnya.

Gadis itu mengelus pelan rambut abu-abu milik pria didepannya.

"Jangan terlalu membencinya. Aku tau yang dia lakukan salah, tapi percayalah padaku dia punya alasan. Kami semua punya alasan"

Jihoon menatap lawan bicaranya dengan sorot tak terbaca.

"Aku muak. Dengannya dan tempat ini. Biarkan aku pulang" ujarnya lantang.

"Maafkan aku. Tapi kurasa sudah ada yang memberitahumu sebelumnya jika tempatmu adalah disini. Ini rumahmu Jihoon, rumah kita" Chaeyoung mencoba memberikan pengertian walaupun tampaknya sia-sia.

"Kenapa ini harus menjadi rumahku? Kenapa aku harus satu rumah dengan orang asing seperti kalian??" Jihoon sama sekali tak memikirkan apapun ketika mengatakan itu, didapatinya sorot terluka dari mata Chaeyoung. Gadis itu terlihat kehilangan kata-kata untuk sejenak, dan disitulah Jihoon sadar jika sepertinya ia sudah berlebihan.

In Norwegia [Nielwink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang