IN | 19

192 30 16
                                    







"Mereka tumbuh dengan baik" komentar Daniel.

Saat ini pria itu tengah menemani Jihoon menengok tunas-tunas hijau dihalaman belakang. Terhitung satu hari kemarin pemuda itu absen menyiram dan memberi mereka semua pupuk, tentu saja itu karena kehadiran seseorang yang kini tengah berjongkok sambil mengamati para tunas dengan saksama.

Daniel benar-benar tidak melepaskan Jihoon sejak kemarin, pria besar itu menggendongnya kemanapun ia pergi, Jihoon bahkan harus memohon agar pria itu keluar dari kamar mandi ketika ia ingin buang air kecil sebentar saja.

Tepatnya, Daniel mengerikan.

Jihoon memulai rutinitas paginya. Menyiram dan menaburi pupuk organik pada tanaman-tanaman kecil yang semakin hari semakin tumbuh subur. Daniel memperhatikan, dia tidak tertarik dengan aktivitas bekebun seperti Minhyun, keberadaannya ditaman ini hanya untuk mengawasi sang istri yang sekarang masih tampak fokus pada kebun kecilnya.

Jihoon sedikit mencibir dalam hati ketika melihat Daniel yang hanya berdiri dengan kedua tangan terlipat didepan dada. Pria bertubuh besar itu lebih terlihat seperti mandor saat ini. Ditengah kejengahannya secara tiba-tiba pemikiran ajaib muncul diotak Jihoon.

"Daniel, kau dewa kan"

Orang yang ditanya langsung mengangkat sebelah alisnya dengan tatapan bertanya. Menerka-nerka apa yang ada didalam otak kecil Jihoon karena mulai sekarang ia sudah tidak bisa lagi mendengar pikiran pemuda itu seenaknya.

Lebih tepatnya sejak kemarin, keduanya memiliki perjanjian. Jihoon meminta Daniel untuk berhenti mendengar pikirannya dan sebagai gantinya Jihoon harus berhenti memberontak setiap kali Daniel memberikan afeksi-afeksi kecil berupa kecupan atau pelukan. Awalnya Jihoon merasa sedikit keberatan, tapi Daniel berjanji jika ia tidak akan melakukan sesuatu yang melewati batas, seperti itulah akhirnya perjanjian pertama mereka disepakati.

Kembali pada situasi saat ini, Daniel berusaha keras agar tidak mengingkari janjinya dan mendengar isi pikiran Jihoon secara diam-diam. Ini jelas hal yang baru baginya, jadi dengan wajah tidak yakin pria itu bertanya,

"Apa aku perlu membuktikannya?"

Jihoon menggeleng cepat. Pertanyaannya barusan bukan karena ia tidak percaya jika Daniel adalah Dewa, lebih tepatnya Jihoon ingin tau apa Daniel bisa melakukan hal yang satu ini.

"Bukan begitu maksudku. Aku hanya ingin tau apa kau bisa membuat mereka tumbuh lebih cepat, aku penasaran tunas apa yang kutanam"

Daniel terdiam sejenak. Pemimpin Ker itu berjalan pelan kearah taman kecil milik Jihoon lalu bediri tepat dihadapan pemuda kecil yang kini menatap waswas padanya. Raut wajah Daniel saat ini sedikit berbeda, tidak selembut sebelumnya.

"Jihoon, kurasa aku harus sedikit mengingatkanmu"

Daniel menghentakkan kaki kirinya ketanah dan dalam sekejap tunas-tunas kecil disekitarnya mengerut layu, seperti terserang kemarau panjang.

Jihoon terdiam, tangannya sedikit gemetar melihat hal itu.

"Aku Dewa kematian Jihoon, keberadaanku untuk mengakhiri semua yang hidup"

"Kebakaran, kecelakaan, bencana alam, aku yang menciptakan semua itu... Aku adalah definisi dari kehancuran"

Daniel mendekat satu langkah lalu berbisik tepat disamping telinga yang lebih muda.

"Tolong ingat itu"  Cup~

Setelahnya pria itu kembali ketempatnya semula, berdiri tenang dengan tangan menyilang didepan pesis seperti posisi awal. Sedangkan Jihoon masih sibuk menetralkan jantungnya yang bekerja extra.

Pemuda itu melihat sekitar 15 tunas yang kini telah kehilangan warna, mereka mengering seperti dibakar, dan tidak bisa dipungkiri jika itu sedikit mengguncang Jihoon.

Dengan linglung pemuda berparas manis itu melanjutkan kegiatannya, memberi pupuk pada tunas yang masih subur dengan pandangan tidak fokus.

Daniel menghela nafas, sejujurnya ia tidak bermaksud membuat Jihoon ketakutan, Daniel hanya ingin pemuda itu mengenal siapa yang disebut sebagai suaminya.

Daniel bukan Thanatos yang digadang-gadang sebagai malaikat oleh manusia, Daniel merupakan pembawa kematian paling menyakitkan, dialah yang menjadi alasan manusia takut bertemu ajalnya. Dan sebagai istrinya, Jihoon akan melihat hal yang lebih mengerikan dari ini nanti, sampai saat itu tiba, Daniel harap mental Jihoon sudah siap.

<><><>

"Tidak cukupkah kau memonopoli Jihoon seharian sejak kemarin? Sekarang biarkan dia makan dengan tenang"

Omelan itu berasal dari Chaeyoung yang sudah jengah dengan sifat menyebalkan seorang Kang Daniel. Terlihat jelas jika Jihoon merasa tidak nyaman karena Daniel tidak henti menatapnya intens sejak tadi, tapi Kang Daniel itu entah tidak peka atau memang keras kepala. Seolah-olah Jihoon akan langsung menghilang jika ia mengalihkan pandangannya sebentar saja.

3 orang yang lain dimeja itu hanya menggelengkan kepalanya maklum, ada sedikit rasa syukur dihati Minhyun, akhirnya moment ini kembali lagi. Cukup lama pria berparas menawan itu memperhatikan keluarganya, lamunan itu kembali lagi.

Moment seperti ini, Minhyun ingin merasakan ini lebih lama. Ia tidak ingin kehilangan lagi, ia tidak ingin kehangatan ini hancur lagi.

Daniel sepertinya menyadari hal itu, sejenak monoloid itu beralih dari Jihoon kearah sang kakak.

Hanya dari tatapan mata, keduanya sudah tau maksud dari masing-masing.

.

.

.

Tbc

Up tengah malam, hehe...
Tolong tinggalkan jejak yaa, kalau komennya banyak besok aku up lagi 😎

See you

In Norwegia [Nielwink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang