IN | 23

106 18 9
                                    

Warn!
Yang dibawah umur jauh-jauh ya.













"Sudah berapa kali kubilang untuk berhenti, kenapa kau tidak mau mendengar?!"

Tidak seperti biasanya, hari ini suasana suram melingkupi dua adam yang tengah saling menatap dengan sorot berbeda, yang satu berapi-api dan yang satunya berusaha menenangkan.

"Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa berhenti begitu saja, Niel..."

"Kenapa Jinwoo? Kenapa? Kau tau kan jika ini berbahaya untukmu? Bisakah sekali saja kau berhenti bersikap keras kepala? Sekali saja dengarkan aku sebagai suamimu"

Pemuda manis bernama Jinwoo itu melangkah mendekat, mencoba memberi pengertian pada Daniel yang tampak benar-benar marah.

"Aku janji aku akan berhenti setelah bukunya seles-"

"Mereka sudah mengetahuinya Jinwoo, mereka tau kau memiliki kemampuan ini. Cepat atau lambat mereka pasti akan menemuimu"

"Bagaimana mungkin aku bisa berhenti setelah aku tau jika dimasa depan kita tidak akan bersama..."

Daniel terdiam, monoloid pria itu bergerak tak nyaman. Amarahnya tadi seolah menguap entah kemana, digantikan dengan rasa takut berlebihan.

Pria itu merengkuh istrinya erat, membiarkan kehangatan melingkupi mereka.

"Aku tidak akan membiarkan siapapun memisahkan kita, entah bagaimanapun caranya. Aku berjanji..."

"Tapi sayangnya kita akan tetap terpisah, Niel." Batin Jinwoo. Pemuda itu balas memeluk Daniel lebih erat. Pelukan terakhir mereka.




Aku hanya ingin memberimu petunjuk Daniel, bahkan jika nanti kita bertemu kembali dengan diriku yang berbeda, bisakah kau tetap memperjuangkanku?

.

.

.

.

.

Tubuh mungil dengan kedua tangan terangkat keatas itu sudah dipenuhi oleh bercak keunguan, bahkan sebuah bekas gigitan terlihat jelas dileher mulus simanis. Jihoon pasrah, tubuhnya lemas bukan main. Daniel benar-benar terlihat marah, dan aura pria itu membuatnya sesak.

Kini sang pemimpin Ker itu tengah memuluti pucuk dadanya dengan keras, tidak ada kelembutan seperti pertama kali mereka melakukannya, kemeja satin yang sebelumnya Jihoon kenakan entah sudah menghilang kemana, menyisakan celana selutut yang sepertinya sebentar lagi juga akan ikut terlepas.

"Ugh.... Dah-niel"

Jihoon terisak kecil. Bibir itu terus mengeluarkan ringisan kesakitan, tapi sepertinya Daniel mendadak tuli. Pria itu sama sekali tidak mengindahkannya.

Kedua tangan Daniel kini berpindah mengcengkram pinggul yang lebih muda. Lidahnya bermain-main dicekungan pusar Jihoon, sesekali menghisap dan menggigit, menambah banyaknya ruam merah ditubuh si submissive.

Kedua tangan Jihoon yang terbebas dari cekalan Daniel bergerak cepat menangkup rahang pria besar itu, menghentikan sejenak kegiatan Daniel dibawah sana.

"Bisa tolong lebih lembut? Aku kesakitan"

Daniel menatap lamat manik berkaca-kaca pemuda dibawahnya. Dia tidak meminta Daniel untuk berhenti?

Apa ini berarti Jihoon sudah bisa menerimanya?

Entah bagaimana tapi emosi Daniel sedikit mereda. Pria itu melepaskan tangan Jihoon dari pipinya dan menahan kedua tangan itu kesamping.

Cup.

Jihoon memejamkan matanya. Ciuman Daniel kali ini lebih lembut, tidak kasar seperti tadi. Syukurlah pria itu mau mendengar.

Perlahan Jihoon membalas lumatan Daniel, membuat sang suami terkejut sejenak. Tidak lama karena setelahnya Daniel semakin memperdalam ciuman mereka.

Tangan besar itu tak tinggal diam, Daniel menyusuri kulit halus Jihoon tanpa terlewat, menciptakan lenguhan tertahan dari bibir pemuda dibawahnya.

Rasa sesak yang sejak tadi Jihoon rasakan sedikit-demi sedikit berkurang. Daniel sepertinya sudah bisa mengendalikan kembali emosinya yang sempat meledak tadi.

Tangan mungil itu meremas pelan rambut belakang Daniel yang kini tengah bermain diarea lehernya, tidak ada penolakan sama sekali. Jihoon memang tidak ingin mengelak lagi.

Cukup lama keduanya terlibat cumbuan panas, tapi semuanya berakhir ketika Daniel menarik diri. Kecupan kening yang dalam menjadi penutup kegiatan dewasa mereka.

"Cukup sampai sini," gumam Daniel. Jihoon sebenarnya bingung, padahal tadi Daniel terlihat begitu buas, seperti ingin menelannya bulat-bulat, tapi hanya sampai sini saja? Walaupun jauh dihati kecilnya Jihoon merasa sedikit bersyukur.

Yang lebih tua mengangkat pelan tubuh mungil simanis ke atas pangkuannya. Jihoon menggeliat tak nyaman ketika merasakan benda keras menusuk bokongnya dari balik celana.
Sudah sekeras ini tapi pria itu memilih untuk berhenti?

Daniel terlihat tenang seperti biasa, seolah-olah itu bukanlah masalah. Pria itu mulai merapikan kembali penampilan Jihoon yang berantakan. Mengambil kemeja satin yang baru dari lemari kemudian memakaikannya ketubuh mungil sang istri.

"Daniel?" Jihoon memberanikan diri membuka suara.

Seolah mengerti dengan tatapan itu, Daniel menjawab.

"Abaikan, dia akan baik-baik saja" kalian pasti mengerti siapa yang disebut 'dia' oleh Daniel kan. Jihoon sebenarnya ingin begitu, tapi bagaimana bisa ia mengabaikannya jika benda ini terasa semakin mengeras saja setiap ia bergerak. Jihoon bisa gila.

Daniel mendekap erat pemuda dipangkuannya. Mencoba menenangkan Jihoon yang terlihat gusar, alasan keduanya juga untuk meminimalisir pergerakan Jihoon agar tidak semakin membangunkan yang dibawah sana. Daniel hanya mencoba memegang janjinya untuk tidak menyentuh Jihoon berlebihan, walaupun itu bukan alasan terkuatnya.

"Sekarang katakan padaku, apa kau benar-benar masih berpikir untuk pulang ke Korea?"

Tbc

.

.

.

Hello... I'm back
Ada yang nungguin? Atau udah pada hapus dari perpus? Maaf ya karena kemarin libur 1 bulan dulu, sekarang lanjut lagi deh seperti biasa.

Kemungkinan aku bakal up lagi seminggu sekali yaa, jadi jangan lupa vote and comment


See you 💜




In Norwegia [Nielwink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang