5

156 22 1
                                    

Happy reading!!!

Di kampus dia berada di atas atap kosong, menyulut puntung rokoknya dan menghisap nikotinnya, ini baru pertama kali setelah dia di pukuli habis-habisan oleh sang ayah. Entah, terkadang dia memang membutuhkan nikotin untuk menenangkan pikirannya, seperti saat ini.

Asap rokok mulai mengepul menyatu dengan angin di sekitar, dia tidak tau apa yang harus ia beratkan, namun hatinya terasa sangat berat.

"Sedang terjadi sesuatu?" Celetuk seseorang.

Januar menoleh, dia dengan cepat mematikan rokoknya "kenapa kesini? Kan jauh." Yang bersuara tadi adalah Rean sang adik.

Rean tersenyum tipis, dia berjalan dan duduk di samping Januar "kenapa di matikan? Lanjutkan saja, Re tidak akan mengatakannya pada Ayah."

Januar menggeleng "tidak, sekarang jawab abang, kenapa kesini?"

"Kelas Re sedang jam kosong, kita boleh keluar kelas, dan tak sengaja Re melihat abang berada di sini, jadi Re kesini." Jawabnya, "apa yang sedang abang pikirkan? Abang bisa berbagi pada Re." Tawarnya.

"Tidak ada, hanya sedang ingin merokok."

"Maafkan ayah yang selalu menekan abang mengikuti apa yang ia inginkan, Re terkadang tidak suka dengan kebijakan yang Ayah berikan tapi Re tidak bisa mengatakan apapun."

Tangan Januar terulur untuk mengelus rambut sang adik "sudah menjadi tugas abang sebagai anak pertama, tidak masalah, abang akan terima dengan senang hati."

"Abang, Re kesini ingin mengatakan sesuatu."

"Apa?"

"Tapi abang jangan marah, berjanji?" Dia menunjukkan jari kelingkingnya bermaksud mengajaknya untuk pinky promine.

Januar menerimanya, mengatakan jari kelingkingnya pada sang adik "abang tidak akan marah, jadi katakan saja."

"Re, melihat kekasih abang berjalan dengan laki-laki lain, Re mengikuti mereka dan ternyata berhenti di salah satu hotel ternama, Re tak sengaja mendengar jika dia hanya memanfaatkan abang karena uang."

"Sudah?"

Rean mengangguk "iya abang."

"Abang sudah tau, sebelum Re mengetahuinya."

"Tapi kenapa abang hanya diam, abang seolah tidak mengerti semuanya tapi ternyata abang tau."

"Abang tidak mengerti dengan perasaan abang Re, entah ini cinta atau yang lainnya, rasanya abang tidak tega untuk memutuskannya namun hati abang sakit."

"Boleh Re mengatakannya?"

"Apa?"

"Abang bodoh, itu bukan cinta namun rasa tidak tega, abang harus tegas dengan perasaan abang saat ini, jangan sampai telat menyadarinya."

"Bagaimana abang tau jika abang saja tidak mengerti apa yang abang inginkan." Jawabnya, "ini bukan cinta tapi untuk melepas abang tidak bisa."

"Abang pasti bisa, sampai kapan? Sampai abang menyesal nantinya?"

"Abang tidak tau sampai kapan, tapi abang berharap ini berlalu dengan cepat." Balasnya.

"Sayang." Panggil seseorang yang ternyata adalah kekasih Januar, dia berjalan mendekat dengan kaki jenjangnya, kaki yang tak terbalut apapun kecuali rok pendek setengah pahanya.

Rean menggeleng pelan, dia tidak tahan menatap wanita di depannya ini, lebih baik dia pergi atau nanti berujung dia mual dengan kelakuan manjanya "Re pergi." Pamitnya.

Januar mengangguk pelan, dia mengerti jika adiknya tidak menyukai atas kehadiran Alya.

"Dia adikmu?"

Love Seed (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang