Beau 3.

630 76 10
                                    

Namjoon baru selangkah menjauhi pintu mobil, tapi suara kakaknya lantang. "Tetap di sana," titahnya bulat dan Namjoon patuh menurut, sudah janji pada ibunya agar melakukan apa pun yang dikatakan oleh si kakak.

Seperti Namjoon bakal berkeliaran tak tentu arah. Memang ada apa saja di sana selain makanan?

Seojoon menggerakkan dagu agar Namjoon mengikuti. Di dekat bangunan museum, sudah didirikan tenda-tenda yang ditata apik sekalian kursi juga beberapa hiasan taman. Namjoon memelankan langkah karena melihat kerumunan. Dia tak pernah berada lama di antara banyak orang karena takut tersesat, pergi ke rumah sahabat kecilnya saja, butuh kesiapan yang panjang dan satu-satunya hal yang patut dibanggakan.

Jadi, jika disuruh menghampiri apa yang lebih sering dihindari, Namjoon ....

"Oi." Seojoon membuatnya terkesiap. "Apa yang kau lakukan di sana? Kemari." Dengan begitu Namjoon pun menghampiri dengan berlari kecil. Dia naluriah menjumput belakang jaket bomber kakaknya, tapi segera ditepis enggan. "Cukup mengekor saja. Tak usah pegang macam bocah. Jangan pasang wajah itu, Pups! Demi apa, kau ini sudah dua puluh! Jantan sedikit!"

"Orang banyak, Hyeong ...."

"Lalu, mau diapakan? Mengusir mereka semua dan makan seluruh kudapan itu untukmu sendiri?" Namjoon mengangguk cepat. Seojoon melayangkan lengan siap menonyor kepala adiknya itu, tapi sapaan akrab menegur mereka.

Itu dua teman Seojoon, Dohyun dan Chinhwa. Salah satunya segera terkesiap oleh sosok di samping Seojoon yang nyaris menyelipkan diri karena kaget. Insting.

"Tinggi sekali kau, Namjoon." Chinhwa menatap empunya nama dari atas ke bawah, dagu hampir terus terbuka karena teringat dulu sosok di depan mata tampangnya ringkih macam anak ingusan. "Serius. Kau nyaris sama dengan Seojoon."

"Ngawur. Aku nyaris dua meter, ya."

"Dia sebahumu, tahu," balas Chinwha cepat, Seojoon memutar mata mendengar belaannya.

"Wah. Iya, benar. Dia sekarang jadi tinggi dan juga besar. Wuoh! Ini otot? Kenapa disembunyikan, Namjoon? Ya, walau memang pakai sweter masih keliatan oke juga. Katakan. Kau rajin adu jotos sama Seojoon, ya? Badanmu sampai bagus begini!" Namjoon tersenyum polos sementara lengan dan bahunya diremas-remas kagum. Seojoon mengernyitkan hidung, tak sabar untuk segera menepis si pelaku sambil mendesiskan ketidak-sukaan.

"Aku jauh lebih oke darinya dan singkirkan tangan mesummu itu. Haish! Nanti dia nangis, kupukul kau, ya? Sana-sana." Seojoon mengusir pergi dua temannya yang terkekeh itu, dulu sering main ke rumah dan bertemu Namjoon. Namun, sejak kuliah sampai lulus, mereka hanya sesekali datang karena kesibukan masing-masing.

Macam anak anjing yang baru jalan, Dohyun yang terdorong, dipaksa kembali ke posisi oleh Chinhwa sampai menabrakkan punggung ke Seojoon. Mereka seperti pemabuk. Tapi, itu karena hal penting, dia berbisik penuh maksud. "Pujaanmu sudah tiba dari tadi. Sana hampiri, dasar payah." Ditunjuknya ke satu arah, di sana memang ada sosok yang dimaksud, tapi kembali Seojoon mengusir mereka karena Namjoon ditarik-tarik untuk mengunjungi satu stand  yang Seojoon yakin tidak layak untuk adiknya.

"Kau juga kenapa cuma pamer pipi dan tidak menolak? Senang dipuji tadi?" tegur Seojoon saat akhirnya mereka berdua saja.

"Kak Dohyun jujur. Kenapa tidak?" Namjoon memberengut padahal jemari Seojoon sudah siap melayang ke wajahnya disertai desis ancaman, tapi itu cuma gertakan. Kakaknya memang begitu. Tak bakal memukul sembarangan jika mereka di muka publik. "Hyeong, bingsu?" tanya tak berdosa Namjoon yang dijawab hela pendek Seojoon. Si sulung sendirinya memanjangkan leher mencari lokasi stand  makanan. Dia menunjuknya, tapi, segera menahan lengan Namjoon begitu dia langsung melangkah ke tujuan.

Beautiful Disaster | NJ √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang