Beau 17.

581 56 8
                                    

Namjoon terkesiap dan terhuyung mundur. Pangkal hidungnya meledakkan nyeri. Itu seketika membuat amarahnya naik ke ubun-ubun.

"Apa yang kau lakukan?! Kenapa menggigitku segala?!"

"Mate," geramnya.

"Kau tuli atau memang sangat kesal karena kusuruh pulang?" Seokjin mengambil jarak seketika, menjangkau benda terdekat lalu melemparnya telak ke arah Namjoon. "Kau mabuk! Pergi sana!"

Aroma manis menguarkan pekat pahit sekilas. Itu tak membantu sama sekali. Degup kencang jantung dan pompa adrenalin dalam tubuh tak kunjung reda. Dari sejam lalu atau entah sudah berapa lama. Raung primitif Alpha memukul-mukul akal sehat untuk kalah kendali. Semua karena petuah sedih gadis itu juga ditambah keengganan si Omega membalas pesan kerinduannya.

Saat kemudian bisa bertemu, malam ini, Lee Seokjin menolak mencumbunya lebih. Berkutat lekas lepas dari rengkuhan, juga tak mengizinkan pengekang dibuka sekadar ingin mengecup tanda kepemilikan di leher indah.

Gestur juga kalimat penolakan beruntun yang diselingi dengkus pendek serta senyum tipis, dianggap sebagai sanggahan atas klaim dirinya.

Omega yang menolak Alpha. Tidak mau didominasi lagi. Menyangkal klaim yang sudah terpatri.

Sungguh sebuah pelanggaran yang berani.

... celah itu akan diisi hal buruk ....
... pasti akan berpisah ....
... tidak bisa memiliki ....
... tidak merasakan hal sama ....
... pasti ....
... tak memiliki ....
... TIDAK BISA DIMILIKI !

Suara-suara jahanam itu kembali meracuni sampai Namjoon menyentak kepalanya yang berdenyut-denyut, begitu saja menerjang sosok menawan yang pasang kuda-kuda bertahan, dengan mudah menampar lengan yang dipakai melawan dan sudah mengangkat tubuh ringan itu di bahu. Mengabaikan pukulan-pukulan juga tarikan kasar di rambutnya guna dilepaskan.

Namjoon menulikan diri, pertama kalinya atas suara merdu yang walau melengking, tetap memesona. Biasanya dia akan suka karena itu bukti kehebatan dirinya dalam memanja, tapi pekik juga geram nyaring kali ini berbeda. Namun, Namjoon sudah menyingkirkan keraguan dalam bertindak. Saat dia melangkah ke rumah mewah kekasihnya, Namjoon hanya tahu untuk kembali memiliki apa yang dia harus miliki. Mutlak!

"Namjoon, lepas! Hentikan ini! Apa yang kau lakukan?! KIM NAMJOON DENGAR AKU!"

Yang punya nama merasakan denyut amarah di pelipisnya dan pergelangan ramping itu segera dicengkeram kuat. Menahan segala gerakan tolak agar berhenti.

"Mate milik Namjoon. Harus Namjoon klaim."

Seokjin mengerang frustasi sekalian menendang-nendang kakinya walau percuma. "Aku sudah kau tandai, Sialan! Mau klaim apa lagi?!"

Ya. Hanya ada satu cara agar mereka tidak berpisah, bukan?

Namjoon menatap lurus sepasang bundar indah yang berpendar basah. Dorongan adrenalin telah penuh memompa sekujur pembuluh darahnya saat bibir serta lidah mengucap jawaban. Harus jelas dan bulat.

"Namjoon ingin bayi."

Benar sekali. Mereka harus punya anak agar semakin erat. Seorang penerus. Warisan darah daging dari ....

"Tidak, Namjoon." Lirih balasan seketika membuat sesuatu dalam kepala si Alpha melejit dan dia tak suka. "Tu-tunggu dulu. Apa maksudmu dengan ...."

"Mate tidak mau punya bayi?" ulangnya tak percaya. Cuping telinga berdenyut panas bahkan cuma untuk memastikan. Pergelangan ramping di tangan, makin diremas seolah hendak lari. Pekik empunya terdengar disertai lirih panggilan nama. "Tidak mau punya bayi Namjoon?"

Beautiful Disaster | NJ √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang