Beau 14.

563 57 16
                                    

Seokjin berusaha untuk tidak tertawa, tapi terkikik juga. "Tuan Besar. Sudah, ya? Kasihan pacarku." Lengan  dipegang untuk mengalihkan perhatian, tapi empunya menggeleng. Dagu masih terangkat tinggi dengan dada membusung. Sangat menunjukkan kedudukan dari yang tadinya bersitegang.

"Tidak-tidak. Justru karena dia ini kekasihmu, makanya harus tahu aturan. Mentang-mentang diberi anugerah berlebih dari Purnama, jadi bisa main unjuk gigi pada semua Alpha? Dasar Bocah."

Namjoon makin mengerut di tempat. Lutut diremas erat juga kepala menunduk. Tawa merdu kekasihnya pun pecah. Suara berat menegur agar alunan jernih itu berhenti.

Yang akhirnya kembali menyambar Namjoon lagi.

"Angkat wajahmu, Anak Muda." Tentu saja yang ditegur segera melempar kepala juga meluruskan punggung. "Kau boleh punya aura menekan juga rasa pedas menusuk itu, tapi aku di sini yang jauh berpengalaman dan tentunya lebih tua darimu. Apalagi kelak kau bakal HARUS meminta restuku atas putra kesayanganku ini. Apa jadinya jika tadi Seokjin tak memanggilku Papa? Kau sungguh mau mematahkan leherku? Tidakkah kau bisa merasakan sekelebat jejak waris aromaku dari tubuh kekasihmu? Atau, kau sudah terlalu jumawa memilikinya atau bagaimana sampai tak memerhatikan detail kecil itu, hm? Katakan, Kim Namjoon."

Namjoon merasakan bulir keringat menuruni pelipisnya dan tenggorokannya kering. Dia yakin bakal butuh semalam suntuk untuk menjelaskan nalurinya tadi yang langsung redup payah begitu tahu siapa pria jangkung bersetelan parlente itu.

Oh, astaga. Namjoon sungguhan menggali kubur sendiri.

.

Setengah jam tak pernah terasa bagai ratusan abad bagi Namjoon. Napasnya seketika berlalu lega tatkala mobil mewah Tuan Lee Seongduk menghilang di balik gerbang depan. Seokjin yang menghampiri, masih saja terkikik geli.

"Mate," lenguh Namjoon saat kemeja di badan ditarik lepas Seokjin. "Kenapa tidak bilang lebih dulu?"

"Hei. Aku sudah memperingatkanmu, bukan? Tahan diri."

"Maksudnya, sebelum itu."

"Dia datang sendiri. Ponselku ketinggalan ternyata saat kita buru-buru tadi. Mana tahu dia menyusul ke mari? Tidak biasanya, tapi kurasa bagus begitu." Seokjin melempar kemeja itu dan menarik Namjoon ke kamar. Kekasihnya setuju bermalam di sana, omong-omong.

"Mate suka Namjoon salah kaprah ke Alpha lain?" tanyanya tak percaya. Seokjin mendengkus tawa.

"Papa mengakui sifat protektifmu itu, tahu. Dia jadi sadar kau benaran serius. Toh, kau berhasil membuat lututnya gemetar tadi. Luar biasa. Kelahiran Purnama Merah memang beda, ya? Astaga. Aku harus sering-sering membawamu kalau begini. Supaya kedua orang tuaku juga adik nakal itu gentar. Wah! Itu pasti seru!"

Namjoon sigap menangkap Seokjin yang mendadak melompat, berputar ke arahnya, melempar diri ke Namjoon lalu sibuk mengecupi seluruh jengkal wajahnya sambil bergumam bangga.

"Jangan, Mate. Nanti Namjoon tidak dapat restu mereka. Namjoon tak mau bersikap jumawa seperti tadi."

Seokjin menggigit ujung hidung Namjoon ketika mereka melewati pintu kamar. Cowok itu berhenti di tengah ruangan sembari mengaduh.

"Bawa aku ke ranjang dan kuberi kau kecupan, Sayang," titah Seokjin yang segera dilakukan Namjoon. Membuat cowok itu terkesiap karena Seokjin menariknya berbaring juga, mengira cuma ingin didudukkan. Lengan kemeja segera jatuh, memamerkan seluruh kulit mulus sedikit pucat yang melingkari leher kekar. Jemarinya mengusap garis rahang Namjoon dengan pelan, lalu menarik tengkuk sampai mereka berpagutan.

Namjoon menahan diri dengan siku, memenjara  Seokjin di bawah dengan tubuhnya sembari menikmati tekanan daging ranum juga jilatan lidah pria cantik itu. Penuh pengertian memanja kekasih yang kena teguran melalui kecupan intim, selama beberapa menit, lalu menyudahinya bukan karena butuh napas. Jalinan benang liur terhubung dan putus dari kedua pasang bibir, Seokjin menjilat sekilas rasa basah di sana sembari mengagumi lewat mata.

Beautiful Disaster | NJ √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang