BAB 5: MENGHAPUS OPSI MENYERAH

81 11 0
                                    


Hari ini jadwal Dipa melakukan penyuluhan di kelas XII SMK Citra Lestari. Di depannya, sudah ada tiga puluh murid laki-laki. Mereka melakukan pergerakan aneh yang diklaim sebagai duduk manis. Mengajar di kelas XII memang selalu menantang, sementara kelas X jauh lebih menjanjikan kedamaian hati. Murid-murid kelas X santun-santun, penurut, dan mudah dikendalikan. Wajar, pendatang baru. Anak kelas XII isinya kalau tidak pemain debus, ya rombongan penari film bollywood. Heboh semua. Dipa pernah melakukan sosialisasi di kelas XII yang isinya seperti simulasi perang Bandung Lautan Api.

"Selamat pagi semua," sapa Dipa membuka forum. "Sebenarnya ada hal yang masih ngganjel di pikiran saya sejak lama. Ini SMK jurusan mesin, tapi kok namanya Citra Lestari ya?"

Riuh menyambut.

"Oke, lupakan." Dipa kemudian memperkenalkan dirinya dan Teh Rina sebagai perwakilan puskesmas. "Di sini siapa yang pernah melakukan seks bebas?"

Dalam hitungan sepersekian detik, riuh yang tadi menggema tiba-tiba berubah sunyi. Mereka terlalu kaget dengan pertanyaan Dipa yang frontal dan ujug-ujug.

"Kaget ya?" Dipa nyengir. Dia lalu menjelaskan bahwa tema penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah kali ini adalah bahaya seks bebas. Mendengar tema yang selalu menarik itu, anak-anak ramai kembali. Tema kali ini adalah permintaan dari kepala sekolah yang melihat angka hamil di luar nikah anak-anak SMA cukup memprihatinkan. Sebagai pemimpin yang seluruh muridnya tidak memiliki siklus menstruasi, dia berharap dengan adanya edukasi semacam ini, anak didiknya mampu menjaga senjata masing-masing.

"Cipto, coba apa itu kesehatan reproduksi?" tanya Dipa acak ke salah satu murid.

"Namanya Gugum, Pak."

"Apalah arti sebuah nama. Tapi, coba jawab, Gum."

"Hmm... kesehatan tentang reproduksi, Pak."

"Sungguh jawaban yang sangat menjawab."

Teh Rina yang pada pertemuan kali ini (dan seluruh pertemuan sebelumnya) bertugas sebagai tukang klik-klik salindia, meng-klik tombol next. Kadang Dipa iri, gaji sama, tetapi pekerjaan kok jomplang?

"Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan proses reproduksi," jelas Dipa. "Jadi enggak cuma fisik aja, Gaes, mental juga ya. Tolong digarisbawahi. Lalu, kenapa kalian harus belajar kesehatan reproduksi?"

"Disuruh, Pak!" celetuk seorang murid yang Dipa prediksi kelak bakal jadi tukang sebar paku di jalan.

"Saya di sini juga disuruh. Tapi bukan itu intinya, Nurdin."

"Iwan, Paak..."

"Jawabannya, karena fisik maupun biologis kalian itu bertumbuh. Nah, seiring tumbuhnya fisik dan biologis kalian, ada risiko-risiko yang bakal muncul jika kalian enggak memahami kesehatan alat reproduksi. Paham?"

"Enggak, Paak..."

"OKE. Saya kasih tahu cara memelihara kebersihan alat reproduksi kalian ya." Sebagai tandem abadi, Teh Rina sudah menggeser salindia tanpa diperintah. "Bisa dibaca ya, salah satu hal yang paling penting adalah menjaga kebersihan celana dalam."

"Wah, si Rojak tuh suka pake bolak-balik," sambar seorang murid yang disusul gelak yang lain. Rojak tampak misuh-misuh.

"Mulai besok jangan ya, Rojak. Apalagi pakainya depan-belakang," timpal Dipa menyulut tawa lebih besar. Pria berambut jambul menjulang tinggi itu melanjutkan penjelasannya tentang berbagai tip menjaga kesehatan reproduksi pria. Anak-anak sempat terkejut mendengar fakta bahwa sering memangku laptop dapat merusak kualitas sperma. Mereka lalu berjanji tidak akan memangku laptop lagi. Dipa yang paham akan jalan pikiran ubur-ubur yang ada di depannya, mengingatkan bahwa tidak memangku laptop bukan berarti boleh menggantinya dengan makhluk hidup bertulang belakang.

BERBURU RESTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang