Pelangi setelah hujan

254 20 0
                                    

Kalau boleh Kavi bertanya, kenapa semua beban dan tuntutan selalu ada pada anak pertama? Sepanjang waktu Mama selalu mengoceh akan tuntutan bahwa Kavi harus jadi anak hebat yang serba bisa sekaligus Kakak yang sempurna, Kakak yang tanpa cacat cela...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau boleh Kavi bertanya, kenapa semua beban dan tuntutan selalu ada pada anak pertama? Sepanjang waktu Mama selalu mengoceh akan tuntutan bahwa Kavi harus jadi anak hebat yang serba bisa sekaligus Kakak yang sempurna, Kakak yang tanpa cacat cela dan mampu menjadi penjaga serta tameng pelindung bagi sang Adik yang sesungguhnya lemah tapi selalu sok kuat yang pada akhirnya membahayakan diri sendiri.

Kavi pun sebetulnya tak ingin Kale merasakan derita. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, cowok itu ingin Adiknya mendapatkan hal-hal yang baik di dunia dan hidup bebas seperti manusia normal pada umumnya. Namun apa daya? Kavi juga bukan dewa, Kavi hanya manusia biasa yang punya kesibukan dan tak bisa memantau Adiknya 24 jam penuh.

Dan Mama tidak bisa memberi toleransi. Mama lupa kalau anak sulungnya manusia biasa.

"Apa gunanya sih, Kav, Mama susah payah masukin Adikmu ke sana kalau ujung-ujungnya kayak gini? Kamu selalu gagal jagain Adikmu." Begitu omelan Mama sepanjang perjalanan di telepon. Wanita paruh baya itu terdengar sangat panik dan tergesa-gesa hingga sesak nafas. Namun meski begitu, Mama masih sanggup untuk memberi satu tamparan di pipi Kavi.

Kata Mama penuh amarah, "itu hukuman karena kamu selalu jadi Kakak yang gagal!"

"Aku enggak tau, Ma, aku nggak mungkin ngekorin dia setiap waktu," ucap Kavi membela diri dengan suara pelan. Ia masih berusaha sabar serta menahan malu akibat ditampar Mama di tengah hiruk-pikuk rumah sakit yang sedang ramai-ramainya.

"Alasan terus! Kamu sebenci itu sama Kale?"

Demi tuhan, Kavi mau teriak bilang iya. Dia membenci Kale dengan segenap jiwanya. Namun itu bukan alasan baginya untuk membiarkan satu nyawa kenapa-napa. Apalagi satu nyawa itu punya darah yang sama dengannya.

Hari ini, Kale mereka kembali menantang maut. Berada di tengah-tengah keramaian yang membuatnya terkepung kesempitan merupakan kiamat bagi dunia seorang Jendral Kale Jayendra. Entah seperti apa tuhan menciptakan cowok itu, barangkali tuhan terlalu sayang hingga bocah lelaki yang kini memasuki fase dewasa awal itu tak bisa hidup bebas seperti manusia lain pada umumnya.

Kalau Mama bilang, Kale punya banyak keistimewaan.

Dulu sekali ketika hamil Kale, Mama begitu banyak menderita dan menangis karena di saat itu pula ulah apa sedang sejadi-jadinya. Mama menjalani hari-hari penuh rasa takut, selalu mengurung diri dari orang ramai karena malu menjadi bahan cerita oleh tetangga sekitar, mental Mama kala itu jauh dari kata stabil. Sebab itu, Kale terlahir sebagai anak yang penuh rasa takut juga. Fobia yang cukup kronis pada pada tempat sempit dan terkurung di tengah keramaian bentuknya.

Anak malang itu juga memiliki riwayat asma di masa kecil, namun syukurlah tak pernah muncul lagi sejak memasuki masa remaja. Kavi bisa santai main hujan, begadang sampai pagi, atau melakukan banyak aktivitas yang melelahkan, tetapi tidak dengan Kale. Cowok itu gampang sekali jatuh sakit atau tertular virus dari orang lain apabila terlalu banyak keluar rumah. Imun tubuhnya tak sekuat anak-anak lain.

J E N D R A L S | Jeno & JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang