How it felts to be love by a Father?

167 22 0
                                    

Beberapa anak merasa beruntung memiliki Ayah yang baik dan selalu jadi garda terdepan melindungi keluarga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa anak merasa beruntung memiliki Ayah yang baik dan selalu jadi garda terdepan melindungi keluarga. Beberapa anak lainnya sibuk mengutuk semesta dan takdir sebab dirinya punya Ayah--tapi tak berperan apapun. Sejak lahir, Kale tidak pernah tahu bagaimana rasanya disayang oleh seorang Ayah. Bahkan di hari kelahirannya Papa tidak datang. Bahkan sejak masih di dalam kandungan Mama pun, Kale tak pernah dapat kasih sayang Papa. Melainkan cinta kasih, hal yang selalu Papa suguhkan di hadapan anak itu hanyalah kekerasan.

Kale ingat seberapa takut ia ketika di umur belia, orangtuanya bertengkar sampai pukul-pukulan dan Mama berakhir pingsan dengan kepala mengeluarkan darah cukup banyak di lantai. Sedang Papa kabur entah ke mana setelah membawa beberapa uang yang ia ambil paksa dari dompet Mama. Kale selalu takut pada Papa yang hanya menunjukkan wajah sangarnya setiap pulang ke rumah. Namun meski begitu, Kale juga ingin tahu bagaimana rasanya diperhatikan atau setidaknya mendapat senyum hangat Papa satu kali saja seumur hidup.

"Aku kasih nama kalian Jendral supaya jadi anak yang kuat dan pemberani, supaya bisa melindungi Mama Karena aku sendiri nggak bisa lindungin Mamamu." Begitu ucap Papa beberapa hari sebelum menghembuskan nafas terakhirnya. Kale pun bingung, entah kenapa Papa yang biasa acuh tak acuh tiba-tiba mengajaknya ngobrol sebentar di depan teras rumah.

"Kale ... masih sering sakit?" tanya Papa kemudian.

"Udah jarang."

"Kata Mamamu kemarin demam."

"Itu minggu lalu, tapi cuma demam biasa. Dua hari minum obat udah sembuh kok." Kale tanpa sadar menjelaskan begitu antusias, cowok itu sudah lama sekali menunggu momen-momen di mana ia bisa bercerita dengan Ayahnya sendiri.

Lalu untuk pertama kalinya Kale bisa melihat senyuman di wajah Papa. Pria paruh baya itu meletakkan sebotol madu di atas meja. "Dikasih temenku, katanya bagus buat kesehatan. Aku udah sehat, nggak perlu ini. Ambil buat kamu aja."

Percakapan berakhir setelah Papa pergi dan meninggalkan Kale yang matanya berkaca-kaca menatap sebotol madu di atas meja. Dua hari berikutnya, ketika semua orang sudah tertidur pulas Papa masih kebut-kebutan di jalanan seusai bersenang-senang menikmati dunia malam hingga hilang kendali dan berakhir menabrakkan dirinya sendiri ke pembatas jalan begitu keras.

Kondisi Papa memprihatinkan. Semasa hidupnya, yang beliau lakukan hanya bersenang-senang, tidak pernah peduli keluarga, hanya tau menyakiti istri dan mengabaikan anak-anaknya yang butuh dijaga dan diberi kasih sayang. Namun ketika berada di ambang kematian, Papa malah tiba-tiba ingin dekat dengan keluarganya saja. Saat itu di rumah sakit hanya ada Kale dan Mama, sementara Kavi tak menunjukkan batang hidung sama sekali. Kavi enggan menjenguk, pun tak sudi mendoakan seolah belas kasihnya untuk Papa sudah habis tak tersisa.

"Kavi mana?"

"Ada, nanti dia datang."

"Dari kemarin bilangnya begitu tapi nggak datang. Papa mau ketemu Kavi sebentar aja." Papa susah payah berbicara karena menahan rasa sakit. Pria itu biasa menyebut dirinya dengan kata aku, namun beberapa hari sebelum meninggal selalu menyebut dirinya Papa. Kalau boleh jujur, Kale senang mendengar Papa berbicara selembut itu padanya.

J E N D R A L S | Jeno & JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang