Akhirnya aku berhasil juga wujudin niat aku buat nulis cerita tentang Sabian. Mungkin emang rada awut-awutan dan nggak jelas. Tapi di sini kalian bakal Nemu fakta tentang Aresh, Ghazka, Sabian dan pemeran-pemeran lain yang sengaja nggak aku jelasin di novel BELVANNO.
Udah siap baca?
Oke, happy reading!!!
****
"Bertemu kamu adalah hal yang tak pernah aku duga. Tapi, berhasil memiliki kamu, akan jadi anugrah paling indah."
—Sabian Archer Rigel***
"Assalamu'alaikum... Ibu... Aku datang,"ucap Sabian sambil berjongkok di samping gundukan tanah yang sudah dua tahun lalu berisikan mayat seseorang. Sabian tersenyum kecil sambil mengusap lembut nisan di hadapannya.
"Ibu.... Sabian kangen,"sambungnya.
"Maaf ya, Bu. Kemarin Abi abis ada masalah jadi nggak sempet jengukin ibu."
Sabian menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskanya perlahan. "Bu..., Maafin Abi ya. Maaf karena Abi belum bisa jadi anak yang baik buat ibu. Maaf kalo selama ini Abi belum bisa buat ibu bangga. Abi masih suka nyusahin banyak orang— Termasuk ibu,"
"Abi juga be—"
"Assalamu'alaikum ayah,"
Suara seseorang di belakangnya membuat Sabian berhenti berbicara. Sabian menoleh kebelakang, mendapati seorang gadis yang sedang menjatuhkan dirinya di atas makam seseorang yang ia panggil ayah. Gadis itu terisak hebat bersamaan dengan tangannya yang memeluk nisan ayahnya dengan erat. Setitik rasa kasihan muncul di hati Sabian.
Gadis itu kenapa?
"Ayah... Byna kangen,"lirihnya.
Hati Sabian berdesir mendengar suara halus itu.
"Kenapa dunia terasa nggak adil buat Byna. Sakit, Ayah. Aku selalu di pukul. Ayah aku pengen tinggal sama ayah, aku nggak mau tinggal sama, Mama."
Sabian memejamkan matanya. Hatinya ikut berdenyut bersamaan dengan isakan yang keluar dari gadis di belakangnya.
"Mama jarang pulang. Mama nggak pernah percaya setiap kali aku ngomong kalo habis dipukul papa. Memar-memar di tubuh aku bahkan nggak bisa jadi bukti, Yah. Byna harus gimana."
"Byna cuma pengen bahagia. Apa sesulit itu buat tuhan ngabulin permintaan Byna? Kenapa setelah Ayah pergi dari hidup Byna, Byna nggak pernah lagi di kasih bahagia sama semesta."
Gadis itu memukuli dadanya sendiri. Sabian paling tidak tega melihat pemandangan seperti ini. Sabian ingin memeluk, tapi disini dia bukan siapa-siapa.
"Kebahagiaan Byna serasa di cabut bersamaan dengan kepergian Ayah."
"Setiap kali Byna di pukul papa, abang cuma diem sambil ketawa. Dia suka kalo Byna di siksa. Kalo Byna mohon-mohon sama dia buat bantuin Byna, muka Byna malah di tendang Ayah. Mama juga, kalo Byna ngadu, mama malah bentak dan nambahin pukulan di tubuh Byna."
Gadis itu terisak hebat dengan tangan yang meremas dadanya sendiri. Gadis itu diam dengan wajah tertunduk. Setelah isakannya mereda, dia mengangkat kepalanya dan kembali bersuara. "Ayah... Kenapa waktu itu ayah pergi sendirian. Kenapa nggak ajak Byna. Byna juga pengen ketemu tuhan kayak ayah. Pasti bahagia banget ya di sana?"
"Ayah...., Kenapa dulu ayah nggak bilang kalo proses menuju pendewasaan itu harus sesakit ini. Kenapa dulu setiap kali Byna bilang pengen cepet-cepet besar ayah cuma ketawa dan nyuruh Byna makan yang banyak biar bisa cepet besar kayak ayah. Kenapa ayah nggak larang Byna, harusnya dulu ayah bentak Byna biar Byna nggak berharap terlalu jauh—
"Harusnya ayah bilang yang sejujurnya kalo jadi dewasa itu susah. Bukan malah bilang iya, terus nyuruh Byna makan banyak. Kalau Byna tau kedepannya bakal gini. Byna nggak mau besar ayah. Byna mau jadi anak kecil terus biar bisa terus sama ayah. Byna nggak mau jadi dewasa, Byna belum bisa ayah."
"Byna masih mau sama ayah,"
"Dulu saat ayah bawa Byna pergi dari rumah. Ayah menjanjikan begitu banyak hal bahagia buat Byna. Tapi kenapa setelah itu ayah ninggalin Byna. Padahal waktu itu Byna belum kuat sendirian tanpa ayah. Apa di tinggal sama orang-orang yang byna sayang bisa bikin Byna jadi dewasa? Tapi... Rasanya sakit, Yah. Byna nggak bisa,"
Sabian meremas tanah makam ibunya. Rasanya sangat menyakitkan mendengar kata demi kata yang keluar dari bibir gadis itu. Sabian sudah tidak tahan untuk tetap diam di tempatnya.
Sabian berdiri dari posisinya, dia mendekati gadis yang kini masih menangis sesenggukan itu dengan ragu. "Permisi,"
Mendengar suaranya membuat cewek itu menoleh ke samping dan mengangkat pandanganya hingga matanya tak sengaja bertubrukan dengan sorot teduh milik Sabian.
Gadis itu berdiri, memandang Sabian yang kini memberikan senyum menenangkan untuknya. "Jangan sedih, lo nggak sendirian."
Gadis itu kembali menitikkan air matanya. Dia tidak mengenal Sabian. Tapi entah mengapa tatapan tulus Sabian mampu menghangatkan hatinya.
Sabian mengulurkan tangannya di depan gadis itu. "Sabian,"
Gadis itu membalas uluran tangan Sabian sambil ikut tersenyum kecil. "Byna,"
"Sorry, tadi gue nggak sengaja denger semua curhatan Lo."kata Sabian.
"Hidup itu emang keras. Ibarat permainan, kalo kita nyerah, kita akan terus di kalahkan oleh permainan-permainan baru," kata Sabian.
"Terkadang kita harus ngelawan. Bukan maksud nentang atau apa. Tapi kalo kita terus-terusan ngalah, kita yang akan di injak-injak,"sambung Sabian.
"Udah ya. Jangan sedih lagi. Lo bisa cari gue kalo Lo butuh teman,"
Sabian menghembuskan nafas panjangnya. Ingatan tentang Byna tiba-tiba mengusik pikirannya. Ia ingin bertemu kembali, tapi apakah masih bisa?
"Lo sekarang lagi apa, Byn? Gue harap Lo udah bisa ketawa ya? Kalau kita ketemu lagi dan lo masih belum di kasih bahagia semesta. Berarti, gue yang harus bikin Lo bahagia. Jadi milik gue, Byn. Bahagia sama gue." Gumam Sabian Sungguh-sungguh.
Mulai detik ini Sabian berjanji akan melindungi gadis itu, karena kebahagiaanya adalah prioritas utama Sabian.
Hatinya menghangat sejak pertemuan pertama itu.
Entah sengaja atau sudah ada dalam rencana semesta, Sabian telah menjatuhkan dunianya pada Sabyna.
Gadis yang akan mengubah 180 derajat hidupnya.
Sabyna Senja Grahana.
********
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTROPHILE (ArcherByna)
Genç KurguASTROPHILE-Tentang gadis penyuka benda langit dan laki-laki penyuka hujan. Sabyna Senja Grahana. Gadis dengan sejuta luka yang tak pernah sembuh. Gadis dengan sejuta warna yang tak pernah sirna. dan senyum yang menutupi sejuta rahasia. Dan Sabian A...