8. Dependency 🌷

119K 14.7K 496
                                    

Tolong tandai aja ya kalo ada typo.

___

Happy Reading 💜

~•~

"Nyonya!"

Suara teriakan panik itu sama sekali tidak menganggu tidur pulas seorang gadis di sofa kamarnya.

"Nyonya! Apakah Anda di dalam?!"

Emi mencoba memanggil lagi, dan dia sudah mengetuk pintu nyonyanya beberapa kali, tetap saja tidak ada sahutan dari dalam.

Karena keadaan yang memaksa, akhirnya dia masuk saja dengan lontaran maaf beberapa kali di hatinya karena masuk dengan lancang. Namun yang menyambut pandangannya, Reane tengah tertidur dengan kepala miring di sofa samping tempat tidurnya.

Ada rasa tak tega untuk membangunkan, namun keadaan benar-benar genting.

"Nyonya! Bangun! Tuan Muda ...."

Reane langsung membuka mata penuh linglung menatap Emi. "Eungh ... ada apa, Emi?"

Emi terlihat berkeringat dan berwajah panik. "I-tu .. Nyonya ... Tuan Muda tiba-tiba berteriak ketakutan di kamarnya. Kami sudah mencoba membuka pintunya, namun pintu kamar Tuan Muda terkunci dari dalam ...."

Rasa kantuk Reane menghilang seketika. Melihat di luar jendela sudah gelap, Reane tersadar bahwa dia ketiduran di sofa saat membaca buku sedari sore tadi.

Dengan wajah sama-sama panik, Reane langsung beranjak dan berjalan cepat keluar. Emi mengikuti di belakangnya.

"Kenapa tiba-tiba dia kambuh?" Di perjalanan menuju kamar Ray, Reane bertanya gugup.

"Saya tidak tahu, Nyo-nya. Tiba-tiba saja seorang pelayan melaporkan bahwa Tuan Muda berteriak--"

"Apa?" Langkah Reane berhenti tiba-tiba membuat Emi berhenti. Dia menoleh dengan kaget. "Ray berteriak?"

"Y-a ... Nyonya," sahut Emi bingung.

"Bukankah suaranya--"

"Jangan bahas sekarang, Nyonya. Kita harus cepat sebelum Tuan muda melakukan hal tidak di inginkan," desak Emi.

Reane mengangguk dan kembali berjalan lebih cepat.

Keduanya terengah-engah kelelahan saat sampai di lorong menuju kamar Ray. Bisa di lihat beberapa pengawal yang mencoba membuka pintu kamar Rey. Lalu teriakan samar seorang pria dari dalam ruangan itu terdengar tersentak-sentak dan penuh ketakutan.

Reane mendekat dengan panik.

"Nyonya! Pintunya ..."

Reane memotong ucapan salah satu pengawal. "Cobalah mendobraknya!"

"Tapi--"

"Cepatlah!" desak Reane. Tangannya gemetar karena takut. Entah kenapa, Reane bahkan tak bisa menjelaskan kepada dirinya sendiri alasan rasa takut itu.

Ada sekitar empat pengawal. Bisa di ungkapkan dari pandangan pertama bahwa mereka kuat-kuat hanya dengan melihat badannya yang kokoh. Tapi masalahnya, pintu kamar Ray tidak hanya besar, namun terbuat dari kayu yang keras. Tentu mereka kesulitan mendobraknya.

"ARRRGHHHHHHH!"

Mereka di kejutkan dengan raungan terkeras dari dalam ruangan itu. Reane tersentak, jantungnya berdegup kencang sampai dadanya sakit.

"CEPAT!" Tanpa sadar dia berteriak karena mereka gagal mendobrak beberapa kali.

Brak!

Akhirnya pintu terbuka pada dobrakan ke empat kali. Pandangan mereka di sambut kegelapan ruangan itu saat pertama kali pintu terbuka.

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang