5. Dependency 🌷

143K 14.5K 185
                                    

Happy Reading ❤️

***

     Makan malam di sebuah rumah besar, namun minim penghuni, terasa sangat hening. Meja besar dengan panjang hampir tiga meter, kini di penuhi makanan yang sangat lezat, hanya saja untuk dua orang yang memiliki sedikit nafsu makan.

Cahaya lampu kuning tidak terlalu terang, namun suasana cukup hangat. Reane sangat nyaman dengan keheningan ini, karena dia lebih suka ruangan yang tidak terlalu banyak orang. Untung saja, para pelayan di rumah ini selalu menyingkir jika Ray datang ke ruang mana pun.

Sekarang Reane ingat, penyebab rumah ini tidak terlalu banyak pelayan karena sangat berpengaruh pada keadaan mental Ray. Jika banyak orang di sekelilingnya, maka akan menciptakan delusi negatif untuk pikirannya. Dia tidak bisa membedakan ilusi dan kenyataan.

Mengangkat kepala, Reane menatap wajah Ray yang sangat enak di pandang, hanya saja tidak ada ekspresi apa pun di sana. Dia memakan makanannya dengan lambat dan tenang. Ray masih di bilang remaja, namun wajahnya terlihat lebih dewasa dari umurnya. Dia tinggi dengan bahu lebar, bahkan Reane hanya sebatas dada pria itu.

Gerakan makan Ray berhenti tiba-tiba. Dia mengangkat kepala, Reane langsung tersentak saat bertemu dengan tatapannya yang tanpa emosi, namun ada sedikit peringatan seolah berkata 'jangan terus menatapku'.

Reane segera menunduk dan melanjutkan makannya. Reane langsung bingung saat memikirkan sesuatu. Bagaimana dia berkomunikasi dan mengetahui emosinya jika dia tidak berbicara? Sepertinya dia harus belajar arti tatapannya.

Banyak pikiran yang menyerbu kepala Reane saat ini, sehingga dia tidak sadar makanannya di piring sudah habis. Baru kali ini dia makan begitu enak, karena makanannya bertahun-tahun hanya makanan lunak dan hambar. Reane mengambil makanan lain tanpa malu, dan di sana pria itu mengangkat kepala dengan mata heran.

Merasakan tatapannya, Reane berkedip malu. "Maaf ... aku sangat lapar hari ini."

Dia hanya diam menatap makanan di piringnya sendiri. Reane tanpa sadar berkata. "Apakah kamu ingin mencoba ini?"

Itu adalah kue dengan krim merah muda di atasnya, lalu sebuah stroberi di letakan di sana. Dia tetap diam, namun tatapannya tidak bergerak dari kue itu. Mereka duduk berhadapan, namun karena mejanya lebar, Reane sulit meletakkan kue itu ke hadapan Ray, jadi dia berdiri, mengambil piring yang terdapat kue itu, dan memutari meja makan untuk mendekat ke sisinya. Setelah itu, dia menggeser piring Ray yang kosong, dan meletakkan piringnya sendiri di sana.

"Ini terlihat sangat enak. Apakah kamu suka yang manis? Mungkin kamu bisa mencobanya sedikit." Reane tersenyum.

Aroma stroberi yang berasal entah dari kue itu, atau gadis itu sendiri, samar-samar tercium di ujung hidung Ray. Rambutnya yang halus terurai, sempat menyentuh pipinya sekilas saat dia membungkuk. Ray mendongak dan melihat senyumnya yang manis dan tulus. Dia tertegun sejenak sebelum mengalihkan pandangan dari Reane ke arah kue itu. Mengapa gadis ini memberikan miliknya alih-alih kue lain?

Reane tidak menunggu Ray memakannya, dia malah duduk di kursi samping Ray yang kosong dan mengambil makanan penutup lainnya. Ada sedikit kejutan di mata Ray melihat dia duduk di sampingnya, namun segera itu hilang. Dia mengambil sendok kecil dan mengambil sebagian kecil dari kue itu, dan memasukan ke dalam mulutnya.

Krim manis beraroma stoberi meleleh di mulutnya, tanpa sadar dia menyendokkan terus-menerus hingga mulutnya di penuhi rasa manis.

Reane memakan makannya sendiri sembari memerhatikan Ray memakan kue itu. Ekspresi yang serius tidak sesuai dengan gerakannya yang tergesa seolah seseorang akan mengambil kue itu kapan saja. Reane merasa geli dan lucu sehingga tawa kecil keluar dari mulutnya.

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang